"Tagar ‘Kabur Aja Dulu’ Menggema, Wamenaker: ‘Kalau Perlu Jangan Balik Lagi!’"
Wakil Menteri Tenaga Kerja Immanuel Ebenezer Gerungan menemui driver ojek online yang melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, 17 Februari 2025 (dok:Tempo)
D'On, Jakarta – Media sosial Indonesia kembali dihebohkan dengan tren baru: #KaburAjaDulu. Tagar ini bukan sekadar tren biasa, melainkan simbol kekecewaan yang mendalam terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan politik dalam negeri. Alih-alih meredam gejolak ini, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan justru memberikan pernyataan yang lebih mengejutkan.
"Mau kabur, kabur aja lah. Kalau perlu jangan balik lagi," ucap Immanuel tanpa ragu ketika ditemui di Jakarta Pusat pada Senin, 17 Februari 2025.
Pernyataan ini langsung memicu gelombang reaksi dari berbagai pihak. Ada yang menilai ucapannya sebagai bentuk ketidakpedulian pemerintah terhadap keresahan rakyat, sementara yang lain menganggapnya sebagai tantangan bagi generasi muda untuk mencari peluang di luar negeri.
Tagar ‘Kabur Aja Dulu’: Bentuk Kecewa atau Peluang Baru?
Gerakan #KaburAjaDulu bukan muncul tanpa alasan. Bagi banyak warga, terutama generasi muda, Indonesia dianggap semakin sulit untuk dijadikan tempat berkembang. Pemangkasan anggaran, ketidakpastian ekonomi, serta meningkatnya ketimpangan sosial menjadi pemicu utama.
Tak sedikit yang mulai mempertimbangkan untuk meninggalkan tanah air demi mencari kehidupan yang lebih baik. Bahkan, bagi sebagian kalangan, ‘kabur’ bukan lagi sekadar guyonan di media sosial, melainkan keputusan nyata yang mereka ambil demi masa depan.
Namun, bagi Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, perpindahan ke luar negeri seharusnya dilakukan secara legal dan aman.
"Ajakan untuk bekerja di luar negeri merupakan hak setiap warga negara. Namun, perlu diperhatikan adalah mengikuti prosedur yang legal dan aman," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis, 13 Februari 2025.
Reaksi Beragam: Antara Nasionalisme dan Realisme
Pernyataan Wamenaker yang cenderung menantang tentu tidak luput dari kritik. Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan Najamudin menilai tren #KaburAjaDulu sebagai fenomena yang berlawanan dengan semangat juang pemuda Indonesia.
"Anak muda Indonesia tidak memiliki DNA yang gampang putus asa dan menyerah dengan keadaan. Negara bangsa ini diperjuangkan dan dibangun oleh anak-anak muda," tegasnya dalam keterangan resmi pada Ahad, 16 Februari 2025.
Namun, Sultan juga memahami bahwa tagar ini tidak selalu bermakna negatif. Ia justru melihatnya sebagai peluang bagi generasi muda untuk mengembangkan karier di luar negeri tanpa harus kehilangan identitas sebagai orang Indonesia.
"Kami percaya tagar ‘Kabur Aja Dulu’ sesungguhnya merupakan sebuah ajakan dan peluang yang memungkinkan anak muda Indonesia untuk berkarier di luar negeri," tambahnya.
Kabur atau Bertahan? Pilihan di Tangan Rakyat
Fenomena ini membuka perdebatan besar: Haruskah generasi muda Indonesia ‘kabur’ mencari kehidupan yang lebih baik, atau tetap bertahan untuk memperbaiki kondisi negeri?
Di satu sisi, migrasi tenaga kerja ke luar negeri bisa menjadi solusi pragmatis bagi individu yang ingin mendapatkan gaji lebih tinggi dan pengalaman global. Namun di sisi lain, fenomena ini juga menunjukkan adanya masalah sistemik yang belum terpecahkan di dalam negeri mulai dari ketidakadilan ekonomi hingga kebijakan yang dinilai kurang berpihak pada rakyat.
Satu hal yang pasti, tren #KaburAjaDulu adalah lebih dari sekadar tagar ini adalah suara generasi yang menuntut perubahan. Dan apakah mereka memilih pergi atau bertahan, tanggung jawab tetap ada pada pemerintah untuk menjawab keresahan mereka.
(Mond)
#KaburAjaDulu #Wamenaker #Nasional