Breaking News

Gadis SMP di Padang Pariaman Diperkosa Tetangga, Ibu Korban Lapor Polisi

Ilustrasi 

D'On, Padang Pariaman, Sumatera Barat
– Langit malam di Nagari Katapiang, Kecamatan Batang Anai, tampak biasa saja pada 17 Desember 2024. Namun, di balik keheningan itu, sebuah peristiwa kelam tengah berlangsung, mengubah hidup seorang gadis remaja dan ibunya selamanya.

Seorang ibu berinisial ZB (55) kini berjuang sendirian, melawan stigma dan tekanan sosial, setelah melaporkan tetangganya, D, ke Polres Padang Pariaman atas dugaan pencabulan terhadap putrinya, RHS (15), yang masih duduk di bangku kelas 8 SMP. Laporan resmi itu tercatat dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor: STTLP/B/21.a/2024/SPKT/Polres Padang Pariaman/Polda Sumatera Barat.

Menurut keterangan yang diperoleh dari ZB, peristiwa tragis itu bermula ketika D mengajak RHS untuk pergi bersama. RHS yang tidak menaruh curiga menyetujui ajakan itu. D menjemputnya di rumah, lalu membawanya ke salah satu Sekolah Dasar di Batang Anai. Di sanalah, menurut pengakuan korban, D melakukan perbuatan terlarang terhadapnya.

Namun, peristiwa itu tidak berhenti di sana. Pengakuan RHS kepada ibunya menyebut bahwa D terus mengulangi perbuatannya dari Desember 2024 hingga Februari 2025. Tidak hanya di SD, tetapi juga di rumah ZB, ketika sang ibu tidak berada di rumah. “D melakukannya saat saya pergi ke masjid untuk salat Subuh atau ketika saya bepergian ke Pekanbaru,” ungkap ZB dengan suara bergetar.

Sebuah Kecurigaan yang Berujung pada Fakta Mengerikan

ZB mengetahui kengerian yang menimpa anaknya dari sebuah percakapan WhatsApp yang tidak sengaja terbaca. Ia mulai curiga ketika melihat perubahan perilaku RHS yang kerap bermain ponsel hingga larut malam dan berusaha menghindarinya.

Kecurigaan itu semakin kuat hingga akhirnya kakak laki-laki RHS menyadap ponsel adiknya. Dari situlah terungkap percakapan mencurigakan antara RHS dan temannya. Dalam chat tersebut, seorang teman RHS mengancam akan menyebarkan foto-foto dirinya bersama D jika ia tidak mengakui apa yang telah terjadi pada Desember 2024. “Temannya itu mengaku telah memiliki foto-foto anak saya bersama D. RHS akhirnya mengakui segalanya,” tutur ZB.

Upaya Mencari Keadilan dan Penolakan Damai

Setelah mengetahui kenyataan pahit tersebut, ZB berusaha mencari keadilan. Ia mendatangi orang tua D dan wali kampung untuk membahas kasus ini. Namun, yang didapatnya justru kekecewaan.

Orang tua D menolak menikahkan putranya dengan RHS. Sebagai gantinya, mereka menawarkan ‘damai’ dengan imbalan uang sebesar Rp15 juta. Sebuah angka yang bagi mereka mungkin cukup untuk mengubur luka dan trauma seorang anak perempuan. Namun, bagi seorang ibu yang hatinya hancur, uang itu tak ada artinya.

“Saya menolak. Ini bukan soal uang, ini soal kehormatan dan keadilan untuk anak saya,” tegas ZB.

Ketika upaya damai gagal, ZB akhirnya melaporkan D ke Polres Padang Pariaman pada Jumat (7/3). Laporan ini mengubah segalanya. Orang tua D yang sebelumnya menolak pernikahan tiba-tiba berubah pikiran dan bersedia menikahkan anaknya dengan RHS. Namun kali ini, giliran ZB yang menolak.

“Saya ingin dia dihukum. Saya tidak akan berdamai,” ucapnya mantap.

Keputusan ini membawa konsekuensi besar bagi ZB. Sejak menolak berdamai, ia merasa dikucilkan oleh masyarakat di kampungnya sendiri. Namun, tekadnya tak goyah.

Lebih dari Satu Pelaku?

Dugaan keterlibatan D ternyata bukan satu-satunya tragedi dalam kasus ini. ZB mengungkapkan bahwa D tidak bertindak sendirian. Ia mengajak beberapa temannya untuk ikut melakukan pelecehan terhadap RHS.

Menurut ZB, total ada delapan orang yang terlibat, meskipun hanya D yang diduga melakukan hubungan terlarang dengan putrinya. Satu di antara mereka masih berstatus pelajar SMP. “Semuanya kabur setelah saya melaporkan kasus ini ke polisi,” ujarnya.

Trauma yang Mendalam

Akibat kejadian ini, RHS mengalami trauma berat. Ia tidak lagi ingin pergi ke sekolah. Rasa malu dan ketakutan menghantuinya setiap saat. ZB pun hanya bisa berusaha menguatkan anaknya di tengah cobaan yang begitu berat.

“Saya hanya ingin anak saya mendapatkan keadilan. Saya ingin pelaku dihukum. Saya ingin dia mendapatkan keadilan yang seharusnya,” kata ZB, suaranya lirih, tetapi penuh keteguhan.

Harapan Seorang Ibu

Kini, ZB hanya bisa berharap pada penegakan hukum. Ia telah mengambil langkah besar, bukan hanya untuk anaknya, tetapi juga untuk banyak korban lain yang mungkin tidak memiliki keberanian yang sama.

Di tengah stigma dan tekanan sosial yang harus dihadapinya, ZB tetap berdiri tegak. Seorang ibu yang tak ingin melihat anaknya menjadi korban tanpa pembelaan. Seorang ibu yang memilih melawan, meskipun harus berjuang sendirian.

Kasus ini kini dalam penanganan kepolisian. Akankah keadilan berpihak pada RHS? Ataukah ia hanya akan menjadi angka dalam statistik kelam yang terus berulang?

Hanya waktu yang bisa menjawab. Tetapi satu hal yang pasti: perjuangan seorang ibu untuk keadilan anaknya tidak akan pernah sia-sia.