Uang Palsu, Ritual, dan Modus Penggandaan Uang: Polisi Ungkap Peran Oknum Ustaz di Pandeglang
D'On, Serang – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten mengungkap kasus peredaran uang palsu yang mengejutkan publik. Seorang oknum ustaz dari sebuah pondok pesantren di wilayah Cigeulis, Pandeglang, Banten, diduga memanfaatkan citra religiusnya untuk menjalankan modus penipuan berkedok penggandaan uang.
Dalam penggerebekan yang dilakukan di kamar pribadi pelaku, polisi menemukan ribuan lembar uang palsu pecahan Rp 100.000 dengan nilai total Rp 260 juta. Tak hanya itu, uang palsu dalam mata uang yuan dan uang asli senilai Rp 23 juta juga turut diamankan sebagai barang bukti. Menurut Kombes Pol Dian Setiawan, Dirkrimum Polda Banten, pelaku mengaku mampu “menggandakan” uang hingga 20 kali lipat dari jumlah yang diserahkan oleh korban.
Ruang Ritual dan Janji Manis Pelaku
Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang curiga dengan aktivitas mencurigakan di pondok pesantren tersebut. Polisi menemukan kamar pelaku yang telah disulap menjadi ruang ritual, lengkap dengan kain putih yang digunakan untuk membungkus uang asli milik korban. Pelaku meyakinkan para korban bahwa uang mereka akan “berlipat ganda” setelah melalui ritual khusus yang dia klaim sebagai bagian dari ilmu spiritual.
"Pelaku ini menggunakan tipu muslihat dengan memanfaatkan kepercayaan masyarakat terhadap sosok religius. Ia menjanjikan kekayaan instan, sesuatu yang sangat menarik bagi korban yang mungkin sedang menghadapi kesulitan ekonomi," jelas Kombes Pol Dian Setiawan dalam konferensi pers, Rabu (15/1/2025).
Korban Bertambah, Kerugian Membengkak
Hingga saat ini, polisi telah berhasil mengidentifikasi empat korban yang telah menyerahkan uang mereka kepada pelaku. Namun, jumlah korban diperkirakan masih akan bertambah seiring dengan proses penyelidikan.
Salah satu korban, yang enggan disebutkan namanya, mengaku tergiur dengan janji penggandaan uang setelah melihat pelaku menunjukkan uang palsu yang tampak meyakinkan. “Dia bilang ini adalah hasil penggandaan uang dari korban sebelumnya. Saya benar-benar percaya karena dia dikenal sebagai ustaz di pesantren,” ujar korban dengan nada kecewa.
Jerat Hukum dan Ancaman Hukuman Berat
Dalam pemeriksaan, pelaku mengakui bahwa uang palsu tersebut diperoleh melalui transaksi online. Atas perbuatannya, ia kini dijerat dengan Pasal 26 Ayat 2 dan Pasal 36 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Pelaku terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara atau denda hingga Rp 10 miliar.
“Ini adalah kejahatan yang serius. Tidak hanya melibatkan peredaran uang palsu, tetapi juga menyalahgunakan kepercayaan masyarakat dengan modus penggandaan uang,” tegas Kombes Pol Dian.
Peringatan bagi Masyarakat
Kasus ini menjadi pengingat keras bagi masyarakat untuk tidak mudah percaya pada janji-janji kekayaan instan, apalagi jika melibatkan ritual-ritual yang tidak masuk akal. Penipuan berkedok penggandaan uang sering kali memanfaatkan kepercayaan buta dan kesulitan ekonomi yang dialami korban.
“Citra religius pelaku membuat banyak orang lengah. Masyarakat harus lebih berhati-hati dan selalu skeptis terhadap tawaran yang terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan,” imbuh Kombes Pol Dian.
Akhir Kisah Sang Penipu Berkedok Ustaz
Di balik jubah dan identitas keagamaan yang seharusnya menjadi simbol kejujuran, kasus ini mengungkap sisi gelap yang mencederai kepercayaan publik. Penangkapan ini bukan hanya upaya untuk menegakkan hukum, tetapi juga peringatan bagi siapa saja yang mencoba memanfaatkan agama sebagai kedok kejahatan.
Polisi masih mendalami kasus ini, termasuk kemungkinan adanya jaringan yang lebih luas di balik peredaran uang palsu tersebut. Sementara itu, masyarakat Banten diimbau untuk segera melapor jika merasa menjadi korban kejahatan serupa.
(Mond)
#UangPalsu #hukum