Breaking News

Drama Pelarian Massal di Lapas Kutacane: 21 Napi Ditangkap, 31 Masih Berkeliaran

Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Mashudi, saat mendatangi langsung Lapas Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh, Selasa (11/3/2025). Foto: Dok. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan

D'On, Aceh Tenggara
 – Insiden pelarian besar-besaran mengguncang Lapas Kelas IIB Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara. Sebanyak 52 narapidana (napi) berhasil melarikan diri dalam aksi yang penuh ketegangan pada Senin (10/3) menjelang waktu berbuka puasa. Hingga saat ini, pihak berwenang telah berhasil menangkap 21 orang, sementara 31 lainnya masih dalam pelarian.

Dirjen Pemasyarakatan (PAS) Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Mashudi, yang turun langsung ke lokasi, mengonfirmasi perkembangan terbaru ini. “Dari 52 napi yang melarikan diri, 21 sudah tertangkap atau menyerahkan diri. Bahkan ada yang diantar langsung oleh keluarganya,” ujar Mashudi dalam pernyataan resminya, Selasa (11/3).

Namun, dengan lebih dari setengah napi yang masih berkeliaran, aparat keamanan terus berjibaku memburu mereka. Situasi ini memicu kekhawatiran di masyarakat, terutama bagi warga yang tinggal di sekitar Lapas Kutacane.

Overkapasitas Parah: Lapas Sesak hingga 300%

Kunjungan Dirjen PAS ke Lapas Kutacane juga mengungkap fakta yang lebih mencengangkan: lapas ini mengalami overcapacity hingga lebih dari 300%. “Kapasitas idealnya hanya untuk 100 orang, tapi diisi oleh 386 napi,” ungkap Mashudi.

Tak hanya itu, jumlah petugas pengamanan pun sangat terbatas—hanya 24 orang untuk mengawasi ratusan narapidana, dengan sistem kerja bergantian tujuh orang per shift. “Saya sangat prihatin melihat kondisi ini. Ada warga binaan yang harus tidur di luar kamar hunian karena ruang yang ada sudah penuh sesak,” tambahnya.

Masalah ini ternyata tidak hanya terjadi di Lapas Kutacane. Beberapa lapas lain di Aceh mengalami kondisi yang jauh lebih parah, seperti:

  • Lapas Bireun: Overkapasitas hingga 480%
  • Lapas Idi: Overkapasitas mencapai 600%
  • Lapas Lhokseumawe: Overkapasitas 300%

Sebagai respons atas kondisi kritis ini, Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara berencana menghibahkan tanah seluas 4,1 hektare untuk relokasi Lapas Kutacane. Rencana ini didukung oleh Komisi XIII DPR RI, yang diwakili oleh anggota legislatif asal Aceh, Jamaluddin Idham dan Teuku Ibrahim. Namun, masih diperlukan kepastian anggaran untuk merealisasikan proyek ini.

Selain rencana relokasi, pemerintah juga tengah mengupayakan langkah-langkah lain guna mengatasi kelebihan kapasitas, seperti redistribusi napi ke lapas dengan hunian lebih rendah serta percepatan pemberian hak pembebasan bersyarat.

Pemicunya: Menu Berbuka Puasa dan Diskriminasi Jatah Makanan

Latar belakang kaburnya puluhan napi ini ternyata dipicu oleh persoalan yang mungkin terdengar sepele namun menyulut kemarahan besar—pembagian makanan berbuka puasa. Berdasarkan informasi dari pihak Lapas, insiden bermula ketika makanan dibagikan satu per satu, yang memicu ketidakpuasan di antara para narapidana.

Namun, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, mengungkapkan bahwa pemicu utama adalah ketidakpuasan napi terhadap jatah makanan yang diterima. Mereka meminta standar makanan yang sama seperti narapidana dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang diyakini mendapatkan porsi lebih baik.

“Anggaran makanan napi berbeda-beda, ada yang hanya Rp 18.000 per hari, ada yang Rp 20.000, bahkan ada yang Rp 22.000,” ujar Agus. “Nah, ini yang sedang kami dalami. Apakah ada perlakuan berbeda dari petugas yang membuat napi merasa didiskriminasi?”

Situasi ini memperlihatkan bagaimana sistem pemasyarakatan di Indonesia masih memiliki banyak celah yang bisa memicu insiden besar. Dari ketimpangan fasilitas hingga kelebihan kapasitas, berbagai faktor ini membuat ketegangan mudah memuncak di dalam lapas.

Aparat Kejar Napi yang Masih Kabur

Sementara itu, pencarian terhadap 31 napi yang masih melarikan diri terus dilakukan. Kepolisian, dibantu oleh aparat TNI, telah menyebar tim ke berbagai wilayah untuk mempersempit ruang gerak para napi. Razia dan patroli diperketat di perbatasan Aceh Tenggara guna mencegah napi keluar dari wilayah hukum setempat.

Kapolres Aceh Tenggara, AKBP Doni Sumarsono, mengimbau agar masyarakat segera melapor jika mengetahui keberadaan napi yang buron. “Kami meminta masyarakat untuk tidak memberikan perlindungan kepada napi yang kabur. Segera laporkan jika ada orang mencurigakan di sekitar lingkungan Anda,” tegasnya.

Seiring dengan pengejaran ini, pemerintah dan DPR juga menghadapi tekanan untuk segera mereformasi sistem pemasyarakatan agar tragedi serupa tidak terulang.

Kesimpulan: Lapas yang Meledak dan Solusi yang Harus Segera Direalisasikan

Kasus kaburnya 52 napi dari Lapas Kutacane bukan sekadar insiden pelarian biasa. Ini adalah sinyal kuat bahwa sistem pemasyarakatan di Indonesia sedang dalam kondisi darurat. Kelebihan kapasitas, minimnya jumlah petugas, serta perlakuan yang dirasa tidak adil terhadap napi, menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak.

Kini, dengan 21 napi berhasil ditangkap dan 31 masih buron, masyarakat dan pemerintah harus terus bersinergi untuk memastikan keamanan serta mempercepat solusi jangka panjang. Apakah pemerintah mampu bergerak cepat sebelum masalah ini semakin besar? Ataukah insiden ini hanyalah puncak gunung es dari persoalan yang lebih dalam?

Yang jelas, sistem pemasyarakatan kita sedang diuji, dan jawaban atas tantangan ini harus segera ditemukan.

(Mond)

#DitjenPAS #TahananKabur #LapasKutacane