Breaking News

Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak: 1 dari 4 Perempuan Alami Kekerasan, 1 dari 2 Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifatul Choiri Fauzi

D'On, Jakarta –
Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia masih menjadi permasalahan serius. Data terbaru dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) pada tahun 2024 mengungkapkan bahwa 1 dari 4 perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik, psikis, atau seksual. Lebih mencengangkan lagi, 1 dari 2 anak mengalami kekerasan seksual, angka yang menunjukkan bahwa separuh dari generasi muda di negeri ini pernah menjadi korban kekerasan yang mengancam masa depan mereka.

Data tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifatul Choiri Fauzi, dalam acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara KemenPPPA, Bank Central Asia (BCA), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di Jakarta Pusat, Selasa (4/3).

"Berdasarkan hasil survei pengalaman hidup perempuan nasional tahun 2024, 1 dari 4 perempuan pernah mengalami kekerasan fisik, psikis, seksual, maupun bentuk kekerasan lainnya," ujar Arifatul dalam sambutannya.

Survei yang sama juga mengungkapkan bahwa tingkat kekerasan terhadap anak justru lebih tinggi.

"Hasil survei nasional terhadap pengalaman hidup anak dan remaja menunjukkan angka yang lebih mengkhawatirkan. 1 dari 2 anak pernah mengalami kekerasan seksual. Temuan ini sejalan dengan data yang tercatat dalam sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak pada tahun 2024," tambahnya.

Tingginya Angka Kekerasan, Perlindungan Harus Diperkuat

Temuan ini mengindikasikan bahwa meskipun berbagai kebijakan dan program telah diterapkan, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak tetap tinggi. Bahkan, bisa dikatakan bahwa setiap rumah tangga dan lingkungan sosial berpotensi menjadi tempat terjadinya kekerasan.

Kekerasan terhadap perempuan tidak hanya terbatas pada ranah fisik, tetapi juga mencakup kekerasan psikis dan seksual. Dampaknya pun tidak hanya dirasakan secara langsung oleh korban, tetapi juga menciptakan trauma jangka panjang yang dapat berpengaruh pada kehidupan sosial, ekonomi, dan psikologis mereka.

Bagi anak-anak, kekerasan seksual menjadi ancaman yang semakin nyata. Mereka yang menjadi korban kerap mengalami tekanan emosional yang mendalam, dan dalam banyak kasus, kesulitan mendapatkan perlindungan maupun keadilan. Minimnya ruang aman dan kurangnya akses terhadap pendidikan serta sosialisasi tentang kekerasan seksual membuat anak-anak semakin rentan.

Membangun Ruang Aman: Inisiatif KemenPPPA

Menanggapi tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, KemenPPPA berupaya menghadirkan solusi dengan menciptakan ruang aman bagi mereka. Salah satu inisiatif utama yang diluncurkan adalah "Ruang Bersama Indonesia."

"Kami ingin memastikan tidak ada lagi anak-anak yang merasa terisolasi dan bersembunyi di kamar mereka akibat trauma atau ketakutan. Ruang Bersama Indonesia hadir untuk memberikan tempat aman bagi perempuan dan anak, tempat di mana mereka bisa mendapatkan perlindungan dan dukungan," jelas Arifatul.

Selain itu, KemenPPPA juga memperkuat layanan call center SAPA 129, yang dapat digunakan oleh para korban kekerasan untuk melaporkan insiden atau mencari bantuan.

"Selain Ruang Bersama Indonesia, kami juga mendorong pemanfaatan call center SAPA 129 sebagai wadah pelaporan dan pendampingan korban kekerasan. Selain itu, kami juga mengembangkan data berbasis desa untuk memastikan kebijakan perlindungan perempuan dan anak lebih tepat sasaran," tambahnya.

Minimnya Ruang Publik: Faktor Penyebab Kekerasan di Kalangan Anak dan Remaja

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Pol. Wahyu Widada, turut menyoroti kekerasan yang terjadi di kalangan anak dan remaja, termasuk fenomena tawuran yang semakin marak.

Menurutnya, salah satu faktor yang memicu kekerasan di kalangan anak dan remaja adalah minimnya ruang terbuka untuk menyalurkan energi mereka.

"Anak-anak memiliki energi yang luar biasa besar. Namun, sayangnya, mereka tidak memiliki cukup ruang untuk menyalurkannya dengan cara yang positif. Ini menjadi salah satu penyebab mereka terjerumus ke dalam aksi kekerasan seperti tawuran," ungkap Wahyu.

Ia juga menyoroti keterbatasan fasilitas olahraga di sekolah-sekolah yang dapat menjadi sarana bagi anak-anak untuk menyalurkan energi mereka secara sehat dan konstruktif.

"Banyak sekolah yang memiliki fasilitas pendidikan yang baik, tetapi tidak memiliki lapangan olahraga atau ruang terbuka yang memadai. Ini adalah sesuatu yang perlu kita perhatikan bersama," imbuhnya.

Harapan dan Langkah ke Depan

Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia menuntut perhatian serius dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, aparat penegak hukum, hingga masyarakat secara keseluruhan.

KemenPPPA bersama dengan pihak terkait terus mengupayakan solusi untuk mengatasi masalah ini, baik melalui kebijakan, layanan perlindungan, maupun edukasi kepada masyarakat. Namun, perubahan yang lebih besar hanya dapat terjadi jika kesadaran dan kepedulian kolektif terhadap perlindungan perempuan dan anak semakin meningkat.

Langkah-langkah seperti penyediaan ruang aman, peningkatan akses terhadap layanan pendampingan, serta penciptaan ruang publik yang lebih inklusif dan ramah anak harus terus didorong. Karena pada akhirnya, masa depan sebuah bangsa bergantung pada bagaimana kita melindungi generasi mudanya dari segala bentuk kekerasan.

(Mond)

#MenteriPPPA #KekerasanSeksual #KemenPPPA #Nasional