Breaking News

Sidang Praperadilan Hasto Kristiyanto: Pengakuan Menggemparkan Mantan Anggota Bawaslu yang Menguak Tawaran Suap Rp 2 Miliar

Mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina mengaku sempat ditawari uang Rp 2 miliar sebelum menjalani pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menjadi saksi sidang praperadilan Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

D'On, Jakarta
– Dalam dunia hukum dan politik yang sarat intrik, sering kali muncul pengakuan mengejutkan yang mengungkap sisi gelap dari kekuasaan. Salah satunya terkuak dalam sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (7/2/2025). Sidang tersebut menghadirkan Agustiani Tio Fridelina, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sebagai saksi kunci atas kasus yang menjerat Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP).

Duduk di kursi saksi, Tio dengan nada suara tegas dan mantap mengisahkan sebuah pertemuan yang terjadi setelah ia meminta penundaan pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Semula, ia dijadwalkan diperiksa pada akhir Desember 2024, namun Tio meminta penundaan hingga awal Januari 2025. Penundaan itu, tanpa disangka, membuka pintu bagi pertemuan mencurigakan yang mengguncang integritasnya.

“Setelah saya minta penundaan pemeriksaan menjadi 6 Januari, ada orang yang ingin bertemu dengan saya. Kami bertemu di luar karena saya tidak ingin bertemu di rumah. Orang ini mengaku mendapat nomor saya dari teman,” kisah Tio di hadapan hakim.

Pertemuan itu, yang digagas dengan penuh kehati-hatian, menyisakan cerita mencengangkan. Sosok yang menemui Tio bukan sekadar menawarkan bantuan, namun menggiring ke arah transaksi kotor—sebuah tawaran uang sebesar Rp 2 miliar dengan syarat Tio berbicara "jujur" kepada KPK.

"Dia meminta saya untuk bicara yang sejujurnya. Namun, kemudian ada iming-iming, katanya 'tenang saja, ekonomi Bu Tio nanti diperbaiki'," ungkap Tio, menggambarkan betapa nyata godaan untuk mengorbankan integritas di hadapan uang yang menggiurkan.

Namun, Tio yang teguh memegang prinsip, menolak tawaran tersebut. “Saya bilang, 'maaf Mas, saya sudah menceritakan yang sejujurnya. Jika KPK memanggil, saya akan menjawab sesuai yang saya tahu' dan transaksi itu tidak pernah terjadi,” tegasnya, memperlihatkan keberanian seorang saksi yang memilih berdiri di sisi kebenaran.

Di balik kesaksian ini, tersingkap lebih luasnya kasus dugaan suap yang melibatkan Hasto Kristiyanto dan tangan kanannya, Donny Tri Istiqomah. Keduanya diduga kuat terlibat dalam upaya suap terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan, serta Agustiani Tio sendiri pada Desember 2019. Tujuannya jelas, demi meloloskan Harun Masiku—mantan calon legislatif PDIP—untuk ditetapkan sebagai anggota DPR periode 2019-2024.

Tak hanya berhenti di situ, Hasto juga diduga menghalang-halangi penyidikan kasus Harun Masiku, mencoba merintangi jalannya hukum yang sedang diupayakan KPK. Sebuah tindakan yang, jika terbukti, bisa memperdalam cengkeraman korupsi dalam demokrasi Indonesia.

Pengakuan Tio di persidangan ini tak hanya menambah lapisan baru pada kasus yang menjerat Hasto, tetapi juga memantik pertanyaan moral tentang seberapa jauh kekuasaan bersedia merogoh kantong untuk membeli kejujuran dan mengubah arah keadilan. Dalam dunia yang kian digerogoti korupsi, kisah Tio adalah pengingat bahwa setiap pilihan individu bisa menjadi benteng terakhir antara integritas dan kehancuran moral.

(Mond)

#KasusHastoKristiyanto #Hukum