Breaking News

Begini Duduk Perkara Polisi Diduga Habisi Bayi 2 Bulan di Semarang

Kuasa hukum DJ pada Selasa (11/3/2025) menunjukkan bukti laporan kasus kematian bayi berusia dua bulan.

D'On, Semarang
– Kota yang dikenal dengan kehangatan warganya dikejutkan oleh sebuah peristiwa tragis. Seorang bayi berusia dua bulan dinyatakan meninggal dunia setelah mengalami kondisi yang mencurigakan. Ironisnya, sosok yang diduga menjadi penyebab kematian sang bayi adalah ayah kandungnya sendiri seorang anggota kepolisian berpangkat Brigadir, berinisial AK.

Kasus ini mencuat setelah ibu dari bayi tersebut, seorang perempuan berinisial DJ, melaporkan kejadian ini ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jawa Tengah pada 5 Maret 2025. Didampingi kuasa hukumnya, Alif Abdurrahman, DJ menduga ada kejanggalan di balik kematian anaknya. Laporan ini segera mengguncang publik dan menimbulkan tanda tanya besar: benarkah seorang ayah tega menganiaya darah dagingnya sendiri hingga meregang nyawa?

Jejak Awal Tragedi: Perjalanan Singkat yang Berujung Petaka

Hari itu, 2 Maret 2025, DJ bersama Brigadir AK dan buah hatinya tengah menikmati hari bersama. Mereka memutuskan pergi berbelanja di Pasar Peterongan, Semarang. Sebuah momen keluarga yang tampaknya biasa saja.

Saat mereka tiba di pasar, DJ turun dari mobil untuk membeli keperluan, meninggalkan AK dan bayinya di dalam kendaraan. Sebelum turun, DJ sempat mengambil foto bersama sang bayi. Dalam foto itu, anaknya terlihat sehat, dengan mata jernih dan wajah cerah tanpa tanda-tanda gangguan apa pun.

Namun, hanya dalam waktu sepuluh menit, segalanya berubah. Ketika DJ kembali ke mobil, ia menemukan bayinya dalam posisi seperti tertidur. Namun, ada sesuatu yang aneh—bibir mungil sang bayi tampak membiru.

Ketika ditanya, Brigadir AK mengatakan bahwa bayi mereka sempat tersedak. Namun, naluri seorang ibu membuat DJ tak bisa tenang. Ia segera menggendong anaknya, mencoba memastikan kondisinya. Kepanikan semakin memuncak ketika ia menyadari sesuatu yang tidak beres.

Tak ingin mengambil risiko, DJ segera meminta AK membawa anak mereka ke rumah sakit. Mereka bergegas ke RS Roemani Muhammadiyah, Semarang. Namun, meski telah mendapatkan perawatan intensif di ruang ICU, kondisi sang bayi terus memburuk. Hingga keesokan harinya, 3 Maret 2025, pukul 15.00 WIB, si kecil mengembuskan napas terakhirnya.

Keanehan yang Muncul: Sikap Brigadir AK dan Kecurigaan DJ

Kabar duka ini membuat DJ terpukul. Ia tak pernah menyangka kehilangan anaknya yang baru dua bulan ia lahirkan. Namun, meskipun dilanda kesedihan mendalam, DJ awalnya tidak berpikir bahwa ada sesuatu yang janggal di balik kematian putranya.

Jenazah bayi itu dimakamkan malam harinya di Kabupaten Purbalingga—kampung halaman Brigadir AK. Namun, sesaat setelah pemakaman, muncul keanehan yang semakin memperkuat kecurigaan DJ.

Brigadir AK, yang selama ini tinggal bersamanya, tiba-tiba menghilang. Ia sulit dihubungi dan seakan sengaja menghindar. Gelagat ini membuat DJ mulai mempertanyakan: apakah benar anaknya meninggal karena tersedak, atau ada sesuatu yang lebih mengerikan yang terjadi di dalam mobil saat ia pergi berbelanja?

Seiring berjalannya waktu, kecurigaan ini semakin diperkuat oleh berbagai faktor. DJ akhirnya memutuskan untuk mencari keadilan. Dengan dukungan kuasa hukumnya, ia resmi melaporkan Brigadir AK atas dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian anaknya.

Intimidasi dan Tekanan: Upaya Membungkam DJ?

Sejak laporan ini diajukan, DJ dan keluarganya mulai merasakan tekanan yang tidak biasa. Ada pihak-pihak tak dikenal yang mencoba mengintimidasi mereka, seolah ingin menutupi kasus ini.

“Keterangan dari klien kami, ada upaya-upaya intimidasi dan intervensi. Kami tegaskan, ini nyata adanya,” ungkap Alif Abdurrahman, kuasa hukum DJ.

Intimidasi ini dilakukan secara verbal, dengan tujuan agar DJ tetap diam dan tidak membawa kasus ini ke ranah hukum. Namun, DJ tak gentar. Ia bahkan mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memastikan keselamatannya.

Ekshumasi: Upaya Mengungkap Kebenaran

Polda Jawa Tengah membenarkan adanya laporan dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian bayi di bawah umur. Laporan ini sedang ditindaklanjuti dengan serius.

Untuk mengungkap kebenaran, kepolisian melakukan ekshumasi atau pembongkaran makam bayi di Purbalingga pada 6 Maret 2025. Proses ini bertujuan untuk melakukan autopsi dan memastikan penyebab pasti kematian bayi tersebut.

Meski hasil ekshumasi belum diumumkan, langkah ini menandakan keseriusan kepolisian dalam menangani kasus ini. Biasanya, hasil autopsi memerlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan kepastian medis.

Brigadir AK Diperiksa: Status Hukum dan Sanksi Kode Etik

Brigadir AK kini telah ditempatkan dalam ruang khusus (patsus) selama 30 hari untuk kepentingan pemeriksaan kode etik oleh Bidang Propam Polda Jawa Tengah. Selain itu, penyelidikan pidana juga dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng.

Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, membenarkan bahwa Brigadir AK dan DJ memiliki hubungan, meskipun dalam keterangannya, mereka hanya disebut sebagai “teman.” Namun, kuasa hukum DJ menegaskan bahwa bayi yang meninggal adalah anak kandung Brigadir AK, berdasarkan hasil tes DNA dengan akurasi 99 persen.

Harapan untuk Keadilan

DJ kini berharap hukum bisa ditegakkan seadil-adilnya. Ia ingin mengungkap apa yang sebenarnya terjadi dalam mobil saat ia meninggalkan bayi mereka bersama Brigadir AK. Jika memang terbukti ada kekerasan, ia ingin pelaku mendapat hukuman setimpal.

Sementara itu, publik pun terus menanti perkembangan kasus ini. Benarkah Brigadir AK telah melakukan tindakan keji terhadap anak kandungnya sendiri? Ataukah ada fakta lain yang belum terungkap?

Kasus ini masih bergulir, tetapi satu pertanyaan yang menggantung di benak banyak orang adalah: apa dosa seorang bayi tak berdosa hingga harus meregang nyawa dalam dugaan penganiayaan oleh ayahnya sendiri?

(Mond)

#Pembunuhan #PolisiBunuhBayiSendiri #Polri #Kriminal