Breaking News

2 Prajurit TNI Dijatuhi Hukuman Seumur Hidup atas Pembunuhan Bos Rental Mobil

Tiga prajurit TNI AL terdakwa kasus pembunuhan bos rental mobil Kelasi Kepala Bambang Apri Atmojo, Sertu Akbar Adli, dan Sertu Rafsin Hermawan saat sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Militer II-08, Jakarta Timur,

D'On, Jakarta
 – Pengadilan Militer II-08 Jakarta akhirnya menjatuhkan vonis berat terhadap dua anggota TNI AL yang terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap Ilyas Abdul Rahman, seorang pemilik usaha rental mobil. Kelasi Kepala (Klk) Bambang Apri Atmojo dan Sertu Akbar Adli divonis penjara seumur hidup serta dipecat dari dinas militer, setelah hakim menemukan bukti kuat bahwa keduanya telah melakukan pembunuhan dengan perencanaan matang.

Vonis ini menjadi titik akhir dari perjalanan kasus yang penuh intrik, pengkhianatan, dan keputusan-keputusan fatal yang berujung pada kematian seorang pengusaha yang hanya ingin mendapatkan kembali mobilnya.

Rantai Kejahatan Dimulai: Penadahan Mobil Gelap

Tragedi ini berawal dari sebuah transaksi yang tampak sederhana namun sarat dengan motif ilegal. Pada 26 Desember 2024, Sertu Rafsin Hermawan, seorang anggota TNI lainnya, menghubungi Sertu Akbar untuk mencarikan mobil tanpa surat-surat lengkap. Dengan dana terbatas, Rafsin hanya mampu menyediakan Rp 50-60 juta untuk kendaraan tersebut.

Menanggapi permintaan itu, Akbar mengontak Klk Bambang, yang kemudian menghubungi seorang tetangganya di Lampung bernama Hendri. Hendri memiliki koneksi dengan jaringan penggelap mobil yang dikelola oleh Ajat dan Isra. Tanpa banyak pertimbangan moral, mereka menyusun skema untuk mendapatkan kendaraan yang diinginkan Rafsin.

Mobil yang menjadi objek transaksi adalah Honda Brio milik CV Makmur Jaya Rental Mobil, yang disewa oleh Ajat dari Ilyas Abdul Rahman. Begitu mobil berada di tangan Hendri, Bambang dan Akbar dengan cepat menyepakati pembelian meskipun mereka sadar bahwa kendaraan itu tidak memiliki surat-surat resmi.

Namun, rencana mereka mulai goyah ketika Ilyas Abdul Rahman menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Kecurigaannya muncul setelah dua unit GPS pada mobil tersebut mati secara bersamaan. Namun, ada satu GPS yang masih aktif, memberikan harapan untuk melacak keberadaan kendaraannya.

Konfrontasi di Pandeglang: Pertemuan yang Berujung Maut

Pada 2 Januari 2025, sekitar pukul 02.00 WIB, Ilyas bersama anaknya dan beberapa rekan dari komunitas rental mobil melacak mobilnya hingga ke Pandeglang. Mereka akhirnya menemukan kendaraan yang dibawa oleh Sertu Akbar dan Sertu Rafsin.

Situasi mendadak memanas ketika Ilyas dan timnya menghadang kendaraan Brio tersebut. Ia berusaha meminta klarifikasi mengenai asal-usul mobil yang dibawa Akbar dan Rafsin.

Akbar, yang berusaha menenangkan situasi, mengaku sebagai anggota TNI. Namun, Rafsin mengambil tindakan ekstrem dengan menodongkan senjata api ke arah Ilyas dan rombongan.

Ketegangan semakin meningkat ketika sebuah mobil lain yang dikendarai Klk Bambang tiba-tiba melaju dan menabrak korban serta rombongannya. Alih-alih menghadapi situasi dengan tanggung jawab, para prajurit itu justru memilih melarikan diri sambil membawa kembali mobil Brio tersebut.

Ilyas, yang bertekad merebut kembali haknya, tidak menyerah. Ia segera melapor ke Polsek Cinangka untuk meminta pengawalan. Sayangnya, respons dari kepolisian tidak sesuai harapan. Dengan dukungan dari Asosiasi Rental Mobil Indonesia (ARMI), mereka memutuskan untuk terus melakukan pengejaran sendiri.

Pengejaran di Malam Gelap: Kejar-kejaran di Tol Tangerang-Merak

Pergerakan para tersangka semakin liar. Mereka berpindah kendaraan di daerah Cilegon untuk menghindari pelacakan. Namun, pengejaran tetap berlangsung.

Ketika bensin mobil Brio hampir habis, Akbar memutuskan berhenti di Rest Area KM 45 untuk mengisi bahan bakar. Tanpa menyadari bahwa GPS mobil mereka terus memberikan sinyal lokasi, Ilyas dan rombongannya pun bergegas menuju tempat yang sama.

Di rest area, sebelum masuk ke toilet, Akbar menyerahkan senjatanya kepada Bambang sambil memberikan instruksi yang penuh makna:

"Tut, senjata taruh di sana, hati-hati, senjata sudah posisi terisi peluru dan terkunci. Jika terjadi sesuatu, tembak saja."

Hakim menilai bahwa instruksi tersebut adalah bentuk perencanaan matang yang menegaskan niat mereka untuk menggunakan kekerasan jika situasi tidak berpihak pada mereka.

Darah Tumpah di Rest Area: Peluru yang Mengakhiri Nyawa

Ketika Ilyas dan timnya tiba, mereka melihat Bambang tengah memegang senjata api. Tanpa ragu, mereka mulai merekam situasi sebagai bukti. Saat itu pula, Akbar keluar dari toilet dan segera dikepung oleh rombongan korban.

Melihat rekannya dalam bahaya, Bambang melepaskan dua tembakan peringatan ke udara. Namun, Ilyas dan rekan-rekannya tidak mundur.

Ketika Akbar berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Ramli, salah satu anggota rombongan Ilyas, ia berteriak:

"Tembak, Tut! Tembak!"

Tanpa pikir panjang, Bambang mengarahkan senjata ke Ramli dan menembaknya dari jarak dua meter. Ramli tersungkur, terluka parah.

Ilyas, yang menyaksikan kejadian itu, mencoba merebut senjata dari tangan Bambang. Namun, hanya dalam hitungan detik, Bambang berbalik badan dan menembakkan peluru ke arah dada Ilyas.

Darah mengucur deras. Ilyas Abdul Rahman jatuh tersungkur, kehilangan nyawanya di tempat kejadian.

Pelarian dan Upaya Penghapusan Jejak

Setelah insiden mematikan itu, Bambang, Akbar, dan Rafsin melarikan diri dengan tergesa-gesa. Mereka bahkan membuang kunci mobil Brio di bahu jalan untuk memastikan kendaraan tersebut tidak ditemukan dengan mudah.

Namun, seberapa pun usaha mereka menghapus jejak, keadilan tetap mengejar. Penyelidikan yang mendalam mengungkap setiap detail kejahatan yang mereka lakukan, hingga akhirnya meja hijau menjadi panggung akhir bagi perjalanan gelap mereka.

Vonis Hakim: Hukuman Seumur Hidup untuk Pengkhianat Seragam

Pengadilan Militer II-08 Jakarta memutuskan bahwa tindakan para terdakwa tidak hanya mencoreng institusi TNI, tetapi juga mengkhianati sumpah mereka sebagai prajurit negara.

Kelasi Kepala (Klk) Bambang Apri Atmojo

  • Pidana pokok: Penjara seumur hidup
  • Pidana tambahan: Dipecat dari dinas militer

Sertu Akbar Adli

  • Pidana pokok: Penjara seumur hidup
  • Pidana tambahan: Dipecat dari dinas militer

Sementara itu, Sertu Rafsin Hermawan, yang hanya terbukti melakukan penadahan, dijatuhi hukuman 4 tahun penjara.

Sebuah Pembelajaran Kelam

Kasus ini menjadi pengingat betapa mudahnya moralitas runtuh ketika keserakahan mengambil alih. Sebuah transaksi mobil gelap yang tampak sepele berubah menjadi tragedi berdarah yang menghilangkan nyawa seorang pengusaha.

Bagi keluarga Ilyas Abdul Rahman, vonis ini mungkin membawa sedikit keadilan, namun luka yang ditinggalkan tidak akan pernah terobati.

Di balik semua ini, satu hal yang pasti: seragam kehormatan tidak akan pernah melindungi mereka yang memilih jalan kejahatan.

(Mond)

#Pembunuhan #Kriminal #TNI #Militer #OknumTNIBunuhBosRentalMobil