Yusril Ihza Mahendra Berharap Mahkamah Konstitusi Segera Hapus Ambang Batas Parlemen
Pendiri Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menyampaikan pidato saat Muktamar VI PBB di Denpasar, Bali, Senin (13/1/2025)
D'On, Denpasar - Dalam babak baru perjalanan demokrasi Indonesia, pendiri Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, kembali menyalakan harapan bagi partainya dan partai-partai kecil lainnya. Ia dengan tegas mendukung penghapusan ambang batas parlemen (parliamentary threshold), menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen.
Yusril menyambut putusan MK dengan optimisme, bahkan menyamakan pembatalan presidential threshold ini dengan sebuah doa panjang yang akhirnya terkabul. "Ini seperti zikir panjang, karena sudah 33 kali diuji di MK," ujar Yusril saat berbicara dalam pembukaan Muktamar VI Partai Bulan Bintang (PBB) di Denpasar, Bali, Senin (13/01/2025).
Harapan untuk Kebangkitan PBB
Bagi Yusril, pembatalan parliamentary threshold yang telah lama membatasi kiprah partai kecil dalam Pemilu adalah secercah cahaya bagi masa depan demokrasi. “Pembatalan ini memberikan peluang yang lebih besar bagi PBB untuk kembali tampil di tengah masyarakat. Harapannya, kita bisa meraih suara dan menempatkan wakil-wakil di DPR, seperti yang terakhir kali terjadi pada 2004,” ungkapnya penuh harap.
Sejak 2004, PBB memang belum lagi berhasil meloloskan kadernya ke Senayan akibat ketatnya aturan parliamentary threshold. Aturan ini menetapkan bahwa partai politik harus memperoleh suara minimal tertentu—pada Pemilu 2019, ambang batas ditetapkan sebesar 4 persen—untuk mendapatkan kursi di DPR. Menurut Yusril, ini adalah hambatan serius bagi perkembangan demokrasi yang lebih inklusif.
Dampak Ambang Batas: Suara Pemilih yang Terbuang
Yusril menyoroti salah satu kelemahan utama parliamentary threshold, yaitu banyaknya suara pemilih yang terbuang sia-sia. Ia mencontohkan Pemilu 2019, di mana jumlah suara partai-partai yang tidak memenuhi ambang batas mencapai angka yang signifikan. "Jumlahnya besar sekali. Dengan adanya ambang batas ini, suara rakyat banyak yang tidak terwakili di DPR," tegasnya.
Yusril percaya bahwa sistem ini justru merugikan demokrasi, karena membatasi pluralisme politik dan menghalangi suara rakyat dari berbagai golongan untuk mendapatkan representasi di parlemen.
Solusi: Fraksi Gabungan untuk Demokrasi yang Lebih Inklusif
Menanggapi kekhawatiran tentang kemungkinan "gemuknya" jumlah fraksi di DPR jika ambang batas dihapus, Yusril menawarkan solusi yang konstruktif. Ia mengusulkan pembentukan fraksi gabungan di parlemen, sebuah langkah yang dianggap lebih adil dan realistis.
"Lebih baik jumlah fraksi di DPR dibatasi, tetapi partai kecil tetap diberi kesempatan. Jika suara partai tidak mencapai 10 persen, mereka bisa membentuk fraksi gabungan. Walaupun partai itu hanya punya satu perwakilan, mereka tetap dilantik dan bergabung di parlemen," jelas Yusril.
Usulan ini, menurutnya, tidak hanya memberikan ruang bagi partai-partai kecil, tetapi juga menjaga efisiensi dalam proses legislatif. Dengan demikian, pluralitas politik tetap terjaga tanpa mengorbankan efektivitas parlemen.
Panduan Baru untuk Politik Indonesia
Namun, Yusril mengingatkan bahwa penghapusan parliamentary threshold memerlukan panduan hukum baru untuk memastikan transisi berjalan mulus. Pemerintah, kata dia, harus segera merumuskan norma-norma politik yang jelas, merujuk pada arahan yang telah diberikan MK.
“Setiap perubahan besar dalam aturan pemilu harus disertai dengan pedoman hukum yang matang. Ini penting untuk menjaga stabilitas sistem politik kita,” tegasnya.
Keputusan MK: Babak Baru Demokrasi
Penghapusan ambang batas pencalonan presiden melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXI/2023 telah membuka pintu menuju babak baru demokrasi Indonesia. Dengan ketentuan dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu resmi dibatalkan, kini peluang lebih terbuka untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden tanpa syarat ambang batas dukungan 20 persen dari kursi DPR atau 25 persen suara nasional.
Langkah MK ini, menurut Yusril, adalah awal dari perbaikan sistem politik Indonesia. Ia berharap keputusan ini diikuti dengan penghapusan parliamentary threshold, sehingga demokrasi dapat tumbuh lebih sehat dan inklusif.
"Dengan penghapusan ini, kita bisa membangun sistem politik yang lebih adil dan representatif. Setiap suara rakyat akan dihargai, tanpa terkecuali," pungkasnya.
Menanti Langkah Selanjutnya
Harapan kini tertuju pada Mahkamah Konstitusi dan pemerintah untuk memberikan kepastian hukum dan kebijakan yang berpihak pada keadilan demokrasi. Penghapusan ambang batas parlemen bukan hanya soal peluang bagi partai-partai kecil seperti PBB, tetapi juga langkah besar menuju demokrasi yang benar-benar mendengarkan suara rakyat, sekecil apa pun itu.
(Mond)
#YusrilIhzaMahendra #Nasional #Politik #MahkamahKonstitusi