Breaking News

DPR Sahkan Revisi UU TNI: Perubahan Krusial dalam Struktur dan Kedudukan Militer Indonesia

DPR resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI) menjadi undang-undang, Kamis, 20 Maret 2025. (Istimewa)

D'On, Jakarta
 – Dalam sebuah momen bersejarah di Gedung DPR, Senayan, revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) akhirnya disahkan menjadi undang-undang. Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 yang dihadiri oleh ratusan anggota dewan pada Kamis (20/3/2025).

Pengesahan tersebut dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani, yang didampingi oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Adies Kadir, dan Saan Mustopa. Dalam jalannya rapat, sebanyak 293 anggota DPR hadir, sementara 12 lainnya berhalangan dan mengajukan izin.

Setelah melewati berbagai tahapan perdebatan dan diskusi publik yang cukup intens, tibalah saatnya bagi DPR untuk mengambil keputusan final. Dengan suara bulat, mayoritas anggota dewan menyetujui pengesahan revisi UU TNI.

“Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang atas perubahan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?” ujar Puan Maharani di hadapan para anggota dewan.

Serentak, suara “Setuju” menggema di dalam ruang rapat paripurna, menandai finalisasi perubahan regulasi penting bagi institusi militer Indonesia.

Perubahan Kunci dalam Revisi UU TNI

Revisi Undang-Undang TNI kali ini mencakup perubahan pada tiga pasal yang krusial dalam menentukan struktur, fungsi, dan kedudukan prajurit dalam negara.

  1. Pasal 3: Kedudukan TNI

    • Pasal ini mengalami revisi guna memperjelas peran TNI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu poin yang menjadi perhatian adalah penegasan bahwa TNI tetap berada di bawah supremasi sipil, sejalan dengan prinsip demokrasi yang dianut Indonesia.
  2. Pasal 53: Usia Pensiun Prajurit

    • Dalam revisi ini, usia pensiun prajurit mengalami perubahan, meskipun tidak disebutkan secara rinci dalam rapat paripurna. Isu ini sebelumnya menjadi perdebatan sengit di kalangan legislatif dan akademisi karena berkaitan dengan regenerasi kepemimpinan di tubuh TNI serta efektivitas organisasi dalam menghadapi tantangan pertahanan.
  3. Pasal 47: Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil

    • Salah satu poin yang paling disorot dalam revisi ini adalah aturan mengenai prajurit aktif yang dapat menduduki jabatan sipil. Hal ini sempat menimbulkan polemik di masyarakat, terutama di kalangan aktivis yang khawatir akan adanya indikasi kembalinya peran militer dalam urusan pemerintahan sipil, mengingat sejarah dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru.

Namun, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa kekhawatiran tersebut tidak berdasar. Ia memastikan bahwa revisi UU TNI ini sama sekali tidak membuka peluang bagi kembalinya dwifungsi militer.

“Kemudian sama-sama meyakini bahwa dalam RUU TNI ini tidak ada kembalinya dwifungsi TNI. Dan dari beberapa pasal yang dibahas, yang sudah kami sampaikan pada masyarakat bahwa dalam pasal-pasal itu juga tidak terdapat adanya peran atau dwifungsi TNI,” ujar Dasco dengan tegas.

Dinamika Publik dan Kritik terhadap Revisi UU TNI

Sejak wacana revisi ini muncul, berbagai elemen masyarakat, termasuk akademisi, aktivis, hingga organisasi masyarakat sipil, menyuarakan berbagai pendapat, baik mendukung maupun menolak. Isu utama yang menjadi perhatian adalah potensi melonggarnya aturan terkait netralitas TNI di ranah sipil.

Sebagian pihak mendukung revisi ini dengan alasan bahwa dinamika geopolitik yang semakin kompleks menuntut fleksibilitas lebih dalam pengelolaan institusi militer. Di sisi lain, kelompok yang menolak menilai bahwa ada risiko terselubung dalam regulasi baru ini, terutama terkait pengaruh militer dalam ranah sipil.

Menanggapi kritik tersebut, Dasco menegaskan bahwa revisi ini tetap menjunjung tinggi prinsip demokrasi dan supremasi sipil.

“Tidak masalah apabila masih ada kelompok masyarakat yang menolak RUU TNI. Itu adalah bagian dari dinamika demokrasi. Kami telah memastikan bahwa revisi ini tetap selaras dengan prinsip supremasi sipil yang telah lama kita junjung,” ujarnya.

Langkah Selanjutnya

Dengan disahkannya revisi UU TNI ini, maka aturan-aturan baru akan segera berlaku setelah ditandatangani oleh Presiden. Implementasi dari perubahan ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi TNI, terutama dalam menerjemahkan aturan baru ini dalam praktik di lapangan.

Publik pun akan terus mengawasi bagaimana regulasi ini dijalankan, memastikan bahwa peran TNI tetap dalam koridor yang sesuai dengan prinsip negara demokratis. Apakah revisi ini akan membawa dampak positif bagi pertahanan nasional atau justru menimbulkan polemik lebih lanjut? Waktu yang akan menjawab.

(Mond)

#RUUTNI #DPR #Nasional