Breaking News

BGN: Pemain PSSI Sulit Menang Karena Gizi Buruk!


D'On, Jakarta
– Sepak bola adalah permainan fisik yang menuntut ketahanan tubuh luar biasa. Namun, di balik perjuangan 90 menit di lapangan, ada faktor mendasar yang sering luput dari perhatian: gizi. Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menyoroti bahwa salah satu akar permasalahan yang membuat Timnas Indonesia kesulitan bersaing di level internasional adalah kekurangan gizi sejak usia dini, terutama di kalangan pemain yang berasal dari latar belakang ekonomi rendah.

"Jangan heran kalau PSSI sulit menang. Sepak bola itu berat, main 90 menit membutuhkan daya tahan tubuh yang baik. Kenapa sulit? Karena gizinya tidak bagus. Banyak pemain bola lahir dari kampung," ujar Dadan dalam acara Penandatanganan Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerja Sama Sinergi Dukungan Program Makan Bergizi Gratis, yang digelar di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum pada Sabtu (22/3).

Pernyataan ini mengungkap fakta yang selama ini mungkin dianggap sepele: apa yang dikonsumsi seorang anak sejak kecil akan menentukan daya tahan tubuh dan performanya saat dewasa, termasuk di dunia olahraga.

Pola Makan Masyarakat Miskin: Karbohidrat Mendominasi, Protein Minim

Dadan menjelaskan bahwa masyarakat miskin di Indonesia masih sangat bergantung pada makanan tinggi karbohidrat. Pola makan mereka cenderung tidak bervariasi, lebih banyak mengandalkan nasi, bala-bala (gorengan), mi atau bihun, kerupuk, dan kecap.

"Itu semua karbohidrat. Bagi mereka, itu sudah cukup membuat bahagia," kata Dadan.

Namun, ada harga yang harus dibayar dari kebiasaan ini. Kekurangan protein dan zat gizi lainnya dalam makanan sehari-hari membuat anak-anak dari keluarga miskin tumbuh dengan kualitas fisik yang lebih rendah dibandingkan mereka yang mendapat asupan gizi seimbang.

Bahkan, berdasarkan data yang disampaikan Dadan, 60 persen anak dari keluarga miskin tidak pernah minum susu—bukan karena tidak tahu manfaatnya, tetapi karena tidak mampu membelinya. Ini menjadi faktor krusial yang menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan, termasuk dalam bidang olahraga.

"Sejak kecil mereka tidak mendapatkan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan otot dan daya tahan tubuh. Akhirnya, saat dewasa, mereka tidak memiliki kondisi fisik optimal untuk bersaing di level tinggi," tambahnya.

Pemain Naturalisasi dan Nutrisi Eropa: Harapan Baru untuk Timnas

Kendati demikian, Dadan mengakui bahwa ada perbaikan dalam performa Timnas Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu alasannya adalah kehadiran pemain keturunan yang besar di Eropa, di mana mereka telah mendapatkan pola makan bergizi sejak dini.

"Sekarang PSSI sudah agak lebih baik, karena 17 pemainnya merupakan produk makan bergizi di negeri Belanda," ujar Dadan.

Pernyataan ini merujuk pada fakta bahwa beberapa pemain naturalisasi yang membela Timnas Indonesia berasal dari akademi sepak bola Eropa, di mana pola makan mereka diatur dengan ketat sejak kecil. Di Eropa, seorang pemain muda sudah diajarkan pentingnya konsumsi protein, vitamin, dan mineral yang cukup untuk mendukung performa fisik mereka di lapangan.

Hal ini menunjukkan betapa besar pengaruh pola makan sejak kecil terhadap kualitas atlet di masa depan. Pemain-pemain keturunan yang telah dibesarkan dengan gizi yang cukup mampu tampil lebih kompetitif, sementara pemain lokal masih harus mengejar ketertinggalan akibat pola makan yang kurang ideal sejak kecil.

Belajar dari Jepang: 100 Tahun Investasi Gizi

Dadan juga membandingkan kondisi Indonesia dengan Jepang, yang menurutnya telah menjalankan program makan bergizi secara konsisten selama satu abad.

"Apalagi Jepang, mereka sudah 100 tahun menjalankan program makan bergizi. IQ rata-rata tertinggi di dunia juga Jepang, karena mereka sudah memastikan asupan gizi yang baik selama satu abad," tuturnya.

Jepang adalah contoh nyata bagaimana investasi jangka panjang dalam gizi dapat menghasilkan SDM berkualitas tinggi. Tidak hanya dalam hal kecerdasan, tetapi juga dalam dunia olahraga. Jepang telah sukses membangun sistem pembinaan atlet yang berbasis nutrisi sejak usia dini, yang akhirnya membuat mereka mampu bersaing di level dunia, baik di sepak bola maupun cabang olahraga lainnya.

Solusi Jangka Panjang: Program Makan Bergizi untuk 80,9 Juta Orang

Sebagai langkah konkret untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia tengah menjalankan program makan bergizi gratis, yang akan menjangkau 80,9 juta orang, mulai dari ibu hamil hingga anak SMA. Dadan berharap program ini bisa menjadi solusi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia di masa depan.

"Kita harapkan dengan investasi besar-besaran pemerintah Indonesia terhadap masa depan ini, akan dihasilkan SDM yang berkualitas pada tahun 2045," pungkasnya.

Jika program ini berhasil dijalankan secara konsisten, bukan tidak mungkin dalam beberapa dekade ke depan, Indonesia akan memiliki generasi atlet yang lebih kuat, lebih cepat, dan lebih tangguh—bukan hanya di sepak bola, tetapi juga di berbagai cabang olahraga lainnya.

Namun, tantangan terbesar tetap ada: mampukah kita menjaga komitmen untuk memperbaiki pola makan masyarakat secara menyeluruh? Atau apakah kita akan terus berada dalam siklus kekurangan gizi yang membuat Indonesia sulit bersaing di level internasional?

Hanya waktu yang bisa menjawab.

(Mond)

#BadanGiziNasional #PSSI #Sepakbola #Olahraga #Nasional