Breaking News

Skandal Korupsi Pertamina: Pertamax Berbalut Pertalite, Rakyat Tertipu, Negara Merugi Ratusan Triliun

Tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina Patra Niaga yang diungkap Kejaksaan Agung, Senin (24/2/2025).

D'On, Jakarta
– Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya mengungkap praktik korupsi besar-besaran dalam tubuh Pertamina Patra Niaga yang mengguncang dunia perminyakan nasional. Skandal ini bukan sekadar penyimpangan administratif, tetapi sebuah konspirasi sistematis yang melibatkan pejabat tinggi, pengusaha, dan broker minyak demi meraup keuntungan ilegal.

Tak tanggung-tanggung, kejahatan ini berimbas pada kenaikan harga BBM yang membebani masyarakat serta menimbulkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp193,7 triliun. Modus operandi yang digunakan pun terbilang licik: mengimpor minyak berkualitas rendah, mencampurkannya untuk meningkatkan kadar oktan, dan menjualnya seolah-olah sebagai bahan bakar premium.

Kini, tujuh tersangka telah ditetapkan dalam kasus ini, termasuk pejabat tinggi Pertamina dan pelaku bisnis yang diduga menjadi dalang dalam praktik curang tersebut. Bagaimana skandal ini bisa terjadi? Apa dampaknya bagi masyarakat? Berikut penelusuran lengkapnya.

Permufakatan Jahat di Meja Rapat: Ketika Minyak Menjadi Alat Manipulasi

Skandal ini bermula dari keputusan para pejabat Pertamina Patra Niaga yang mengabaikan pasokan minyak dalam negeri dan memilih impor, meski Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional.

Dalam rapat strategis yang dihadiri Direktur Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock dan Produk Sani Dinar Saifuddin, serta Dirut PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi, diputuskan bahwa Indonesia akan lebih mengandalkan impor minyak mentah.

Namun, keputusan ini bukan karena alasan efisiensi atau kebutuhan pasar, melainkan hasil kesepakatan busuk dengan broker minyak.

"Ada mufakat jahat antara para tersangka sebelum tender dilakukan. Harga sudah diatur, keuntungan telah diperhitungkan, dan praktik mark-up menjadi bagian dari skema ini," ungkap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Abdul Qohar dalam konferensi pers pada Selasa (24/2/2025).

Tiga broker utama dalam skandal ini, yakni MK, DW, dan GRJ, berperan dalam merekayasa harga minyak sebelum tender resmi dibuka. Artinya, sejak awal, proses ini sudah dimanipulasi agar menguntungkan pihak tertentu, bukan untuk kepentingan masyarakat.

Minyak Oplosan: Pertamax yang Sebenarnya Pertalite

Lebih lanjut, Qohar mengungkap bahwa skema korupsi ini tidak berhenti di proses impor. Riva Siahaan dan rekan-rekannya memutuskan untuk membeli minyak mentah dengan kadar oktan RON 90—setara dengan Pertalite—tetapi mencatatnya sebagai Pertamax yang memiliki RON 92.

"Kemudian dilakukan blending di storage atau depo untuk menaikkan kadar oktan menjadi RON 92, padahal hal ini tidak diperbolehkan," ujar Qohar.

Secara sederhana, mereka membeli Pertalite, mengoplosnya, dan menjualnya dengan harga Pertamax. Keuntungan dari manipulasi ini mengalir ke kantong pribadi para pelaku, sementara negara dan masyarakat menjadi korban.

Dampaknya? Harga BBM yang lebih mahal dari seharusnya, kualitas bahan bakar yang tak sesuai standar, serta ketidakadilan bagi konsumen yang membayar lebih untuk produk yang tak sebanding dengan nilai yang mereka terima.

Mark-Up Biaya Pengiriman: Tambahan Beban yang Merugikan Negara

Selain skema oplosan BBM, kasus ini juga mencakup manipulasi biaya pengiriman minyak yang dikendalikan oleh Yoki Firnandi, Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.

Dalam praktik ini, biaya pengiriman minyak mentah sengaja digelembungkan hingga 13%-15% dari harga seharusnya. Dana ini kemudian dialihkan untuk kepentingan pribadi dan perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam skema ini.

Salah satu penerima keuntungan terbesar dari praktik mark-up ini adalah M. Kerry Andrianto Riza, yang dikenal sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa. Perusahaannya diduga menjadi perantara dalam permainan harga shipping yang menyebabkan negara harus mengeluarkan biaya lebih besar dari yang seharusnya.

Qohar menjelaskan bahwa manipulasi harga ini turut memengaruhi penetapan Harga Indeks Pasar (HIP) BBM. Akibatnya, harga BBM yang dijual kepada masyarakat menjadi lebih mahal, menciptakan dampak ekonomi yang luas, termasuk kenaikan harga barang dan jasa.

Kerugian Negara Rp193,7 Triliun: Salah Satu Skandal Terbesar dalam Sejarah Indonesia

Dengan seluruh rangkaian praktik ilegal ini, Kejaksaan Agung memperkirakan bahwa kerugian negara akibat skandal ini mencapai Rp193,7 triliun.

Angka ini mencerminkan dampak ekonomi yang luar biasa, mengingat BBM merupakan komoditas utama yang berpengaruh langsung terhadap kehidupan masyarakat.

Tak hanya merugikan keuangan negara, kasus ini juga menimbulkan krisis kepercayaan terhadap pengelolaan sektor energi nasional. Pertamina, sebagai perusahaan milik negara yang seharusnya menjadi tulang punggung ketahanan energi Indonesia, justru menjadi lahan basah bagi praktik korupsi yang merajalela.

Sebagai bagian dari penyelidikan, Kejagung telah menyita berbagai dokumen dan bukti elektronik yang memperkuat dugaan keterlibatan para tersangka. Pemeriksaan lebih lanjut terhadap saksi dan ahli terus dilakukan untuk memastikan semua pelaku dalam kasus ini mendapatkan hukuman yang setimpal.

Skandal yang Mengkhianati Kepercayaan Publik

Skandal korupsi ini bukan sekadar kasus biasa. Ini adalah pengkhianatan terhadap rakyat yang setiap hari bergantung pada BBM untuk beraktivitas, bekerja, dan menjalankan bisnis mereka.

Dengan harga BBM yang sengaja dimanipulasi, masyarakat dipaksa membayar lebih mahal untuk sesuatu yang seharusnya lebih murah.

Pertanyaannya kini: Apakah para pelaku akan mendapat hukuman yang setimpal?

Dengan skala korupsi yang begitu besar, publik menantikan langkah tegas dari aparat hukum agar keadilan dapat ditegakkan. Jangan sampai kasus ini hanya menjadi sensasi sesaat tanpa ada perubahan nyata dalam tata kelola energi nasional.

Kita semua berhak atas transparansi, keadilan, dan harga BBM yang sesuai dengan nilai sebenarnya. Jangan biarkan rakyat terus menjadi korban permainan mafia minyak!

(Mond)

#Pertamina #Korupsi #Kejagung