Tragedi Kekerasan di Nias Selatan: Bocah 10 Tahun Dianiaya Tante, Hasil Rontgen Ungkap Fakta Mengejutkan
Kapolres Nias Selatan AKBP Ferry Mulyana melihat kondisi anak berusia 10 tahun yang diduga dianiaya keluarganya hingga kakinya bengkok. Foto: Polres Nias Selatan
D'On, Nias Selatan – Sebuah kisah memilukan kembali mencuat dari Nias Selatan. Seorang bocah perempuan berusia 10 tahun, berinisial NN, menjadi korban penganiayaan oleh tantenya sendiri, Dita Erna alias Dita. Kasus ini mengundang perhatian luas, terutama setelah beredar kabar bahwa kaki sang bocah mengalami patah tulang akibat perlakuan kejam tersebut. Namun, hasil pemeriksaan medis mengungkap fakta lain yang mengejutkan.
Kaki Bengkok Bukan Akibat Kekerasan, Tapi Kelainan Sejak Lahir
Ketika kasus ini mulai mencuat ke publik, beredar spekulasi bahwa NN mengalami cedera parah, termasuk dugaan patah tulang yang menyebabkan kakinya bengkok. Namun, Kapolres Nias Selatan AKBP Ferry Mulyana memastikan bahwa kondisi tersebut bukan akibat penganiayaan.
"Berdasarkan hasil rontgen, tidak ditemukan patah tulang akibat kekerasan. Hanya ada lebam berukuran 3 cm di paha kiri korban," jelas AKBP Ferry dalam keterangannya kepada wartawan pada Minggu (2/2).
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa hasil pemeriksaan radiologi menunjukkan kaki NN memang memiliki kelainan bawaan sejak lahir.
NN telah menjalani pemeriksaan medis sejak Kamis (30/1), termasuk rontgen dan perawatan dari tim khusus yang diterjunkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di salah satu rumah sakit di Nias.
Dita Resmi Jadi Tersangka, Kakek dan Paman Juga Dilaporkan
Polisi bertindak cepat dalam menangani kasus ini. Dita Erna kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Perempuan tersebut dijerat dengan Pasal 80 ayat 1 dan Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Jika terbukti bersalah, Dita terancam hukuman maksimal lima tahun penjara.
Namun, kasus ini tak berhenti di situ. Selain Dita, polisi juga tengah menyelidiki keterlibatan dua anggota keluarga lainnya, yakni kakek dan paman NN.
"Ada tiga terlapor dalam kasus ini: kakek, paman, dan tantenya," ungkap Ferry.
Meski dugaan keterlibatan mereka belum sepenuhnya terungkap, laporan ini menandakan bahwa lingkungan keluarga NN tidak sepenuhnya aman bagi sang bocah.
Penganiayaan Dipicu Rasa Kesal, Motif yang Tidak Manusiawi
Lantas, apa yang mendorong Dita untuk melakukan kekerasan terhadap NN? Menurut penyelidikan, tindakan kejam itu dipicu oleh amarah dan frustrasi.
"Pelaku kesal karena korban sempat pergi meninggalkan rumah selama tiga hari tanpa izin," ujar Ferry.
Selain itu, berdasarkan informasi dari Bareskrim Polri, motif lainnya juga terungkap:
"Pelaku kesal karena korban sering meminjam handphone miliknya," demikian pernyataan resmi dari Bareskrim Polri, Kamis (30/1).
Tindakan kekerasan terhadap anak dengan alasan yang begitu sepele ini memicu kemarahan publik. Banyak yang mempertanyakan, bagaimana seorang tante bisa begitu tega menyakiti keponakannya hanya karena urusan ponsel dan ketidakhadiran anak tersebut selama beberapa hari?
Kasus Ini Menggugah Keprihatinan, Akankah Ada Perubahan?
Kasus NN bukanlah yang pertama dalam deretan panjang kekerasan terhadap anak di Indonesia. Banyak anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan justru menjadi korban kekerasan di lingkungan terdekat mereka.
Masyarakat kini menunggu tindakan lebih lanjut dari pihak berwenang. Apakah keadilan akan ditegakkan? Apakah lingkungan keluarga NN benar-benar akan dievaluasi untuk memastikan keselamatannya?
Satu hal yang pasti, kejadian ini menjadi pengingat keras bahwa perlindungan anak bukan hanya tugas negara, tetapi juga tanggung jawab bersama. Jika kekerasan seperti ini terus dibiarkan, berapa banyak lagi anak-anak yang harus menjadi korban sebelum perubahan nyata terjadi?
(Mond)
#KekerasanTerhadapAnak #Penganiayaan #Viral