#KaburAjaDulu: Bentuk Perlawanan Kaum Muda terhadap Krisis Pekerjaan di Indonesia
D'On, Jakarta – Di tengah derasnya arus globalisasi dan ketidakpastian ekonomi dalam negeri, sebuah tren baru tengah bergema di media sosial. Tagar #KaburAjaDulu menjadi cerminan kegelisahan anak muda Indonesia yang merasa terjebak dalam pusaran sistem ketenagakerjaan yang stagnan dan kurang berpihak pada mereka.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, dalam Konferensi Pers Rakernas Partai Buruh di Hotel Tavia, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, pada Senin (17/2/2025), menegaskan bahwa fenomena ini bukan sekadar keinginan individu untuk mencari peluang lebih baik di luar negeri, tetapi sebuah bentuk perlawanan generasi muda terhadap kebijakan ketenagakerjaan yang tidak memadai.
"Kaum muda sudah berjuang mati-matian, sekolah dengan biaya yang mahal, berusaha mendapatkan keterampilan yang layak. Namun, ketika mereka lulus, mereka disambut oleh minimnya lapangan kerja. Ini adalah bentuk perlawanan, karena mereka merasa tidak mendapat tempat di negerinya sendiri," ujar Said Iqbal.
Kenapa Anak Muda Memilih "Kabur"?
Krisis ketenagakerjaan di Indonesia bukan fenomena baru, namun kondisinya semakin diperparah dengan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak memberikan solusi konkret. Said Iqbal menyoroti beberapa aspek yang membuat anak muda semakin kehilangan harapan dan lebih memilih mencari pekerjaan di luar negeri:
-
Minimnya Lapangan Pekerjaan
Data menunjukkan bahwa pertumbuhan lapangan pekerjaan tidak sebanding dengan jumlah lulusan baru. Sektor industri dan jasa tidak mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, sementara banyak perusahaan melakukan efisiensi yang berujung pada pengurangan tenaga kerja. -
Upah yang Tidak Sebanding dengan Kualifikasi
Gaji rendah untuk lulusan sarjana menjadi salah satu faktor utama migrasi tenaga kerja ke luar negeri. Said menyoroti bahwa bahkan lulusan dari kampus ternama seperti UI, ITB, UGM, hingga IPB sering kali hanya mendapatkan upah di batas minimum regional."Bayangkan, lulusan S1 dari kampus-kampus terbaik masih menerima upah minimum. Ini keterlaluan. Sekolah mahal, penuh perjuangan, tapi ketika masuk dunia kerja, penghargaan terhadap kompetensi mereka rendah," ujar Said dengan nada geram.
-
Ketidakpastian Ekonomi & Kebijakan Pemerintah yang Kontroversial
Munculnya kebijakan-kebijakan kontroversial di awal pemerintahan Prabowo Subianto turut memicu keresahan. Mulai dari pembatasan penjualan gas elpiji 3 kg, yang berdampak pada masyarakat ekonomi menengah ke bawah, hingga kebijakan efisiensi anggaran yang berimbas pada pengurangan karyawan di beberapa sektor. -
Daya Tarik Pekerjaan di Luar Negeri
Dibandingkan bertahan dengan gaji rendah dan ketidakpastian kerja, banyak anak muda lebih memilih untuk bermigrasi ke negara lain seperti Malaysia, Singapura, Jepang, hingga Eropa. Upah yang lebih tinggi, fasilitas kerja yang lebih baik, serta lingkungan profesional yang lebih menjanjikan menjadi faktor pendorong utama."Di luar negeri, tenaga kerja dihargai sesuai kemampuan dan produktivitas mereka. Tidak seperti di Indonesia, di mana upah sering kali tidak mencerminkan keahlian yang dimiliki seseorang," tambah Said.
Tren #KaburAjaDulu di Media Sosial
Di platform media sosial, terutama X (sebelumnya Twitter), tagar #KaburAjaDulu ramai digunakan oleh generasi muda yang mencurahkan kekecewaan mereka terhadap kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Banyak di antara mereka yang membagikan pengalaman pribadi, keluhan tentang gaji rendah, serta rencana untuk mencari pekerjaan di luar negeri.
Misalnya, salah satu pengguna menulis:
"Lulusan ITB, pengalaman kerja 2 tahun, tapi gaji masih UMR. Mending cari peluang di Jepang. #KaburAjaDulu"
Pengguna lain menambahkan:
"Kerja di Indonesia? Gaji nggak cukup buat hidup, harga kebutuhan naik terus. Udah ah, cari kerja di Eropa. #KaburAjaDulu"
Apa Solusi dari Pemerintah?
Hingga saat ini, belum ada respons konkret dari pemerintah terkait tren migrasi tenaga kerja ini. Namun, banyak pihak berharap agar kebijakan ke depan lebih berpihak pada tenaga kerja muda, termasuk:
- Menciptakan lebih banyak lapangan kerja berkualitas
- Menaikkan standar upah minimum bagi lulusan sarjana
- Memberikan insentif bagi perusahaan yang merekrut tenaga kerja lokal
- Meningkatkan akses informasi terkait peluang kerja di dalam negeri
Jika tren ini terus berlanjut tanpa ada solusi dari pemerintah, bukan tidak mungkin Indonesia akan menghadapi brain drain—di mana tenaga kerja terampil lebih memilih bekerja di luar negeri, sementara di dalam negeri justru mengalami krisis SDM berkualitas.
Tren #KaburAjaDulu adalah alarm keras bagi pemerintah untuk segera bertindak. Jika anak muda terus kehilangan harapan, siapa yang akan membangun masa depan Indonesia?
(Mond)
#KaburAjaDulu #Nasional #PartaiBuruh