Polemik Permintaan Maaf Band Sukatani: Empat Anggota Ditsiber Polda Jateng Diperiksa Propam
Gedung Mabes Polri.
D'On, Jakarta - Kontroversi seputar permintaan maaf band indie Sukatani terus bergulir. Kini, empat anggota Direktorat Siber (Ditsiber) Polda Jawa Tengah tengah menjalani pemeriksaan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Langkah ini diambil setelah publik ramai mempertanyakan apakah ada tekanan dari aparat terhadap band asal Purbalingga itu.
“Kami sampaikan, sejumlah empat personel Subdit I Ditreskrimsiber Polda Jateng telah diperiksa oleh Subbidpaminal Bidpropam Polda Jateng dan didukung oleh Biropaminal Divpropam Polri,” tulis akun resmi @Divpropam di platform X pada Sabtu (22/2).
Selain pemeriksaan terhadap anggota polisi, Polri juga menegaskan bahwa mereka menjamin keamanan personel band Sukatani. “Perlu ditegaskan bahwa kami menjamin perlindungan dan keamanan dua personel band Sukatani,” lanjut pernyataan resmi tersebut.
Latar Belakang: Lagu ‘Bayar Bayar Bayar’ dan Dugaan Intervensi
Kasus ini bermula dari viralnya lagu Bayar Bayar Bayar yang dinyanyikan oleh Sukatani. Lirik lagu tersebut memuat frasa ‘Bayar Polisi’, yang kemudian menuai perhatian publik dan aparat kepolisian. Setelah lagu itu mendapat respons luas di media sosial, Sukatani secara tiba-tiba mengunggah video permintaan maaf pada Kamis (20/2).
Namun, permintaan maaf tersebut justru memicu dugaan baru di kalangan warganet. Banyak yang menduga bahwa band ini mengalami tekanan atau intervensi dari pihak kepolisian agar menyampaikan pernyataan tersebut.
Menanggapi spekulasi tersebut, Polda Jawa Tengah segera mengeluarkan klarifikasi. Melalui Kabid Humas Kombes Pol Artanto, mereka membantah telah melakukan pemaksaan terhadap band Sukatani.
“Iya, kemarin (Kamis, 20 Februari) kami melakukan klarifikasi terhadap band Sukatani karena lagunya viral. Kami hanya mendatangkan mereka untuk mengetahui tujuan dari pembuatan lagu tersebut,” ujar Kombes Pol Artanto.
Dugaan Tekanan dan Respons Publik
Meski Polda Jateng membantah adanya intervensi, publik tetap mempertanyakan bagaimana proses pertemuan antara aparat dan band Sukatani berlangsung. Dalam berbagai forum diskusi daring, banyak warganet yang menilai ada tekanan tersirat yang memaksa band tersebut untuk meminta maaf.
Beberapa pengamat hukum dan kebebasan berekspresi pun mulai angkat suara. Mereka menekankan bahwa kritik terhadap institusi negara, termasuk kepolisian, adalah bagian dari kebebasan berpendapat yang dilindungi oleh undang-undang.
“Sebuah lagu dengan kritik sosial seharusnya dipandang sebagai bentuk ekspresi masyarakat, bukan malah menjadi alasan untuk dipanggil oleh aparat,” ujar salah satu aktivis kebebasan berpendapat yang enggan disebut namanya.
Langkah Lanjutan: Propam dan Pengawasan Publik
Kini, dengan pemeriksaan terhadap empat anggota Ditsiber Polda Jateng, publik semakin menantikan transparansi dalam penyelidikan ini. Apakah benar ada unsur tekanan terhadap Sukatani? Ataukah ini hanya bagian dari prosedur klarifikasi biasa?
Polri berjanji akan menindaklanjuti kasus ini dengan objektif. Namun, bagi masyarakat, kasus ini telah membuka kembali diskusi lebih luas tentang batasan antara kebebasan berekspresi dan respons aparat dalam menanggapi kritik yang datang dari rakyat.
Polemik ini kemungkinan masih akan berlanjut, terutama jika hasil pemeriksaan Propam memberikan temuan baru yang bisa semakin memperjelas duduk perkara sesungguhnya.
(Mond)
#Sukatani #PropamPolri #Kontroversi