Drama Hukum Eks Bos Pertamina: M A Perberat Hukuman Karen Agustiawan Dari 9 Tahun Menjadi 13 Tahun
Terdakwa kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) Karen Agustiawan menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/5/2024). Foto: ANTARA
D'On, Jakarta – Mahkamah Agung (MA) resmi memperberat hukuman mantan Direktur Utama PT Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, dalam kasus korupsi Liquefied Natural Gas (LNG). Setelah sebelumnya dijatuhi vonis 9 tahun penjara, putusan kasasi kini menaikkan hukumannya menjadi 13 tahun penjara.
Selain itu, Karen juga dikenai denda Rp 650 juta dengan ketentuan subsider 6 bulan kurungan apabila tidak dibayarkan. Keputusan ini diketok oleh majelis kasasi yang terdiri dari Dwiarso Budi Santiarto sebagai hakim ketua serta Sinintha Yuliansih Sibarani dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo sebagai hakim anggota pada Jumat, 28 Februari 2025.
Putusan ini tertuang dalam perkara nomor 1076K/PID.SUS/2025, dengan amar putusan singkat namun tegas: "Tolak perbaikan."
Langkah hukum ini mengakhiri upaya Karen yang sebelumnya mengajukan kasasi dengan harapan mendapatkan keringanan hukuman. Alih-alih memperoleh pengurangan, justru hukumannya diperberat.
Dari Keputusan Sepihak hingga Skandal Miliaran Rupiah
Kasus ini bermula saat Karen menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina. Dalam posisi strategisnya, ia secara sepihak memutuskan menjalin kerja sama dengan sejumlah pemasok LNG luar negeri, termasuk Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC yang berbasis di Amerika Serikat.
Kesepakatan ini dibuat tanpa melakukan kajian menyeluruh, tanpa analisis risiko, dan yang lebih fatal—tanpa melaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina. Dengan kata lain, keputusan bisnis bernilai triliunan rupiah ini diambil secara otoriter, tanpa prosedur yang semestinya.
Hasilnya? Bencana finansial bagi negara.
LNG yang dibeli dari CCL LLC justru tidak terserap di pasar domestik. Hal ini menyebabkan oversupply besar-besaran, dengan seluruh kargo LNG yang dikontrak tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Akibatnya, Pertamina terpaksa menjual LNG tersebut di pasar internasional dengan harga rugi, yang berujung pada kerugian negara sebesar Rp 2,1 triliun.
Jejak Uang: Siapa yang Diuntungkan?
Dalam kasus ini, Karen Agustiawan tidak hanya dituduh merugikan negara, tetapi juga memperkaya diri sendiri dan pihak lain.
Berdasarkan dakwaan, Karen menerima keuntungan pribadi sebesar:
- Rp 1.091.280.281,81
- USD 104.016,65 (setara Rp 1,6 miliar)
Selain itu, perusahaan asal Amerika, Corpus Christi Liquefaction, juga mendapatkan keuntungan dari transaksi ini.
Kasus LNG Pertamina: KPK Terus Mengusut Tersangka Lain
Kasus ini tidak berhenti pada Karen Agustiawan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan pengembangan penyidikan dugaan korupsi pengadaan LNG PT Pertamina periode 2011–2021.
Dua nama baru telah muncul sebagai tersangka, yakni:
- YA, diduga merujuk pada Yenni Andayani, yang menjabat sebagai Senior Vice President (SVP) Gas & Power Pertamina tahun 2013–2014.
- HK, diduga merujuk pada Hari Karyuliarto, mantan Direktur Gas PT Pertamina periode 2012–2014.
Keduanya disebut dalam dakwaan Karen Agustiawan dan kini berada dalam radar penyidikan KPK.
Kesimpulan: Pesan Tegas dari Mahkamah Agung
Putusan kasasi ini menunjukkan ketegasan hukum terhadap kasus korupsi besar yang merugikan negara. Dengan memperberat hukuman Karen Agustiawan, Mahkamah Agung mengirimkan sinyal jelas: tidak ada toleransi bagi korupsi di sektor energi nasional.
Kasus ini juga menjadi pengingat pahit bahwa keputusan bisnis yang diambil tanpa kajian matang tidak hanya berdampak pada perusahaan, tetapi juga berimbas langsung pada keuangan negara dan kesejahteraan rakyat.
Kini, dengan KPK yang masih menggali lebih dalam keterlibatan pihak lain, kasus korupsi LNG Pertamina tampaknya masih jauh dari kata selesai.
(Mond)
#MahkamahAgung #KarenAgustiawan #KorupsiLNG #Pertamina