Breaking News

Jurnalis Perempuan di Bawah Bayang-Bayang Kekerasan dan Diskriminasi: Komnas Perempuan Serukan Perlindungan Nyata

ilustrasi perempuan Foto: GaudiLab/Shutterstock

D'On, Jakarta
- Setiap tanggal 9 Februari, Indonesia merayakan Hari Pers Nasional, sebuah momentum untuk menghargai peran pers dalam membangun demokrasi dan memberikan informasi yang jujur kepada masyarakat. Namun, di balik perayaan ini, kenyataan pahit menghantui dunia jurnalistik. Para jurnalis, terutama perempuan, masih menghadapi ancaman serius berupa kekerasan dan diskriminasi yang menghambat kebebasan pers.

Data yang dirilis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pada peringatan Hari Pers Nasional 2025 mengungkap potret suram dunia jurnalistik di tanah air. Sepanjang tahun 2024, tercatat 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Dari jumlah itu, 20 kasus merupakan kekerasan fisik, sementara satu kasus berujung pada pembunuhan jurnalis.

Tak hanya itu, Komnas Perempuan juga mencatat adanya enam laporan kekerasan berbasis gender yang melibatkan jurnalis sebagai korban maupun pelaku sepanjang periode 2023-2024. Data ini memperlihatkan tren peningkatan kekerasan yang semakin mengkhawatirkan.

Menyikapi fenomena ini, Komnas Perempuan menegaskan bahwa jurnalis perempuan berada dalam posisi yang lebih rentan. Mereka tidak hanya menghadapi risiko kekerasan secara fisik dan psikologis, tetapi juga terjebak dalam lingkungan kerja yang masih diskriminatif.

"Tren jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis cenderung meningkat. Situasi ini juga turut merentankan jurnalis perempuan di dalamnya. Jaminan perlindungan terhadap jurnalis, khususnya perempuan, mendesak untuk segera direalisasikan," ujar Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang, seperti dikutip dari laman resmi Komnas Perempuan.

Diskriminasi di Ruang Redaksi: Tantangan Jurnalis Perempuan dalam Dunia Kerja

Selain ancaman kekerasan, jurnalis perempuan masih menghadapi berbagai bentuk diskriminasi dalam dunia kerja. Salah satu bentuk nyata diskriminasi ini adalah pembatasan kesempatan dalam peliputan isu-isu strategis, terutama di wilayah konflik atau bencana.

Menurut Komisioner Komnas Perempuan sekaligus Ketua Sub Komisi Pemantauan, Bahrul Fuad, tugas-tugas berisiko tinggi cenderung lebih banyak diberikan kepada jurnalis laki-laki, sementara jurnalis perempuan kerap dikesampingkan.

"Jurnalis perempuan masih menghadapi diskriminasi di dunia kerja, termasuk dalam penugasan di situasi konflik yang lebih banyak diberikan kepada jurnalis laki-laki, serta pembatasan jam kerja malam," ungkap Bahrul Fuad.

Kondisi ini menciptakan ketimpangan gender dalam dunia jurnalistik dan membatasi kesempatan jurnalis perempuan untuk berkembang dalam karier mereka. Di sisi lain, lingkungan kerja yang belum sepenuhnya aman juga menjadi hambatan besar bagi mereka.

Komnas Perempuan menegaskan bahwa keberadaan ruang kerja yang aman dan bebas dari kekerasan adalah kunci bagi jurnalis perempuan untuk dapat bekerja secara profesional tanpa rasa takut. Ancaman kekerasan dan diskriminasi bukan hanya masalah personal bagi jurnalis perempuan, tetapi juga ancaman bagi kebebasan pers itu sendiri.

Tuntutan untuk Negara: Perlindungan Nyata bagi Jurnalis Perempuan

Momen Hari Pers Nasional 2025 dijadikan titik balik bagi Komnas Perempuan untuk kembali menegaskan tuntutan kepada pemerintah dan DPR RI agar segera mengambil langkah konkret dalam melindungi jurnalis perempuan.

Sebagai Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (PPHAM), jurnalis perempuan memiliki peran penting dalam menyuarakan berbagai isu sosial, termasuk kekerasan berbasis gender. Namun, tanpa perlindungan yang jelas, mereka terus menghadapi ancaman yang membahayakan keselamatan mereka.

Wakil Ketua Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, menegaskan bahwa perlindungan bagi jurnalis perempuan adalah kebutuhan mendesak.

"Jurnalis perempuan menghadapi risiko berlapis dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, ruang kerja yang aman dan bebas dari kekerasan menjadi kebutuhan mendesak agar mereka dapat bekerja secara profesional tanpa ancaman," katanya.

Selain mendesak pemerintah, Komnas Perempuan juga mendorong perusahaan pers dan organisasi media untuk mengadopsi kebijakan perlindungan bagi jurnalis perempuan. Salah satu langkah konkret yang telah diambil adalah Peraturan Dewan Pers Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pers.

Regulasi ini diharapkan tidak hanya menjadi aturan di atas kertas, tetapi benar-benar diimplementasikan oleh seluruh perusahaan media di Indonesia. Komnas Perempuan pun menyerukan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan aturan ini agar dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman bagi jurnalis perempuan.

Masa Depan Jurnalis Perempuan: Harapan dan Tantangan

Kondisi yang dihadapi jurnalis perempuan di Indonesia saat ini adalah cerminan dari kompleksitas masalah dalam kebebasan pers dan kesetaraan gender. Kekerasan, diskriminasi, dan kurangnya perlindungan yang memadai tidak hanya menghambat perkembangan karier mereka, tetapi juga mengancam integritas jurnalistik secara keseluruhan.

Meningkatnya kasus kekerasan terhadap jurnalis perempuan menunjukkan bahwa keamanan dan kebebasan pers di Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Tanpa langkah konkret dari pemerintah, perusahaan media, dan masyarakat, ancaman terhadap jurnalis perempuan akan terus berlanjut.

Hari Pers Nasional seharusnya menjadi perayaan atas kebebasan dan independensi pers, bukan sekadar peringatan tahunan yang terjebak dalam seremoni tanpa perubahan nyata. Kini, saatnya semua pihak bergerak bersama untuk menciptakan ruang yang lebih aman, inklusif, dan adil bagi jurnalis perempuan karena tanpa mereka, dunia jurnalistik kehilangan salah satu pilar utamanya.

(Mond)

#KomnasPerempuan #JurnalisPerempuan #HariPersNasional