Breaking News

Disertasi Bahlil Tak Dibatalkan UI: Diminta Minta Maaf, Akan Dibina, dan Harus Perbaiki Karya Ilmiahnya

Keputusan Empat Pilar UI terkait dugaan pelanggaran etik di disertasi Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia pada Jumat (7/3/2025).

D'On, Jakarta
 – Polemik disertasi doktoral Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia akhirnya mencapai babak baru. Setelah melalui sidang etik yang dilakukan oleh empat organ utama Universitas Indonesia (UI)—yakni Rektorat, Dewan Guru Besar (DGB), Senat Akademik, dan Majelis Wali Amanat—diputuskan bahwa gelar doktor Bahlil tidak dibatalkan. Namun, ia diminta untuk meminta maaf secara terbuka kepada komunitas akademik UI serta menjalani pembinaan akademik bersama para pihak terkait.

Keputusan ini diambil setelah rangkaian evaluasi panjang yang menyelidiki berbagai dugaan pelanggaran akademik dalam disertasi Bahlil yang berjudul Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.

Pembinaan dan Permintaan Maaf: Langkah Tegas UI dalam Menjaga Integritas Akademik

Dalam konferensi pers yang digelar di Kampus UI Salemba, Jakarta, Rektor UI Heri Hermansyah menjelaskan bahwa UI mengambil langkah proporsional dalam menangani kasus ini. Keputusan untuk tidak membatalkan gelar doktor Bahlil bukan berarti kampus mengabaikan dugaan pelanggaran, tetapi lebih memilih jalur pembinaan akademik bagi seluruh pihak yang terlibat.

"Di pertemuan terbatas empat organ UI, kami memutuskan untuk melakukan pembinaan kepada promotor, co-promotor, direktur, kepala program studi, dan juga mahasiswa yang terkait, sesuai dengan tingkat pelanggaran akademik dan etik yang dilakukan," ujar Heri.

Ia menambahkan bahwa pembinaan tersebut mencakup beberapa bentuk sanksi, seperti penundaan kenaikan pangkat bagi pihak yang terlibat, peningkatan standar akademik dalam proses pembimbingan, serta kewajiban bagi Bahlil dan pihak-pihak terkait untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada civitas akademika UI.

"Tidak hanya permintaan maaf, tetapi juga ada peningkatan kualitas disertasi serta publikasi ilmiah. Ini untuk memastikan bahwa standar akademik UI tetap terjaga," sambungnya.

Sementara itu, Direktur Humas UI, Arie Afriansyah, menegaskan bahwa permintaan maaf tidak hanya berlaku untuk Bahlil, tetapi juga bagi para pembimbing akademiknya yang dinilai memiliki peran dalam proses kelulusannya yang kontroversial.

"Permintaan maaf ini diminta dari seluruh pihak terkait yang dikenai pembinaan," ujar Arie.

Selain itu, Bahlil juga diwajibkan memperbaiki disertasinya dan berkoordinasi dengan pembimbingnya untuk memastikan revisi yang dilakukan sesuai dengan standar akademik yang berlaku.

Dugaan Pelanggaran Akademik: Benarkah Bahlil Mendapat Keistimewaan?

Kontroversi disertasi Bahlil pertama kali mencuat setelah beredar risalah pleno Dewan Guru Besar UI pada 10 Januari 2025 yang mengungkap adanya sejumlah dugaan pelanggaran akademik dalam penelitian doktoralnya. Laporan tersebut merekomendasikan agar Bahlil mengulang disertasinya, atau jika tidak bersedia, ia disarankan mengundurkan diri dari program doktoralnya.

Dalam risalah rapat pleno tersebut, setidaknya ada empat dugaan pelanggaran yang ditemukan dalam disertasi Bahlil:

  1. Ketidakjujuran dalam Pengambilan Data
    Disebutkan bahwa data penelitian yang digunakan dalam disertasi Bahlil diperoleh tanpa izin dari narasumber dan kurang transparan dalam penggunaannya.

  2. Pelanggaran Standar Akademik
    Bahlil diketahui diterima dan lulus dalam waktu yang sangat singkat, yakni kurang dari tiga tahun, tanpa memenuhi seluruh syarat akademik yang seharusnya berlaku bagi mahasiswa program doktoral UI.

  3. Perlakuan Khusus dalam Proses Akademik
    Dalam laporan tersebut, terungkap bahwa Bahlil mendapat perlakuan istimewa dalam proses akademiknya, mulai dari pembimbingan hingga kelulusan. Bahkan, terdapat perubahan mendadak dalam komposisi penguji disertasinya, yang menimbulkan kecurigaan adanya intervensi dalam proses sidang terbuka.

  4. Konflik Kepentingan
    Salah satu poin paling krusial adalah dugaan konflik kepentingan antara promotor dan co-promotor disertasi dengan kebijakan yang dijalankan oleh Bahlil saat menjabat sebagai pejabat negara.

Dugaan pelanggaran ini semakin memperkeruh polemik akademik di UI dan memicu perdebatan luas di masyarakat tentang etika dalam pemberian gelar akademik, khususnya bagi pejabat negara.

Sidang Terbuka yang Sarat Polemik

Bahlil Lahadalia mengikuti program doktoral di Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG) UI dan menjalani sidang terbuka promosi doktornya pada 16 Oktober 2024. Keberhasilan Bahlil meraih gelar doktor dalam waktu kurang dari tiga tahun langsung menuai kritik, mengingat standar akademik umumnya memerlukan waktu yang lebih lama.

Sebagai respons atas polemik ini, UI pun melakukan investigasi yang pada November 2024 berujung pada penangguhan kelulusan Bahlil sambil menunggu sidang etik. UI bahkan secara terbuka meminta maaf kepada masyarakat atas permasalahan yang timbul akibat kasus ini.

Dampak bagi UI dan Dunia Akademik Indonesia

Kasus disertasi Bahlil telah menjadi preseden penting bagi dunia akademik di Indonesia. UI, sebagai salah satu universitas tertua dan paling bergengsi di tanah air, kini menghadapi tantangan besar dalam menjaga kredibilitas akademiknya.

Keputusan untuk tidak mencabut gelar doktor Bahlil namun tetap memberlakukan pembinaan bisa menjadi langkah kompromi yang berusaha menjaga keseimbangan antara integritas akademik dan stabilitas institusi. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa publik masih akan terus mengawasi bagaimana implementasi perbaikan ini akan dijalankan.

Bagi dunia akademik, kasus ini menjadi pengingat bahwa standar ilmiah harus tetap dijaga, terutama dalam lingkungan pendidikan tinggi yang memiliki tanggung jawab besar dalam mencetak pemimpin masa depan.

Seiring dengan keputusan UI yang mewajibkan Bahlil untuk merevisi disertasinya, pertanyaan yang masih menggantung adalah: akankah revisi ini benar-benar dilakukan dengan transparan dan sesuai dengan standar akademik yang seharusnya? Atau justru polemik ini akan terus berlanjut?

Yang jelas, kasus ini telah membuka mata banyak pihak bahwa gelar akademik bukan sekadar simbol prestasi, tetapi juga harus mencerminkan integritas, etika, dan tanggung jawab ilmiah.

(Mond)

#UniversitasIndonesia #BahlilLahadalia #Pendidikan