Breaking News

Kapolres Ngada Nonaktif Diduga Eksploitasi Anak untuk Konten Porno dan Dijual ke Australia: KPAI Sebut Bentuk Baru TPPO

Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Dok. Humas Polres Ngada

D'On, Jakarta
– Indonesia kembali diguncang oleh kasus kekerasan seksual terhadap anak yang melibatkan aparat penegak hukum. Kapolres Ngada nonaktif, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, diduga tidak hanya melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur, tetapi juga merekam aksi bejatnya dan mengirimkan video tersebut ke situs porno luar negeri. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan bahwa perbuatan ini tidak sekadar kejahatan seksual, tetapi telah memasuki ranah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus baru.

Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menyatakan bahwa eksploitasi anak untuk kepentingan ekonomi, terutama dengan menyebarkan konten pelecehan ke platform luar negeri, merupakan bentuk lain dari perdagangan manusia. "Ini jelas perbuatan pidana yang sangat serius. Eksploitasi ini dilakukan untuk menghasilkan uang, yang berarti masuk dalam kategori baru TPPO," ujarnya saat diwawancarai oleh Antara, Senin, 10 Maret 2025.

Rekaman Kekerasan Seksual Dijual ke Situs Porno Australia

Kasus ini semakin menyeramkan ketika diketahui bahwa korban dari kebiadaban AKBP Fajar Widyadharma adalah anak-anak berusia 14 tahun, 12 tahun, dan bahkan seorang balita berusia tiga tahun. Tindakan tidak manusiawi ini bukan hanya dilakukan dalam diam, tetapi juga direkam dengan sengaja. Video hasil kejahatan tersebut kemudian dikirimkan ke situs porno di Australia, diduga dengan tujuan mendapatkan keuntungan finansial.

Ai Maryati menegaskan bahwa TPPO tidak hanya terbatas pada penjualan fisik seseorang, tetapi juga mencakup eksploitasi anak dalam bentuk digital. “Bukan hanya soal menjual orang secara fisik, tetapi jika ada pihak yang mengambil keuntungan dari eksploitasi anak dalam bentuk digital, termasuk menyebarkan video pelecehan seksual, maka ini adalah TPPO,” tegasnya.

KPAI saat ini mendorong penyelidikan mendalam untuk mengungkap apakah AKBP Fajar Widyadharma hanya sekadar mengunggah konten ke situs luar negeri atau menjadi bagian dari jaringan besar eksploitasi seksual anak yang terorganisir.

Komnas Perempuan Desak Hukuman Berat dan Reformasi di Kepolisian

Tak hanya KPAI, Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, juga mengecam keras perbuatan keji ini. Ia menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan seadil-adilnya, tanpa pandang bulu, termasuk terhadap aparat kepolisian sendiri. "Semua pihak perlu memastikan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual diaplikasikan secara optimal dalam kasus ini," ujarnya.

Komnas Perempuan mendesak agar pelaku diberikan hukuman seberat-beratnya, bukan hanya berdasarkan KUHP, tetapi juga menggunakan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) serta aturan lain yang relevan. Mereka juga menuntut reformasi mendalam di tubuh kepolisian agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.

Pukulan Telak bagi Institusi Kepolisian

Kasus ini menjadi noda hitam bagi institusi kepolisian Indonesia, yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat tetapi justru melahirkan predator di dalam jajarannya. Masyarakat menuntut agar kasus ini tidak hanya berhenti pada hukuman individu, tetapi juga adanya langkah konkret untuk memperbaiki sistem rekrutmen dan pengawasan internal di kepolisian.

Kini, perhatian publik tertuju pada proses hukum yang akan dijalani AKBP Fajar Widyadharma. Apakah keadilan benar-benar ditegakkan, atau kasus ini akan berakhir seperti banyak kasus lain yang menguap begitu saja?

Kita menanti jawaban dari aparat penegak hukum.

(Mond)

#KontenPorno #EksploitasiAnak #Asusila #PelecehanSeksual #KPAI #TPPO #AKBPFajarWidyadharmaLukmanSumaatmaja #Polri