Tangis Perpisahan Seorang Jurnalis: PHK Massal TVRI dan Nestapa di Balik Kebijakan Efisiensi Anggaran
Dalam video yang diunggahnya, penyiar RRI Pro 2 Ternate melalui akun Instagram @aiinizzaa, mempertanyakan kesejahteraan para pekerja yang terdampak.
D'On, Yogyakarta - Langit Yogyakarta tampak mendung, seolah ikut merasakan kesedihan yang menyelimuti hati seorang jurnalis yang harus menutup lembaran hidupnya di dunia penyiaran. Yusuf Adhitya Putratama, yang selama tujuh tahun mengabdikan diri sebagai jurnalis TVRI Yogyakarta, kini harus menghadapi kenyataan pahit: pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menimpa dirinya dan ratusan pegawai lain di lembaga penyiaran publik.
Sebuah video yang kini viral di media sosial menangkap momen memilukan itu. Dalam rekaman yang beredar luas, Adhit begitu ia biasa disapa terlihat bersiap meninggalkan rumahnya untuk terakhir kalinya sebagai seorang jurnalis. Namun, pagi itu bukanlah pagi biasa. Suasana di rumahnya begitu sarat emosi.
Anaknya yang masih kecil menatapnya dengan kebingungan, seolah belum sepenuhnya memahami bahwa pagi itu akan menjadi awal dari sebuah perubahan besar dalam hidup keluarga mereka. Dengan suara bergetar, Adhit mencoba menenangkan diri dan orang-orang terdekatnya.
"Disyukuri, pasti ada keindahan, tenang saja," katanya, berusaha tetap kuat. Namun, nada suaranya mengandung kesedihan yang sulit disembunyikan.
Video tersebut diunggah oleh akun X @MurtadhaOne1 dan segera memantik gelombang simpati dari netizen. Banyak yang merasa pilu melihat sosok jurnalis berdedikasi harus mengakhiri perjalanannya bukan karena kesalahannya, melainkan karena kebijakan yang lebih besar dari dirinya—sebuah keputusan yang disebut-sebut sebagai imbas dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran.
Dari Jurnalis ke Pengusaha: Perjuangan Baru Setelah Kehilangan
Selama bertahun-tahun, Adhit telah menjadi saksi dan penyampai berbagai kisah dari lapangan. Ia pernah melaporkan tragedi terseretnya belasan wisatawan oleh ombak di Pantai Drini—sebuah peristiwa yang mengguncang publik dan menunjukkan betapa seriusnya risiko di perairan pesisir selatan. Kini, ironisnya, ia sendiri menjadi bagian dari sebuah kisah yang mengundang perhatian banyak orang: kisah seorang jurnalis yang kehilangan pekerjaannya akibat kebijakan pemerintah.
Namun, di tengah kepedihan itu, Adhit tidak ingin larut dalam keputusasaan. Ia berusaha mencari jalan baru. Dengan ketegaran yang luar biasa, ia memutuskan untuk menapaki dunia yang sama sekali berbeda: usaha kuliner.
"Yang terpenting, Allah pasti memberikan ganti yang lebih baik," ucapnya penuh keyakinan.
Selain merintis usaha di bidang makanan, ia juga berencana mengembangkan media sosial sebagai sumber mata pencaharian baru. Dunia digital yang sebelumnya hanya menjadi bagian dari pekerjaannya kini bisa menjadi ladang baru bagi rezekinya.
Dampak Sosial: Ratusan Pekerja Kehilangan Nafkah
Adhit bukan satu-satunya yang terkena dampak kebijakan ini. Ia mengungkapkan bahwa ratusan pegawai lain juga mengalami PHK akibat efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah. Keputusan ini menuai gelombang protes, terutama dari kalangan pekerja media yang selama ini mengabdikan hidup mereka untuk menyampaikan informasi kepada publik.
Melalui akun TikTok @aiinizzaa, Adhit menyampaikan pesan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto. Dengan suara yang tertahan oleh emosi, ia mengungkapkan kegundahannya tentang konsekuensi sosial dari kebijakan ini.
"Bapak, kami tahu bahwa efisiensi anggaran yang bapak lakukan bertujuan untuk mendukung program-program pemerintah, seperti makan gratis untuk anak-anak. Namun, sudahkah bapak berpikir bahwa ketika anak-anak menerima makan pagi yang bergizi, mereka pulang ke rumah dan mendapati orang tua mereka tidak mampu menyediakan makan siang dan makan malam karena kehilangan pekerjaan akibat kebijakan ini?"
Kalimat itu menusuk hati banyak orang. Sebuah ironi yang menyakitkan—di satu sisi, pemerintah berusaha menyejahterakan generasi muda dengan memastikan mereka mendapatkan asupan bergizi, namun di sisi lain, banyak orang tua justru kehilangan sumber penghasilan mereka.
Protes dari Penyiar RRI: “Di Mana Letak Kecintaan terhadap Rakyat?”
Gelombang keresahan tidak hanya datang dari Adhit. Seorang penyiar RRI Pro 2 Ternate juga menyuarakan kegelisahannya melalui akun Instagram @aiinizzaa. Dengan nada penuh keprihatinan, ia mempertanyakan kesejahteraan para pekerja yang kini terpaksa kehilangan pekerjaan demi efisiensi anggaran.
"Kami mengerti bahwa efisiensi anggaran bertujuan untuk mendukung berbagai program, tetapi bagaimana dengan kami yang harus kehilangan pekerjaan demi menjalankan program tersebut?" tanyanya.
Ia lalu melanjutkan dengan sebuah pertanyaan yang menohok:
"Menurut bapak, di mana letak kecintaan terhadap rakyat ketika satu sisi ada program makan gratis, tetapi di sisi lain banyak keluarga yang kehilangan sumber penghasilan?"
Ungkapan ini sontak mengundang diskusi luas di media sosial. Banyak netizen yang mengungkapkan rasa simpati mereka terhadap para pekerja yang terdampak. Ada yang meminta agar pemerintah mengkaji ulang kebijakan ini, ada pula yang menyarankan solusi alternatif agar efisiensi anggaran tidak dilakukan dengan cara yang menghancurkan mata pencaharian rakyat.
Masa Depan yang Tak Pasti
Kisah Adhit dan ratusan pekerja lainnya bukan hanya tentang PHK, melainkan tentang ketidakpastian hidup yang kini mereka hadapi. Apa yang akan terjadi pada mereka selanjutnya? Bagaimana mereka akan bertahan?
Di tengah berbagai pertanyaan itu, satu hal yang pasti: mereka tidak sendirian. Dukungan terus mengalir dari berbagai pihak, membuktikan bahwa di tengah badai, selalu ada tangan-tangan yang siap membantu mereka berdiri kembali.
Namun, pertanyaan terbesar yang masih menggantung di udara: apakah suara mereka akan sampai ke telinga pemerintah? Ataukah ini akan menjadi sekadar cerita pilu lain yang tenggelam dalam hiruk-pikuk kebijakan negara?
Yang jelas, bagi Yusuf Adhitya Putratama dan mereka yang senasib dengannya, perjalanan baru telah dimulai—dengan atau tanpa bantuan dari mereka yang berwenang.
(*)
#PHK #RRI #TVRI #EfisiensiAnggaran