Breaking News

DPR Kritik Pertamina: Hentikan Kampanye dengan Artis, Fokus Ganti Rugi Konsumen!

Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam.

D'On, Jakarta
– Pertamina kembali menjadi sorotan, bukan hanya karena kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah, tetapi juga strategi komunikasinya yang dinilai lebih mengutamakan pencitraan ketimbang tanggung jawab kepada masyarakat. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/3/2025), anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, melontarkan kritik tajam terhadap langkah Pertamina yang menggandeng publik figur untuk membentuk opini publik.

Mufti secara khusus menyoroti keterlibatan sejumlah figur terkenal dalam upaya pemulihan citra Pertamina pasca kasus bensin Pertamax oplosan yang merugikan banyak konsumen. Salah satu nama yang disebut adalah Azka Corbuzier, anak dari pesohor Deddy Corbuzier.

"Tidak perlu bayar-bayar buzzer. Daripada anggaran Pertamina dipakai untuk mengendorse anaknya Deddy Corbuzier, lebih baik uangnya digunakan untuk mengganti kerugian rakyat yang sudah mereka alami," tegas Mufti dalam rapat tersebut.

Pernyataan itu mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap strategi Pertamina yang dinilai lebih fokus pada pencitraan dibandingkan tanggung jawab nyata terhadap masyarakat.

Kemarahan Publik dan Tuntutan Pertanggungjawaban

Kasus bensin Pertamax oplosan telah menjadi isu yang menyulut kemarahan publik. Banyak konsumen yang mengeluhkan kendaraan mereka mengalami kerusakan setelah menggunakan bahan bakar yang tidak sesuai standar. Bukannya segera mengambil langkah konkret untuk mengganti kerugian, Pertamina justru memilih menggandeng figur publik untuk membentuk opini positif di tengah masyarakat.

Mufti menilai langkah ini sebagai bentuk pelecehan terhadap perasaan masyarakat yang menjadi korban. Ia bahkan menyebut bahwa strategi komunikasi semacam ini justru semakin memperparah kemarahan publik.

"Tidak cukup pula menggandeng si bocil anaknya Deddy Corbuzier. Ini justru melecehkan, meremehkan, dan melukai hati rakyat," lanjut Mufti.

Ia juga menyinggung nama Fitra Eri, seorang influencer otomotif, yang disebut-sebut menolak untuk bekerja sama dengan Pertamina dalam kampanye tersebut. Menurut Mufti, keputusan Fitra Eri untuk tidak terlibat menunjukkan integritasnya, karena ia memahami bahwa persoalan ini bukan sekadar masalah citra, melainkan kepercayaan publik yang telah dikhianati.

Permintaan Maaf Tak Cukup, Publik Butuh Tindakan Nyata

Mufti mengakui bahwa Pertamina telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat. Namun, ia menilai permintaan maaf tersebut tidak cukup untuk menebus semua kerugian yang telah dialami para konsumen.

"Saya kira itu tidak cukup, belum menunjukkan ketulusan hati Pertamina. Ini masih sekadar lip service semata," kritiknya.

Lebih jauh, Mufti mempertanyakan langkah konkret yang akan diambil oleh Pertamina untuk mengganti kerugian para konsumen yang terdampak. Bagi masyarakat, bahan bakar bukanlah barang mewah, melainkan kebutuhan pokok yang berkaitan erat dengan aktivitas sehari-hari, termasuk bekerja dan mencari nafkah.

"Heboh Pertamax oplosan ini tidak bisa selesai hanya dengan minta maaf. Lalu bagaimana dengan kerugian konsumen? Apa ada inisiatif dari Pertamina untuk mengganti kerugian mereka, Pak?" tanya Mufti kepada jajaran direksi Pertamina.

Ia menegaskan bahwa para konsumen membeli bahan bakar bukan untuk kepentingan hiburan, melainkan sebagai bagian dari roda kehidupan yang berputar setiap hari.

"Ingat, Pak, mereka beli BBM bukan untuk diminum, tapi untuk bekerja sehari-hari, dari rumah ke kantor dan sebaliknya," tandasnya.

Tuntutan Transparansi dan Tanggung Jawab Korporasi

Sorotan terhadap Pertamina ini menambah panjang daftar kritik terhadap badan usaha milik negara tersebut. Masyarakat menuntut transparansi dalam investigasi kasus Pertamax oplosan, serta langkah konkret untuk mengembalikan kepercayaan publik.

Penggunaan figur publik dalam kampanye pencitraan memang bukan hal baru, tetapi dalam kasus ini, strategi tersebut justru menjadi bumerang. Alih-alih memperbaiki citra, pendekatan ini justru memunculkan kesan bahwa Pertamina berusaha menutupi masalah sebenarnya dengan menggiring opini publik ke arah lain.

Kini, bola panas berada di tangan Pertamina. Akankah perusahaan ini benar-benar menunjukkan itikad baik dengan memberikan kompensasi kepada para korban? Ataukah mereka akan terus mengandalkan strategi komunikasi tanpa menyentuh akar permasalahan?

Publik menunggu langkah nyata, bukan sekadar kata-kata.

(Mond)

#DPR #Pertamina #Artis #DeddyCorbuzier #AzkaCorbuzier