Breaking News

Menyelami Kasus Dugaan Korupsi Dana CSR Bank Indonesia: KPK Periksa Pejabat BI dan OJK


D'On, Jakarta
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin dalam menelusuri dugaan korupsi dalam penyalahgunaan dana corporate social responsibility (CSR) yang berasal dari Bank Indonesia (BI). Sejumlah nama dari lingkaran BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah dipanggil untuk dimintai keterangan, seiring dengan langkah-langkah agresif KPK dalam mengungkap aliran dana yang disinyalir melenceng dari tujuan sebenarnya.

Pada Senin (10/2), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap lima saksi kunci, yang terdiri dari empat pejabat BI dan OJK serta satu orang dari pihak yayasan yang diduga menerima aliran dana CSR tersebut.

“Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dana CSR di Bank Indonesia,” ungkap Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya kepada wartawan.

Kelima saksi yang dipanggil untuk diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, adalah:

  1. Tri Subandoro, Analis Implementasi PSBI Bank Indonesia
  2. Erwin Haryono, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (2021–2024)
  3. Indarto Budiwitono, Eks Kepala Departemen Pengendalian Kualitas dan Pengembangan Pengawasan Perbankan OJK
  4. Enrico Hariantoro, Kepala Departemen Sekretariat Dewan Komisioner dan Hubungan Kelembagaan OJK (Oktober 2022–Februari 2024)
  5. Fatimatuzzahroh, Bendahara Yayasan Abhinaya Dua Lima

KPK masih merahasiakan materi yang akan digali dari pemeriksaan ini. Namun, dugaan yang berkembang mengarah pada kemungkinan bahwa dana CSR yang seharusnya digunakan untuk kepentingan sosial justru disalurkan ke pihak-pihak yang tidak berhak.

Jejak Penggeledahan: Dari Kantor Gubernur BI hingga Rumah Anggota DPR

Sebelumnya, KPK telah melakukan serangkaian penggeledahan di berbagai lokasi yang diduga memiliki keterkaitan dengan kasus ini. Salah satu penggeledahan paling mencolok terjadi di ruang kerja Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, pada Senin, 16 Desember 2024. Operasi ini memunculkan pertanyaan besar mengenai seberapa dalam keterlibatan pejabat tinggi BI dalam kasus ini.

Tak berhenti di BI, KPK juga melakukan penggeledahan di Kantor OJK pada Jumat, 19 Desember 2024. Meski belum ada konfirmasi mengenai direktorat mana yang menjadi target, langkah ini menunjukkan bahwa skandal CSR BI mungkin melibatkan jaringan yang lebih luas dari sekadar internal BI.

Penggeledahan semakin menarik perhatian ketika KPK menyasar rumah anggota DPR RI 2024–2029 dari Fraksi Gerindra, Heri Gunawan, yang berlokasi di Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Penggeledahan dilakukan sejak Rabu (5/2) malam hingga Kamis (6/2) dini hari, dan dari lokasi ini, KPK menyita sejumlah dokumen serta barang bukti elektronik yang dapat mengungkap aliran dana CSR tersebut.

Heri Gunawan Diperiksa: Apa Perannya dalam Kasus Ini?

Nama Heri Gunawan semakin menjadi sorotan setelah ia dipanggil KPK sebagai saksi pada Jumat, 27 Desember 2024. Saat keluar dari ruang pemeriksaan, Heri mengungkapkan bahwa ia mendapat lima pertanyaan dari penyidik terkait dana CSR BI.

Dalam keterangannya, Heri mengakui adanya kerja sama antara Bank Indonesia dan Komisi XI DPR RI, yang membidangi keuangan dan perbankan, dalam program CSR. Namun, ia enggan merinci lebih lanjut peran dirinya maupun sejauh mana keterlibatan pihak legislatif dalam distribusi dana CSR tersebut.

Modus Operandi: Bagaimana Dana CSR Diduga Disalahgunakan?

KPK saat ini masih menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum, yang berarti belum ada tersangka resmi dalam kasus ini. Namun, dari berbagai pernyataan pejabat KPK, muncul indikasi kuat bahwa dana CSR yang dikelola BI telah disalurkan ke entitas yang tidak seharusnya menerimanya.

Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Rudi Setiawan, menjelaskan bahwa sebagian dana CSR tersebut diberikan kepada pihak-pihak yang tidak memiliki kelayakan atau kepentingan sosial yang jelas.

"Jadi BI itu punya dana CSR, kemudian beberapa persen dari dana tersebut diberikan ke pihak yang tidak proper. Kurang lebih seperti itu," ujar Rudi kepada wartawan pada Selasa, 17 Desember 2024.

Pernyataan ini diperkuat oleh Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, yang menegaskan bahwa dana CSR harusnya digunakan untuk kegiatan sosial yang jelas manfaatnya bagi masyarakat, seperti pembangunan rumah, tempat ibadah, jalan, atau jembatan.

"Kalau dana CSR digunakan sesuai peruntukannya, tidak ada masalah. Masalah muncul ketika dana itu disalurkan untuk kepentingan yang tidak seharusnya," kata Asep pada Rabu, 18 September 2024.

Salah satu dugaan kuat dalam kasus ini adalah bahwa dana CSR disalurkan ke yayasan yang tidak memiliki transparansi dalam pengelolaannya. Yayasan Abhinaya Dua Lima, di mana bendaharanya, Fatimatuzzahroh, turut diperiksa, diduga menjadi salah satu penerima dana tersebut.

Menanti Pengungkapan Lebih Lanjut

Kasus dugaan korupsi CSR Bank Indonesia ini semakin menarik perhatian publik, mengingat besarnya dana yang dikelola BI untuk kegiatan sosial. Dengan adanya dugaan penyalahgunaan, publik tentu menuntut transparansi dan akuntabilitas dari para pihak yang terlibat.

Meskipun hingga kini belum ada tersangka resmi, langkah-langkah agresif KPK—mulai dari pemanggilan saksi, penggeledahan di berbagai lokasi strategis, hingga penyitaan barang bukti—menunjukkan bahwa kasus ini sedang menuju titik terang.

Apakah kasus ini akan menyeret pejabat tinggi di Bank Indonesia, OJK, atau bahkan legislatif? Siapa sebenarnya pihak yang diuntungkan dari aliran dana CSR yang melenceng ini? Publik tentu menantikan jawaban dari penyelidikan yang tengah berlangsung.

(Mond)

#KPK #KorupsiDanaCSRBankIndonesia #Korupsi #BankIndonesia #OJK