Breaking News

Kunjungan Inspektur II Kemendagri ke Aceh Besar: Membongkar Konflik Sekda dan Kebijakan Kontroversial

Kantor Pemerintahan Kabupaten Aceh Besar

D'On, Aceh Besar
-
Konflik politik di Kabupaten Aceh Besar semakin memanas setelah Inspektur II Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turun langsung ke daerah tersebut pada Minggu, 2 Februari 2025. Kehadirannya diduga erat kaitannya dengan polemik pencopotan Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Besar, Sulaimi, yang berbuntut panjang hingga berdampak pada jalannya pemerintahan daerah.

Latar Belakang: Pergantian Sekda yang Sarat Kontroversi

Polemik ini berawal dari keputusan Penjabat (Pj) Bupati Aceh Besar, Iswanto, yang secara tiba-tiba mencopot Sulaimi dari jabatannya sebagai Sekda dan menunjuk Bahrul Jamil sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekda. Pergantian ini memicu pertanyaan besar di kalangan publik, terutama mengenai prosedur dan etika dalam pengambilan keputusan tersebut.

Dugaan bahwa pencopotan ini dilakukan tanpa proses yang transparan dan melanggar etika birokrasi semakin diperkuat dengan sikap Sulaimi yang menolak menandatangani Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) tahun 2025. Sikap ini diduga sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dinilainya tidak sah dan tidak sesuai dengan mekanisme administrasi pemerintahan yang berlaku.

Akibat dari belum ditandatanganinya dokumen anggaran tersebut, ribuan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Besar serta anggota DPRK Aceh Besar mengalami keterlambatan gaji hingga tanggal 2 Februari 2025. Padahal, sesuai aturan, gaji PNS seharusnya sudah diterima sejak 1 Februari 2025.

Intervensi Kemendagri: Misi Inspektur II ke Aceh Besar

Situasi yang semakin pelik ini menarik perhatian Kemendagri, yang akhirnya mengutus Inspektur II Itjen Kemendagri untuk turun tangan langsung ke Aceh Besar. Kunjungan ini memunculkan spekulasi bahwa pemerintah pusat ingin memastikan bahwa roda pemerintahan daerah tetap berjalan dengan baik dan persoalan ini segera diselesaikan tanpa merugikan masyarakat.

Pada Minggu sore, 2 Februari 2025, Pj Bupati Iswanto bersama timnya menggelar pertemuan di Gedung Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) yang berlokasi di Gani, Ingin Jaya. Pertemuan tersebut diyakini membahas secara intensif permasalahan yang terjadi, terutama terkait kebuntuan anggaran yang berimbas pada kesejahteraan pegawai daerah. Namun, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari Pemkab Aceh Besar mengenai hasil pertemuan tersebut.

Dugaan Pemborosan Anggaran di Tengah Krisis

Di tengah situasi anggaran yang masih menggantung, publik juga dibuat geger dengan keputusan Pj Bupati Aceh Besar yang justru mengeluarkan Surat Perintah Tugas (SPT) Nomor 094/052025 tanggal 16 Januari 2025 untuk perjalanan dinas ke Lombok. Ironisnya, perjalanan dinas ini dilakukan meskipun Presiden Prabowo telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 01 Tahun 2025 yang memerintahkan efisiensi anggaran, termasuk pemotongan anggaran perjalanan dinas (SPPD) hingga 50 persen.

Langkah Pj Bupati yang tetap menyetujui dan bahkan memimpin delegasi yang terdiri dari 10 orang ke Lombok semakin menambah tanda tanya besar. Di satu sisi, anggaran daerah belum dicairkan karena RKA-DPA belum ditandatangani, tetapi di sisi lain, pengeluaran untuk perjalanan dinas tetap dilakukan. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa kebijakan ini lebih mengutamakan kepentingan tertentu dibandingkan kepentingan pelayanan publik dan kesejahteraan pegawai.

Dinamika Politik yang Makin Memanas

Kisruh pencopotan Sekda, penundaan gaji PNS, hingga dugaan pemborosan anggaran semakin memperkeruh suasana politik di Aceh Besar. Masyarakat dan berbagai pihak pun mulai mempertanyakan transparansi serta akuntabilitas kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah.

Hingga saat ini, wartawan telah berupaya menghubungi berbagai pihak terkait untuk mendapatkan klarifikasi, baik dari Pemkab Aceh Besar maupun pihak Kemendagri. Namun, belum ada pernyataan resmi yang diberikan, meninggalkan publik dalam ketidakpastian mengenai kelanjutan permasalahan ini.

Dengan adanya intervensi dari Kemendagri, publik berharap konflik ini dapat segera menemukan titik terang, sehingga stabilitas pemerintahan di Aceh Besar dapat kembali pulih dan pelayanan terhadap masyarakat tidak terganggu.

Apa Selanjutnya?

Apakah Inspektur II Kemendagri akan merekomendasikan tindakan tegas terhadap kebijakan yang dianggap bermasalah? Bagaimana langkah selanjutnya yang akan diambil oleh Pj Bupati Iswanto dalam menyikapi tekanan dari berbagai pihak? Yang pasti, mata publik kini tertuju pada perkembangan kasus ini, yang tidak hanya menjadi permasalahan lokal, tetapi juga dapat menjadi cerminan dari dinamika pemerintahan daerah di Indonesia.

(Mond)

#AcehBesar #Pemerintahan #Kemendagri #KonflikPemerintahan