Jamaah Tarekat Naqsabandiyah di Baringin Mulai Berpuasa Ramadan 1446 H Lebih Awal
Tarekat Naqsabandiyah mulai puasa ramadan lebih awal
D'On, Padang – Suasana religius mulai menyelimuti kawasan Baringin, Kecamatan Lubuk Kilangan, saat jamaah Tarekat Naqsabandiyah menetapkan awal Ramadan 1446 Hijriah lebih awal dibanding penetapan pemerintah. Dengan penuh kekhusyukan, para jamaah melaksanakan Salat Tarawih pertama mereka pada Rabu malam (26/2/2025), menandai masuknya 1 Ramadan yang jatuh pada Kamis (27/2/2025) menurut perhitungan mereka.
Di Masjid Nurul Ujud, salah satu pusat ibadah utama bagi jamaah Tarekat Naqsabandiyah di Kelurahan Baringin, ratusan orang berkumpul untuk memulai perjalanan spiritual Ramadan mereka. Tidak hanya dari kawasan Lubuk Kilangan, jamaah juga datang dari berbagai daerah seperti Pauh, Tarantang, Koto Lalang, dan Padang Besi. Bahkan, beberapa di antara mereka berasal dari luar Kota Padang, rela menempuh perjalanan jauh demi menjalankan ibadah bersama dalam suasana yang penuh ketenangan dan kekhidmatan.
Metode Perhitungan yang Dipercaya Secara Turun-Temurun
Busril, Imam Masjid Nurul Ujud, menjelaskan bahwa penetapan awal Ramadan dalam Tarekat Naqsabandiyah tidak dilakukan sembarangan. Mereka menggunakan metode hisab rukyat dalil kias, yang telah diwariskan dari generasi ke generasi dan menjadi pegangan dalam menentukan awal bulan suci.
“Berdasarkan hisab rukyat dalil kias yang kami gunakan, 1 Ramadan 1446 Hijriah jatuh pada hari Kamis, 27 Februari 2025,” ujar Busril.
Keputusan ini tidak dibuat secara individu, melainkan hasil musyawarah internal para ulama dan tokoh tarekat. Dalam rapat yang digelar di Masjid Nurul Ujud Baringin, perhitungan yang telah digunakan secara konsisten selama bertahun-tahun kembali dikaji, sebelum akhirnya disepakati sebagai dasar untuk memulai ibadah puasa tahun ini.
Perbedaan yang Selalu Dijalani dengan Damai
Seperti tahun-tahun sebelumnya, perbedaan awal Ramadan antara Tarekat Naqsabandiyah dan pemerintah bukanlah hal baru. Namun, perbedaan ini selalu dihadapi dengan sikap saling menghormati. Tidak ada gesekan atau perdebatan yang berlarut-larut, karena setiap kelompok memiliki keyakinan dan metode perhitungan masing-masing dalam menentukan awal ibadah.
Bagi jamaah Tarekat Naqsabandiyah, Ramadan bukan sekadar kewajiban menjalankan puasa, melainkan juga momentum spiritual untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mereka menjalani bulan suci ini dengan memperbanyak ibadah, dzikir, serta kegiatan keagamaan lainnya.
“Ini sudah menjadi keyakinan kami sejak lama. Setiap tahun kami memulai lebih awal, dan kami menjalaninya dengan penuh ketulusan,” tambah salah satu jamaah yang ditemui setelah Salat Tarawih di Masjid Nurul Ujud.
Masjid Nurul Ujud: Titik Kumpul Jamaah dari Berbagai Daerah
Masjid Nurul Ujud di Baringin menjadi pusat kegiatan utama bagi jamaah tarekat ini. Tidak hanya sebagai tempat ibadah, masjid ini juga menjadi simbol keberlanjutan tradisi Naqsabandiyah yang telah bertahan selama bertahun-tahun di Sumatera Barat.
Setiap Ramadan, masjid ini semakin ramai oleh jamaah yang datang dari berbagai pelosok daerah. Beberapa dari mereka bahkan memilih untuk menginap di sekitar masjid, mengikuti serangkaian kegiatan ibadah yang berlangsung sepanjang bulan suci.
Semangat yang terpancar dari jamaah ini menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan dalam penetapan awal Ramadan, hal itu tidak mengurangi esensi dari ibadah itu sendiri. Mereka tetap menjalankan puasa dengan penuh keimanan, berharap mendapatkan berkah dan ridha dari Allah SWT.
Bagi masyarakat Sumatera Barat, fenomena ini bukan hal baru. Keberagaman dalam menetapkan awal Ramadan menjadi cerminan dari luasnya spektrum keislaman yang berkembang di wilayah ini. Yang terpenting, semuanya dijalani dengan rasa saling menghormati, menjadikan Ramadan sebagai bulan penuh keberkahan bagi semua umat Islam.
(Mond)
#Ramadan #Puasa #Padang #TarekatNaqsabandiyah