Breaking News

Hasto: Harun Masiku Harus Dibantu Masuk DPR!

Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (kedua kanan) berjalan setibanya untuk menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakara Pusat, Jumat (14/3/2025).

D'On, Jakarta
 – Sidang perkara dugaan suap dalam pengurusan status Harun Masiku sebagai anggota DPR RI kembali mengungkap rangkaian manuver politik yang dramatis. Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, kini berada di kursi terdakwa, didakwa menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI periode 2017–2022, Wahyu Setiawan, guna memastikan Harun Masiku mendapat kursi di Senayan melalui mekanisme Pergantian Antarwaktu (PAW).

Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap fakta mengejutkan: Hasto disebut dengan tegas menyatakan bahwa Harun Masiku harus dibantu menjadi anggota DPR RI—bukan sekadar keinginan, melainkan keputusan partai yang harus dilaksanakan.

Menurut dakwaan jaksa, pernyataan itu disampaikan dalam sebuah pertemuan di Rumah Aspirasi PDIP, Jakarta Pusat. Hasto diduga memberi instruksi langsung kepada advokat Donny Tri Istiqomah dan kader PDIP Saeful Bahri untuk mengupayakan pengangkatan Harun Masiku di KPU. Instruksi itu mencakup pemantauan ketat terhadap perkembangan proses tersebut, termasuk pelaporan terkait dugaan komitmen dan aliran dana suap.


Manuver Politik Demi Kursi DPR

Kasus ini bermula dari dinamika politik di Daerah Pemilihan Sumatera Selatan 1 pada Pemilu 2019. Harun Masiku, yang maju sebagai calon legislatif dari PDIP, gagal meraih suara yang cukup untuk lolos ke Senayan. Namun, situasi berubah ketika Nazarudin Kiemas, caleg dengan perolehan suara terbanyak di dapil tersebut, meninggal dunia sebelum pelantikan.

Secara aturan, kursi kosong tersebut jatuh kepada Riezky Aprilia, yang memperoleh suara terbanyak berikutnya. Namun, PDIP berupaya mengajukan Harun Masiku sebagai pengganti dengan dalih bahwa partai memiliki diskresi politik dalam menentukan siapa yang layak menduduki kursi yang ditinggalkan kadernya.


Dari Gugatan ke Mahkamah Agung hingga Lobi-lobi di KPU

Hasto dan timnya tidak tinggal diam. Upaya pertama dilakukan melalui jalur hukum:

  1. Mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) – Hasilnya, MA mengabulkan permohonan tersebut, menyatakan bahwa suara caleg yang meninggal dunia menjadi kewenangan partai politik untuk menunjuk pengganti.
  2. Mengajukan fatwa kepada MA agar KPU menjalankan keputusan tersebut.
  3. Mencoba membujuk Riezky Aprilia agar mundur secara sukarela dan menyerahkan kursinya kepada Harun Masiku.

Namun, KPU menolak menerapkan keputusan MA dengan alasan tidak sesuai dengan regulasi pemilu yang berlaku. Riezky pun menolak mundur dan tetap dilantik sebagai anggota DPR pada 1 Oktober 2019.

Kegagalan demi kegagalan tidak menghentikan langkah Hasto. Jaksa mengungkapkan bahwa Hasto bahkan sempat menahan surat undangan pelantikan Riezky Aprilia sebagai upaya terakhir agar Harun bisa naik ke Senayan. Namun, upaya ini pun tidak membuahkan hasil.


Jalur Suap: SGD 57,350 Demi Kursi DPR

Ketika jalur hukum dan lobi politik gagal, langkah berikutnya yang diduga ditempuh adalah suap. Jaksa mengungkapkan bahwa Hasto bersama-sama dengan Harun Masiku, Donny Tri Istiqomah, dan Saeful Bahri memberikan uang sebesar SGD 57,350 (setara Rp 600 juta) kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Dalam dakwaan, Wahyu Setiawan disebut-sebut sebagai pihak yang diyakinkan untuk memuluskan jalan Harun Masiku ke DPR. Suap ini diberikan melalui perantara Agustiani Tio Fridelina, orang dekat Wahyu Setiawan.

Namun, rencana ini terbongkar sebelum terlaksana sepenuhnya. Pada Januari 2020, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang menyeret Wahyu Setiawan dan beberapa pihak lainnya.

Menariknya, Harun Masiku justru berhasil menghilang di saat yang krusial. Diduga, ia sempat mendapat bantuan untuk kabur sebelum operasi KPK dilakukan.


Lima Tahun Buron: Ke Mana Harun Masiku?

Hingga saat ini, Harun Masiku masih menjadi teka-teki besar dalam dunia hukum dan politik Indonesia. Sudah lima tahun sejak KPK mengeluarkan status buron, tetapi keberadaannya masih misterius.

Banyak spekulasi bermunculan. Ada dugaan bahwa ia melarikan diri ke luar negeri, mendapatkan perlindungan dari pihak tertentu, atau bahkan menjalani kehidupan dengan identitas baru. KPK berulang kali menyatakan komitmennya untuk menangkap Harun Masiku, tetapi hingga kini hasilnya masih nihil.

Sementara itu, dalam dakwaan terbaru, Hasto tidak hanya didakwa melakukan suap, tetapi juga menghalangi penyidikan KPK terhadap Harun Masiku.

Kasus ini menyoroti betapa rumitnya relasi antara politik dan hukum di Indonesia. Di balik usaha untuk merebut kursi DPR, tersingkap berbagai intrik, mulai dari manuver hukum, lobi politik, hingga dugaan praktik suap dan pelarian buron.

Sidang masih akan berlanjut. Publik menanti, apakah keadilan akan ditegakkan atau justru permainan politik kembali menang?

(Mond)

#Hukum #KasusHarunMasiku #HastoKristiyanto