Breaking News

79 Desa di Jawa Barat Jadi Lokasi Mangkal PSK: Potret Realitas Sosial yang Mengemuka

Ilustrasi PSK menjajakan diri di pinggir jalan

D'On, Jawa Barat
– Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mengungkap fakta mengejutkan: sebanyak 79 kelurahan/desa di 19 kabupaten/kota di provinsi ini menjadi tempat mangkal pekerja seks komersial (PSK) pada tahun 2024. Angka ini setara dengan 1,33 persen dari total 5.877 desa/kelurahan di Jawa Barat.

Laporan ini berasal dari hasil pendataan potensi desa yang dilakukan oleh BPS pada Mei 2024. Ketua Tim Statistik Sosial BPS Jawa Barat, Isti Larasati, menjelaskan bahwa dalam survei tersebut, pihaknya menanyakan kepada aparat desa mengenai keberadaan lokasi yang digunakan oleh PSK, baik yang dikelola secara berkelompok maupun individu.

“Iya, jadi salah satu kuesioner dalam pendataan potensi desa kami ialah menanyakan apakah di desa ini ada lokasi mangkal PSK, baik yang dikelola secara berkelompok atau individu,” ujar Isti kepada wartawan, Rabu (12/2).

Dari hasil survei, didapatkan keterangan dari aparat desa bahwa terdapat 79 desa atau kelurahan yang memiliki keberadaan lokasi PSK.

Legal atau Ilegal? Fakta yang Tidak Dirinci

Meski survei ini menyoroti lokasi mangkal PSK, BPS tidak mengkategorikan apakah tempat-tempat tersebut beroperasi secara legal atau ilegal. Dalam kuesioner, BPS hanya mencatat keberadaan lokasi berdasarkan pengakuan aparat desa.

"Dalam konsep yang kami tanyakan, lokasi PSK mencakup yang legal maupun ilegal. Jadi ketika aparat desa mengetahui adanya lokasi mangkal PSK, baik legal maupun ilegal, dan mereka menyatakan bahwa di desa mereka ada lokasi seperti itu, maka kami mencatat desa tersebut memiliki lokasi mangkal PSK," terang Isti.

Artinya, data yang diperoleh bukan hasil investigasi lapangan, melainkan berdasarkan laporan dari aparat desa yang menjadi responden survei. Hal ini menandakan bahwa meskipun keberadaan PSK di desa-desa ini diakui, status legalitasnya tetap menjadi pertanyaan yang belum terjawab secara spesifik.

Mengapa PSK Beroperasi di 79 Desa Ini?

Keberadaan lokalisasi PSK di Jawa Barat tentu tidak muncul begitu saja. Ada sejumlah faktor yang berpotensi menjadi pemicunya, meski BPS sendiri tidak melakukan kajian lebih lanjut terkait penyebab fenomena ini.

Menurut Isti, kondisi ekonomi, tingkat pendidikan, serta mobilitas tinggi di suatu daerah bisa menjadi faktor utama yang berkontribusi terhadap keberadaan PSK di desa-desa tersebut.

“Kami tidak sampai melakukan penelitian lebih dalam soal penyebabnya. Tetapi kalau melihat fenomena umum, bisa jadi faktor ekonomi, tingkat pendidikan, atau mungkin daerah tersebut memiliki mobilitas tinggi, sehingga berpotensi menjadi lokasi bagi PSK untuk beroperasi,” jelasnya.

Mobilitas tinggi bisa merujuk pada keberadaan kawasan industri, jalur transportasi utama, atau lokasi-lokasi strategis lain yang menjadi titik persinggahan banyak orang. Tempat-tempat seperti ini sering kali menciptakan peluang bagi bisnis ilegal, termasuk praktik prostitusi.

Fenomena Prostitusi di Tengah Regulasi yang Tidak Jelas

Di Indonesia, prostitusi adalah aktivitas yang dilarang oleh hukum, meskipun tidak secara spesifik diatur dalam KUHP. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) menegaskan bahwa eksploitasi seksual merupakan pelanggaran hukum. Namun, dalam praktiknya, banyak lokalisasi tetap beroperasi dengan berbagai cara, baik secara terbuka maupun tersembunyi.

Beberapa daerah di Indonesia telah menutup lokalisasi resmi seperti Dolly di Surabaya dan Saritem di Bandung, tetapi realitasnya, bisnis ini sering kali bermetamorfosis dalam bentuk yang lebih tersembunyi, seperti prostitusi online, layanan spa atau panti pijat berkedok prostitusi, hingga praktik individu di berbagai tempat umum.

Dengan adanya data terbaru dari BPS ini, tampak bahwa keberadaan PSK di Jawa Barat masih menjadi fenomena sosial yang nyata, meski regulasi dan penegakan hukum berusaha menekan angka prostitusi.

Apa Langkah Selanjutnya?

Laporan ini seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah daerah di Jawa Barat. Apakah fenomena ini akan ditangani dengan pendekatan represif, atau justru pendekatan sosial dan ekonomi yang lebih berkelanjutan?

Sebagian pihak berpendapat bahwa pendekatan ekonomi dan sosial lebih efektif dalam mengatasi prostitusi, misalnya dengan meningkatkan pendidikan, membuka peluang pekerjaan yang layak, serta memberikan pendampingan bagi perempuan yang terjebak dalam lingkaran prostitusi.

Namun, tanpa adanya regulasi yang jelas dan kesadaran kolektif dari masyarakat, fenomena ini kemungkinan besar akan terus berulang, bahkan mungkin semakin berkembang dalam bentuk yang lebih sulit dikendalikan.

Kini, bola berada di tangan pemerintah dan masyarakat: Apakah prostitusi di Jawa Barat akan terus menjadi masalah sosial yang dibiarkan, ataukah ada solusi yang lebih manusiawi untuk mengatasinya?

(Mond)

#BPS #PSK #JawaBarat