Ketika Polisi Menipu Polisi: Skandal Rp 850 Juta yang Berakhir Damai
Ilustrasi polisi. Foto: Shutterstock
D'On, Medan, Sumatera Utara – Sebuah kasus penipuan yang melibatkan dua personel kepolisian dari Polda Sumatera Utara akhirnya berakhir damai melalui mekanisme restorative justice. Kasus ini mencuat setelah seorang anggota kepolisian, Bripka S, tertipu dengan janji manis dari rekannya, Ipda RS, yang menjanjikan kelulusan dalam sekolah perwira dengan imbalan ratusan juta rupiah.
Namun, kenyataan berbicara lain. Bukannya mendapatkan promosi ke jenjang perwira, Bripka S justru mendapati dirinya menjadi korban penipuan, sementara Ipda RS sendiri berhasil meraih pangkat perwira. Kasus ini sempat menjadi sorotan di kalangan kepolisian dan masyarakat, hingga akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan.
Janji Manis yang Berujung Pahit
Kasus ini bermula pada Desember 2023, ketika Bripka S—yang memiliki impian untuk naik pangkat ke perwira—tergiur dengan tawaran Ipda RS. Dengan jaminan keberhasilan, Ipda RS meminta uang sebesar Rp 600 juta kepada Bripka S sebagai "biaya kelulusan."
Dengan harapan tinggi, Bripka S menyerahkan uang tersebut. Namun, ketika hasil seleksi diumumkan pada gelombang pertama, namanya tidak muncul dalam daftar kelulusan. Kecewa, ia langsung menghubungi Ipda RS untuk meminta penjelasan.
Ipda RS pun berusaha meyakinkan bahwa peluang masih ada. Ia berjanji bahwa Bripka S akan lulus di gelombang kedua yang dijadwalkan berlangsung pada April 2024. Namun, ketika pengumuman gelombang kedua tiba, Bripka S kembali mengalami kegagalan. Harapannya hancur, dan uang yang telah diberikan pun tak kunjung kembali.
Dalam kondisi kecewa dan merasa tertipu, Bripka S akhirnya menuntut Ipda RS untuk mengembalikan uangnya. Namun, alih-alih memenuhi janji, Ipda RS justru mengulur-ulur waktu hingga akhirnya kasus ini mencuat ke ranah hukum.
Berakhir Damai, Tapi Bagaimana Nasib Uang Rp 850 Juta?
Setelah kasus ini berjalan cukup lama, akhirnya Bripka S dan Ipda RS memilih jalan damai melalui mekanisme restorative justice. Kesepakatan ini diumumkan oleh kuasa hukum korban, Olsen L. Tobing dan Boy Raja Marpaung, melalui unggahan di akun Instagram Polda Sumut.
"Dapat kami sampaikan bahwa perkara ini telah selesai dan berakhir secara kekeluargaan," ujar kuasa hukum korban.
Meski begitu, tidak ada kejelasan apakah uang yang telah diberikan oleh Bripka S akan dikembalikan oleh Ipda RS. Dalam pernyataannya, kuasa hukum korban hanya menekankan bahwa kesepakatan damai ini terjadi tanpa adanya tekanan dari pihak mana pun.
"Kesepakatan ini dilakukan atas dasar kesadaran baik dari pihak pelapor maupun terlapor, tanpa unsur tekanan atau paksaan dari mana pun," tambahnya.
Fenomena "Jalur Belakang" di Institusi Kepolisian
Kasus ini menjadi sorotan bukan hanya karena melibatkan sesama anggota kepolisian, tetapi juga karena mengungkap adanya praktik "jalur belakang" dalam sistem rekrutmen perwira. Janji-janji kelulusan dengan imbalan uang bukanlah hal baru di lingkungan institusi tertentu, namun kasus ini menunjukkan bagaimana bahkan aparat penegak hukum pun bisa menjadi korban dari skema seperti ini.
Apakah ini akan menjadi kasus terakhir? Ataukah masih ada banyak korban lain yang mengalami hal serupa namun memilih diam?
Hingga kini, meskipun kasus ini berakhir damai, publik masih mempertanyakan bagaimana nasib uang Rp 850 juta yang telah berpindah tangan. Jika benar uang tersebut tidak dikembalikan, maka ini bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
Kasus ini bisa menjadi pelajaran penting bahwa dalam institusi mana pun, integritas dan transparansi adalah hal yang mutlak diperlukan. Apalagi dalam profesi seperti kepolisian, di mana kepercayaan publik adalah aset utama yang harus dijaga.
(Mond)
#PolisiTipuPolisi #Polri