Breaking News

Dari Karier Cemerlang hingga Pemecatan: Eks Wadirkrimsus Polda Sumut AKBP DK dan Kontroversi Orientasi Seksual

Ilustrasi polisi. Foto: Shutterstock

D'On, Sumatera Utara
– Karier cemerlang AKBP DK di kepolisian harus berakhir dengan pemecatan tidak hormat. Mantan Wakil Direktur Kriminal Khusus (Wadirkrimsus) Polda Sumut ini diberhentikan dari institusi Polri atau dikenai Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Alasannya? Dugaan penyimpangan orientasi seksual yang menimbulkan kontroversi besar di tubuh kepolisian.

Pemecatan ini dikonfirmasi langsung oleh Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Bambang Tertianto. “Sudah dipecat dia. Sudah,” ujarnya singkat, seperti dikutip pada Minggu (9/2).

Namun, di balik pemecatan ini, AKBP DK bukanlah sosok sembarangan di kepolisian. Ia memiliki rekam jejak panjang yang membawa dirinya ke berbagai jabatan strategis sebelum akhirnya harus menanggalkan seragam dinasnya.

Karier Panjang di Kepolisian: Dari Polres ke Polda

AKBP DK merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2000. Perjalanan kariernya dimulai di Polres Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Dari sana, ia terus menapaki jenjang karier, termasuk penugasan di Polda Aceh, hingga akhirnya dipercaya sebagai Kapolres Nias.

Puncak kariernya terjadi pada Agustus 2020 ketika ia ditunjuk sebagai Kapolres Labuhanbatu, menggantikan AKBP Agus Darojat. Penunjukan ini kala itu menjadi sorotan karena Labuhanbatu dikenal sebagai wilayah dengan tingkat kriminalitas yang cukup tinggi, sehingga membutuhkan pemimpin dengan ketegasan dan strategi yang matang.

Namun, perjalanan mulusnya mulai terguncang setelah lebih dari setahun menjabat. Pada November 2021, ia dicopot dari jabatannya karena gaya hidup mewah yang dianggap tidak sesuai dengan citra seorang perwira Polri.

Gaya Hidup Mewah yang Menjadi Sorotan

Pencopotan AKBP DK pada 2021 tidak lepas dari sorotan publik terkait gaya hidupnya yang dinilai berlebihan. Kepolisian saat itu sedang berusaha menertibkan anggotanya yang menunjukkan pola hidup hedon, terutama di tengah kritik masyarakat terhadap transparansi dan integritas aparat penegak hukum.

Setelah dicopot dari jabatan Kapolres Labuhanbatu, ia tidak langsung tersingkir dari institusi Polri. Ia masih diberikan jabatan strategis dengan ditempatkan di Polda Sumatera Utara, hingga akhirnya dipercaya sebagai Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadirkrimsus) Polda Sumut.

Namun, nasib buruk kembali menghampirinya. Kali ini bukan karena gaya hidup, tetapi karena masalah yang jauh lebih kontroversial: dugaan penyimpangan orientasi seksual.

Dugaan Orientasi Seksual Menyimpang: Pemicu Pemecatan

Pada 2023, AKBP DK harus menghadapi konsekuensi terberat dalam kariernya. Ia resmi dipecat dengan tidak hormat dari Polri karena diduga memiliki orientasi seksual menyimpang, yakni menyukai sesama jenis atau gay.

“Iya (penyimpangan orientasi seksual),” kata Kombes Bambang Tertianto ketika dikonfirmasi.

Keputusan pemecatan ini diambil setelah penyelidikan yang dilakukan oleh Mabes Polri. Meski detail mengenai bagaimana dugaan ini terungkap tidak dijelaskan secara rinci, kasus ini cukup untuk membuat DK kehilangan statusnya sebagai perwira polisi.

Bambang juga menegaskan bahwa pemecatan ini bukan keputusan yang terburu-buru. Mabes Polri yang melakukan pemeriksaan dan mengambil keputusan, memastikan bahwa semua prosedur telah dijalankan sebelum menjatuhkan sanksi.

“Yang memecat itu Mabes Polri dan yang memeriksa itu Mabes. Kasusnya di tahun 2023, sedang menjabat sebagai Wadirkrimsus,” jelasnya.

AKBP DK sempat mengajukan banding atas pemecatannya, berharap keputusan bisa dibatalkan atau setidaknya mendapat keringanan. Namun, upaya itu gagal. Mabes Polri menolak bandingnya, sehingga keputusan PTDH tetap berlaku.

Pertanyaan yang Menggantung

Kasus pemecatan AKBP DK menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat dan internal Polri. Apakah orientasi seksual seseorang seharusnya menjadi alasan pemecatan, terutama jika tidak ada pelanggaran hukum lainnya yang terbukti? Ataukah ada faktor lain yang melatarbelakangi keputusan ini?

Di sisi lain, ini juga menjadi refleksi bagi institusi Polri tentang bagaimana mereka menangani isu-isu yang bersifat personal di lingkungan kerja. Apakah standar yang diterapkan adil bagi semua anggotanya?

Terlepas dari kontroversi yang melingkupinya, satu hal yang pasti: karier panjang AKBP DK di kepolisian berakhir dengan cara yang dramatis. Dari seorang perwira yang menduduki posisi strategis hingga menjadi mantan anggota kepolisian yang terdepak karena isu pribadi.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa dalam institusi yang sarat dengan disiplin dan hierarki seperti Polri, setiap langkah dan keputusan yang diambil, baik dalam kehidupan profesional maupun pribadi, dapat berujung pada konsekuensi besar.

(Mond)

#OknumPolisiPeyukaSesamaJenis #Polri #PoldaSumut #LGBT