Breaking News

DPR RI Sahkan Revisi UU Minerba: Perubahan Penting yang Akan Mempengaruhi Industri Pertambangan

Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Shutterstock

D'On, Jakarta
 – Setelah melalui pembahasan intensif dan berbagai diskusi mendalam, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akhirnya mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) dalam Rapat Paripurna hari ini, Selasa (18/2).

Keputusan ini menandai perubahan besar dalam regulasi sektor pertambangan nasional, dengan berbagai revisi dan penambahan pasal yang bertujuan untuk menyempurnakan tata kelola sumber daya mineral dan batu bara di Indonesia. Revisi ini diharapkan dapat menjawab tantangan hukum, lingkungan, serta kepentingan ekonomi negara.

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Martin Manurung, mengungkapkan bahwa pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) terkait revisi UU Minerba telah dilakukan secara intensif selama beberapa hari.

"Pada tanggal 17 Februari 2025, Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi telah menyelesaikan penyempurnaan redaksional dan telah menyampaikan naskah akhir kepada Panja untuk pengambilan keputusan," ujar Martin dalam Rapat Pleno Baleg DPR RI pada Senin (17/2).

Pembahasan revisi ini menjadi sorotan karena menyangkut berbagai aspek strategis dalam pengelolaan industri pertambangan, mulai dari perizinan, tata kelola lingkungan, hingga kepentingan masyarakat lokal dan adat. Berikut poin-poin penting dalam revisi keempat UU Minerba yang telah disahkan:


1. Penyesuaian dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)

Dalam upaya menyesuaikan regulasi dengan putusan MK, beberapa pasal mengalami revisi, yaitu:

  • Pasal 17A, Pasal 22A, Pasal 31A, dan Pasal 169A
    Perubahan ini bertujuan untuk menyesuaikan UU Minerba dengan keputusan MK, sehingga memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha tambang serta memastikan kepentingan negara tetap terlindungi.

2. Perubahan Definisi Studi Kelayakan (Pasal 1 Angka 16)

Revisi ini memperjelas definisi Studi Kelayakan, yang merupakan tahap krusial dalam pengelolaan tambang. Dengan definisi baru, diharapkan setiap proyek pertambangan memiliki dasar analisis yang lebih kuat sebelum masuk ke tahap eksploitasi.

3. Prioritas Pemenuhan Kebutuhan Domestik (Pasal 5)

Salah satu perubahan signifikan adalah kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebelum melakukan ekspor. Selain itu, pemegang izin juga diwajibkan untuk mengutamakan pemenuhan kebutuhan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki peran strategis dalam kepentingan rakyat.

4. Reformasi Sistem Perizinan Berusaha (Pasal 35 Ayat 5, Pasal 51 Ayat 4 dan 5, Pasal 60 Ayat 4 dan 5)

Revisi ini memperkenalkan sistem perizinan berusaha berbasis digital melalui mekanisme perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik yang dikelola oleh pemerintah pusat. Dengan sistem ini, diharapkan proses perizinan menjadi lebih transparan, akuntabel, dan efisien.

5. Penguatan Regulasi Reklamasi dan Pasca Tambang (Pasal 100 Ayat 2)

Dalam upaya meningkatkan kepedulian terhadap dampak lingkungan, revisi UU Minerba menekankan kewajiban reklamasi dan perlindungan pasca tambang. Menteri yang bertanggung jawab dalam sektor ini diwajibkan untuk melibatkan pemerintah daerah guna memastikan dampak lingkungan dan sosial dari aktivitas pertambangan dapat ditangani dengan baik.

6. Penguatan Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (Pasal 108)

Revisi ini memperjelas tanggung jawab perusahaan tambang terhadap masyarakat sekitar melalui tiga pendekatan utama:

a. Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR), sebagai bentuk kontribusi perusahaan terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar.
b. Pelibatan masyarakat lokal dan adat dalam kegiatan pertambangan, guna memastikan bahwa mereka tidak hanya menjadi penonton dalam eksploitasi sumber daya alam di wilayah mereka.
c. Program kemitraan usaha dan pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas, yang bertujuan untuk mendorong kemandirian ekonomi masyarakat sekitar tambang.

7. Audit Lingkungan sebagai Kewajiban Baru (Pasal 169A)

Sebagai upaya meningkatkan pengawasan terhadap dampak lingkungan dari industri pertambangan, revisi ini memasukkan kewajiban Audit Lingkungan bagi perusahaan tambang. Dengan adanya audit ini, perusahaan wajib memastikan bahwa operasi mereka mematuhi standar lingkungan yang telah ditetapkan.

8. Penyelesaian Konflik IUP yang Tumpang Tindih (Pasal 171B dan Pasal 176B)

Revisi ini mengatur bahwa IUP yang diterbitkan sebelum berlakunya UU ini, tetapi mengalami tumpang tindih berdasarkan hasil evaluasi pemerintah pusat, akan dicabut dan dikembalikan kepada negara. Langkah ini bertujuan untuk menertibkan kepemilikan izin tambang dan mengurangi konflik lahan.

9. Pemantauan dan Peninjauan UU Minerba (Pasal 174A)

Dalam rangka meningkatkan efektivitas implementasi UU Minerba, revisi ini memperkenalkan mekanisme pemantauan dan peninjauan berkala terhadap peraturan yang telah ditetapkan.

10. Prioritas Pemberian WIUP untuk Perguruan Tinggi, BUMN, dan BUMD (Pasal 51A, 60A, 51B, dan 61B)

Revisi ini menambahkan ketentuan yang memungkinkan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) secara prioritas kepada BUMN, BUMD, dan badan usaha swasta dalam rangka hilirisasi serta kepada perguruan tinggi untuk keperluan riset dan pengembangan.

11. Dukungan bagi Usaha Kecil dan Ormas Keagamaan dalam Sektor Tambang (Pasal 60)

Revisi ini memberikan kesempatan bagi badan usaha kecil dan menengah, koperasi, perusahaan perseorangan, dan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mendapatkan WIUP batu bara melalui mekanisme lelang dan pemberian prioritas.

Dampak dan Prospek ke Depan

Dengan pengesahan revisi UU Minerba ini, pemerintah berharap dapat menciptakan tata kelola pertambangan yang lebih transparan, akuntabel, serta memberikan manfaat lebih besar bagi negara dan masyarakat.

Namun, revisi ini juga menimbulkan berbagai pertanyaan, terutama terkait implementasi di lapangan dan dampaknya terhadap pelaku usaha, baik skala besar maupun kecil. Di satu sisi, regulasi yang lebih ketat dapat memperbaiki tata kelola industri tambang, namun di sisi lain, beberapa aturan baru mungkin akan menghadapi tantangan dalam pelaksanaannya.

Apakah revisi ini benar-benar akan membawa perubahan positif bagi industri tambang nasional? Ataukah justru akan menimbulkan kendala baru dalam pelaksanaannya? Hanya waktu yang akan menjawab. Yang pasti, pengawasan ketat dan pelibatan semua pemangku kepentingan menjadi kunci keberhasilan penerapan undang-undang ini.

(Mond)

#RUUMinerba #Minerba #DPR #Nasional