Kronologi Misteri Kematian Rahmat Vaisandri: Dari Tuduhan Pencurian hingga Pengeroyokan Maut
Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2024).
D'On, Jakarta – Rahmat Vaisandri (29), pria asal Lubuk Basung, Sumatera Barat, kehilangan nyawanya setelah mengalami pengeroyokan brutal di sebuah proyek pembangunan ruko di Jakarta Timur. Tuduhan pencurian menjadi awal dari tragedi ini, tetapi pertanyaan besar muncul: bagaimana seorang pria yang masih hidup saat diserahkan ke polisi akhirnya meninggal dunia dalam keadaan mengenaskan?
Kasus ini mengguncang publik hingga mendapat perhatian Komisi III DPR yang meminta kepolisian mengusutnya secara tuntas. Polres Metro Jakarta Timur pun bergerak cepat, menelusuri setiap detail peristiwa yang mengarah pada kematian Rahmat. Kapolres Jakarta Timur, Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly, dalam konferensi pers di Mapolres Jakarta Timur, Senin (3/2), memaparkan kronologi kejadian yang mengerikan ini.
Malam Kelam di Proyek Ruko Zima
20 Oktober 2024 | Pukul 04.00 WIB
Saat fajar belum menyingsing, Rahmat Vaisandri ditangkap oleh sejumlah orang di proyek pembangunan Ruko Zima. Ia dituduh mencuri sebuah ponsel dan dompet. Tidak ada ruang bagi pembelaan, tidak ada kesempatan untuk menjelaskan.
Di tengah amarah dan kecurigaan, sekelompok orang menghakimi Rahmat dengan tangan mereka sendiri. Pukulan demi pukulan menghujani tubuhnya, hingga ia terkapar dalam kondisi mengenaskan. Darah mungkin sudah mengalir, tulang-tulang mungkin sudah retak.
Akhirnya, dalam kondisi babak belur nyaris tak bernyawa, Rahmat diserahkan ke Polsek Pasar Rebo. Namun, yang seharusnya menjadi perlindungan hukum justru tidak bisa menyelamatkannya dari nasib tragis.
Pukul 05.00 WIB
Hanya satu jam setelah tiba di kantor polisi, kondisi Rahmat semakin memburuk. Ia tidak sadarkan diri—mungkin akibat pendarahan internal, mungkin akibat cedera fatal yang dideritanya. Polisi segera melarikannya ke RS Polri Kramat Jati. Di ruang gawat darurat, tim medis berusaha menangani luka-lukanya. Permohonan visum langsung diajukan, mengindikasikan betapa parahnya kondisi korban.
Pukul 05.28 WIB
Di saat Rahmat berjuang antara hidup dan mati, laporan polisi resmi dibuat oleh seseorang berinisial PA, yang mengklaim sebagai korban pencurian. Penyelidikan pun dimulai, dengan anggota Reskrim Polsek Pasar Rebo memeriksa PA serta saksi lain bernama AR. Namun, perhatian utama seharusnya tertuju pada satu hal: apakah Rahmat bisa bertahan?
Dua Hari di Ambang Kematian
21 Oktober 2024 | Pukul 11.00 WIB
Tim dokter memutuskan untuk melakukan operasi pada Rahmat. Ada gumpalan darah di belakang kepalanya—indikasi kuat bahwa ia mengalami trauma serius akibat kekerasan. Prosedur medis dilakukan, tetapi harapan semakin menipis.
22 Oktober 2024
Setelah operasi, Rahmat dipindahkan dari ICU ke ruang rawat biasa. Mungkin ada secercah harapan, mungkin tubuhnya masih berusaha bertahan.
23 Oktober 2024 | Pukul 08.00 WIB
Pagi yang dingin menjadi saksi bisu akhir dari penderitaan Rahmat Vaisandri. Tim medis RS Polri menyatakan bahwa nyawanya tidak bisa diselamatkan. Ia meninggal dunia.
Namun, bagi publik dan keluarganya, kematian ini menyisakan pertanyaan besar. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini benar hanya kasus pencurian yang berujung nahas, atau ada kekejaman yang lebih besar di baliknya?
Perburuan Pelaku Dimulai
24 Oktober 2024
Polsek Pasar Rebo akhirnya membuat laporan polisi model A—sebuah laporan yang dibuat berdasarkan temuan polisi sendiri, bukan dari laporan masyarakat. Artinya, polisi mengakui adanya dugaan tindak pidana dalam kematian Rahmat. Permohonan autopsi pun diajukan untuk mengungkap penyebab pasti kematiannya.
Pemeriksaan saksi-saksi dilakukan. Ada sekuriti proyek, pekerja bangunan, hingga keluarga korban yang memberikan keterangan. Dari sinilah, perlahan-lahan gambaran tragedi ini mulai terlihat.
Satu per Satu, Para Pelaku Ditangkap
10 Januari 2025
Setelah hampir tiga bulan penyelidikan, polisi menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus pengeroyokan yang menyebabkan kematian Rahmat Vaisandri. Empat orang pertama yang ditangkap adalah H, AAB, S, dan MM.
Para pelaku ini dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan yang menyebabkan kematian, serta Pasal 351 Ayat 3 KUHP tentang penganiayaan berat yang berujung kematian. Hukuman maksimal yang mengancam mereka adalah penjara 12 tahun.
Namun, yang lebih mengejutkan—di antara para tersangka, ada satu anggota kepolisian yang seharusnya melindungi hukum, tetapi justru terlibat dalam tindak kekerasan ini. Ia ditahan di Rutan Korbrimob Polri, sementara sembilan tersangka lainnya dijebloskan ke Rutan Polres Metro Jakarta Timur.
21 Januari 2025
Dua tersangka lainnya, WA dan Y, berhasil diamankan.
29 Januari 2025
Tiga nama baru ditambahkan dalam daftar tersangka: IS, PA, dan SF.
31 Januari 2025
Tersangka ke-10, berinisial O, akhirnya ditangkap.
Hingga saat ini, polisi telah memeriksa 12 saksi dan menahan 10 tersangka.
Keadilan untuk Rahmat?
Kasus ini masih jauh dari selesai. Meskipun para pelaku telah diamankan, pertanyaan mendasar tetap menggantung: mengapa hukum tidak berjalan sejak awal? Mengapa Rahmat harus meregang nyawa sebelum keadilan ditegakkan?
Apakah benar ia mencuri, ataukah ada kesalahpahaman yang berujung pada amuk massa? Jika ia memang bersalah, mengapa hukuman yang diterimanya bukan proses hukum, melainkan kematian tragis?
Keluarga Rahmat, masyarakat, dan bahkan Komisi III DPR menuntut kejelasan. Mereka tidak hanya ingin melihat para pelaku dihukum, tetapi juga ingin memastikan kejadian serupa tidak terulang.
Kasus Rahmat Vaisandri adalah pengingat kelam tentang bahaya main hakim sendiri, tentang bagaimana satu tuduhan bisa berujung pada nyawa yang melayang.
Kini, bola ada di tangan hukum. Apakah keadilan benar-benar akan ditegakkan, ataukah kasus ini akan menjadi satu dari sekian banyak tragedi yang perlahan-lahan akan dilupakan?
(Mond)
#Viral #RahmatVaisandri #Pembunuhan #Kriminal #Pengeroyokan