5 Kasus Hukum Polisi di Polda Jawa Tengah: Dari Pembunuhan Bayi hingga Intimidasi Musisi
Polda Jateng
D'On, Jawa Tengah – Kepolisian Daerah Jawa Tengah kembali menjadi sorotan tajam setelah salah satu anggotanya diduga melakukan tindakan keji—membunuh bayinya sendiri yang baru berusia dua bulan. Kasus ini semakin memperburuk citra institusi kepolisian yang sebelumnya telah dirundung berbagai skandal hukum, mulai dari penggelapan barang bukti narkoba, penembakan seorang pelajar, hingga intimidasi terhadap musisi yang menyuarakan kritik sosial.
Berikut ini adalah lima kasus hukum yang menyeret anggota Polda Jawa Tengah dalam kontroversi besar:
1. Kematian Darso dan Dugaan Penganiayaan oleh Polisi
Kasus kematian Darso menjadi salah satu contoh nyata bagaimana penegakan hukum yang semestinya melindungi justru diduga menjadi alat pemusnah nyawa. Warga Semarang ini meninggal dalam keadaan penuh tanda tanya setelah sebelumnya dijemput oleh tiga orang yang diduga anggota polisi dari Polresta Yogyakarta pada 21 Desember 2024.
Darso yang saat itu baru bangun tidur sempat berbicara sebentar dengan tiga orang tersebut sebelum akhirnya dibawa pergi. Istrinya, yang berada di dalam rumah, keluar hanya untuk menemukan suaminya sudah tidak ada. Dua jam berselang, para pria itu kembali—bukan untuk mengembalikan Darso dalam keadaan sehat, melainkan untuk memberi tahu bahwa ia kini dirawat di ICU Rumah Sakit Permata Medika Ngaliyan.
Enam hari menjalani perawatan, Darso akhirnya diperbolehkan pulang. Namun hanya dua hari setelahnya, ia menghembuskan napas terakhirnya. Dalam kondisi sekarat, ia masih sempat berbisik kepada beberapa orang bahwa dirinya telah dipukuli dan dianiaya. Pengacara keluarga korban, Anton Yudha Timur, menegaskan, “Darso mengatakan dirinya dihajar habis-habisan.”
Kasus ini menjadi polemik besar karena proses penyelidikannya berjalan lambat. Publik menanti keadilan, namun hingga kini, kasus Darso belum menemukan titik terang.
2. Polisi Gelapkan Barang Bukti Narkoba
Dalam dunia kejahatan, penyalahgunaan narkoba selalu menjadi perhatian serius. Namun, bagaimana jadinya jika justru mereka yang bertugas memberantasnya malah menjadi bagian dari permainan kotor ini?
Pada 2 Juli 2024, lima anggota Direktorat Reserse Narkoba Polda Jawa Tengah ditangkap karena diduga menyalahgunakan barang bukti sabu-sabu. Mereka bukan hanya sekadar menggunakan, tetapi juga diduga "menyunat" barang bukti dari hasil pengungkapan kasus narkoba.
Modus mereka terungkap setelah ditemukan adanya ketidaksesuaian jumlah barang bukti yang diserahkan ke penyidik. Salah satu kasus yang mencurigakan terjadi di Karanganyar pada 16 Mei 2024, di mana dari total 170 gram sabu yang disita, hanya 100 gram yang sampai ke penyidik. Skema serupa juga terjadi dalam kasus lain di Kabupaten Tegal, dengan jumlah yang dipotong berkisar puluhan hingga ratusan gram.
Penangkapan mereka di Asrama Polisi Sendangmulyo Kota Semarang semakin menegaskan bahwa narkoba bukan hanya merusak masyarakat, tetapi juga telah menginfeksi tubuh institusi kepolisian itu sendiri.
3. Penembakan Gamma: Nyawa Pelajar yang Terenggut
Sebuah peristiwa tragis terjadi pada 24 November 2024, ketika Gamma Rizkynata Oktafandy, seorang siswa SMK di Semarang, tewas di tangan seorang polisi. Kasus ini awalnya dicitrakan sebagai bagian dari upaya pemberantasan gengster dan tawuran pelajar.
Kapolrestabes Semarang saat itu, Kombes Irwan Anwar, dengan cepat mengklaim bahwa Gamma adalah pelaku tawuran yang menyerang seorang anggota polisi bernama Robig. Robig, menurutnya, hanya membela diri dengan menembak Gamma.
Namun, kebenaran mulai terkuak ketika penyelidikan yang dilakukan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Jawa Tengah menemukan bahwa penembakan itu tidak ada kaitannya dengan tawuran. Fakta ini membantah pernyataan awal polisi dan memperlihatkan bagaimana aparat hukum mencoba menutup-nutupi tindakan anggotanya.
Gamma bukan sekadar angka statistik. Ia adalah seorang anak, seorang pelajar yang nyawanya terenggut akibat tindakan brutal yang kini dipertanyakan oleh publik.
4. Intimidasi terhadap Band Sukatani
Polisi bukan hanya berurusan dengan kriminalitas, tetapi kini juga tampaknya berhadapan dengan musik yang mengkritik institusinya. Band Sukatani, yang dikenal dengan lirik-lirik satirenya, mendadak menghilangkan lagu mereka yang berjudul "Bayar Bayar Bayar"—sebuah kritik pedas terhadap aparat penegak hukum.
Tak hanya itu, mereka juga mengunggah video permintaan maaf. Namun, ada yang janggal. Apakah mereka benar-benar meminta maaf dengan sukarela, atau ada tekanan yang bekerja di balik layar?
Polisi membantah tudingan intimidasi. Namun, semakin kasus ini disorot, semakin banyak pertanyaan yang muncul. Apalagi, Divisi Profesi dan Pengamanan Polda Jawa Tengah kini tengah memeriksa empat anggota Direktorat Reserse Siber terkait dugaan keterlibatan mereka dalam pemaksaan permintaan maaf Sukatani.
Jika benar aparat terlibat, maka ini bukan sekadar kasus hukum biasa. Ini adalah bentuk nyata bagaimana kekuasaan digunakan untuk membungkam kritik.
5. Polisi Bunuh Bayi Sendiri: Kebiadaban di Balik Seragam
Dari semua kasus yang mencengangkan, mungkin inilah yang paling mengerikan—seorang polisi diduga membunuh darah dagingnya sendiri.
Brigadir AK, seorang anggota Polda Jawa Tengah yang bertugas di Direktorat Intelijen dan Keamanan, dilaporkan telah menghabisi nyawa bayinya yang baru berusia dua bulan. Pelapornya adalah istri AK sendiri, DJ, yang berusia 24 tahun.
Tragedi ini terjadi pada 2 Maret 2025, namun baru dilaporkan tiga hari kemudian. DJ memberikan kesaksian bahwa bayi mereka, NA, diduga dibunuh dengan cara dicekik oleh ayah kandungnya sendiri. Hasil pemeriksaan awal mengindikasikan adanya tanda-tanda kekerasan yang menguatkan dugaan tersebut.
Kasus ini mengungkap sisi gelap di balik seragam kepolisian—seseorang yang seharusnya menjaga keamanan justru melakukan tindakan yang bertolak belakang dengan prinsip kemanusiaan. Kini, AK telah ditahan dan tengah menjalani proses hukum lebih lanjut.
Kepercayaan Publik dalam Krisis
Rangkaian kasus ini memperlihatkan bagaimana institusi kepolisian di Polda Jawa Tengah sedang berada di titik kritis dalam hal kepercayaan publik. Dari kasus pembunuhan bayi hingga intimidasi terhadap musisi, semuanya mencerminkan perlunya reformasi mendalam dalam tubuh kepolisian.
Apakah hukum akan benar-benar ditegakkan secara adil? Ataukah kasus-kasus ini akan berlalu seperti angin, tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas?
Publik menunggu jawaban.
(Mond)
#KasusHukumPolisi #PoldaJateng #Polisi #Hukum