Breaking News

Kompol Ramli Sembiring Dipecat Jelang Pensiun: Skandal Pemerasan 12 Kepsek Senilai Rp 4,7 Miliar Terungkap

Kabid Propam Polda Sumut Kombes Bambang Tertianto saat diwawancarai beberapa waktu lalu. Mantan penjabat sementara (PS) Kasubdit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Polda Sumut Kompol Ramli Sembiring Dipecat Tidak dengan Hormat dari kepolisian

D'On, Sumatera Utara
– Bayang-bayang masa pensiun seharusnya menjadi momen menutup karier dengan hormat bagi seorang aparat penegak hukum. Namun, nasib berkata lain bagi Kompol Ramli Sembiring. Mantan Penjabat Sementara (PS) Kasubdit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Sumatera Utara itu justru harus mengakhiri pengabdiannya dengan noda hitam: pemecatan tidak dengan hormat (PTDH).

Ia terbukti memeras 12 kepala sekolah (Kepsek) di Sumut dengan total nilai Rp 4,7 miliar. Bersama seorang anggota polisi lainnya, Brigadir Bayu, Ramli kini tak hanya kehilangan statusnya sebagai aparat kepolisian, tetapi juga harus menghadapi jeratan hukum yang serius.

Kasus yang Menggemparkan: Modus Pemerasan Dana Alokasi Khusus (DAK)

Kasus ini bermula dari penyelidikan dugaan penyalahgunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik di Dinas Pendidikan Sumatera Utara. Alih-alih menegakkan hukum, Ramli Sembiring justru memanfaatkan posisinya sebagai pejabat Tipikor untuk melakukan pemerasan. Ia bersama Brigadir Bayu menekan para kepala sekolah, meminta sejumlah uang dengan dalih pengamanan dari jeratan hukum.

Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Bambang Tertianto, mengonfirmasi bahwa keduanya terbukti bersalah dalam sidang etik dan dijatuhi sanksi PTDH. Ironisnya, pemecatan ini terjadi hanya beberapa hari sebelum Ramli memasuki masa pensiun.

“Karena batas pensiunnya dia hanya beberapa hari setelah diamankan, maka bandingnya tidak diproses. Sehingga, secara otomatis, ia tidak memperoleh status pensiun,” ujar Kombes Bambang pada Kamis (20/3/2025).

Pengungkapan Skandal: Uang Rp 400 Juta Ditemukan di Mobil

Dalam upaya penegakan hukum, tim Kortas Tipikor Polri melakukan penyelidikan mendalam. Salah satu bukti paling mencolok yang ditemukan adalah uang tunai sebesar Rp 400 juta dalam sebuah koper di dalam mobil milik Kompol Ramli.

“Pada saat hendak dilakukan upaya paksa penangkapan, mobilnya ditemukan di sebuah bengkel. Setelah diperiksa, di dalamnya terdapat uang dalam koper yang merupakan bagian dari hasil pemerasan,” ungkap Kepala Kortas Tipikor Polri, Irjen Cahyono Wibowo, dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

Temuan ini semakin memperkuat dugaan bahwa jaringan pemerasan yang dijalankan Ramli tidak bekerja sendirian. Polisi masih terus mendalami kemungkinan adanya tersangka lain yang turut terlibat dalam skema ini.

“Nanti akan berkembang, tidak hanya sampai di sini. Dari fakta yang ada, terdapat pihak lain yang memiliki peran signifikan dan bisa dimintai pertanggungjawaban hukum,” tambah Irjen Cahyono.

Penangkapan yang Hampir Gagal: Indikasi Kebocoran Informasi

Skandal ini tidak hanya mencoreng nama institusi kepolisian, tetapi juga memperlihatkan adanya indikasi kebocoran informasi dalam proses penangkapan.

Sempat terjadi kegagalan dalam operasi awal, diduga akibat adanya informasi yang bocor. Namun, Tim Paminal Mabes Polri akhirnya berhasil menangkap Kompol Ramli dan Brigadir Bayu setelah menerapkan strategi penangkapan berbeda.

Kini, kedua mantan anggota kepolisian tersebut mendekam di Rutan Bareskrim Polri, menghadapi proses hukum yang berjalan.

Jerat Hukum: Tidak Ada Toleransi bagi Penyalahgunaan Wewenang

Atas perbuatannya, Kompol Ramli dan Brigadir Bayu disangkakan dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal ini kemudian diperkuat dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 yang mengatur perubahan atas UU sebelumnya, serta juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang memperjelas peran mereka dalam tindak pidana tersebut.

Mereka juga telah mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Medan, mencoba menggugurkan status tersangka mereka. Namun, hingga kini, proses hukum masih terus bergulir dan belum ada tanda-tanda keringanan yang akan diberikan kepada keduanya.

Peringatan Keras bagi Aparat Penegak Hukum

Kasus ini menjadi preseden penting dalam penegakan hukum di Indonesia, terutama terkait penyalahgunaan wewenang oleh aparat. Pemecatan tidak dengan hormat yang dialami Kompol Ramli Sembiring dan Brigadir Bayu menjadi peringatan keras bahwa tidak ada tempat bagi pelanggar hukum di tubuh institusi kepolisian.

Masyarakat kini menanti bagaimana kasus ini akan berkembang. Apakah akan ada tersangka baru? Bagaimana nasib 12 kepala sekolah yang menjadi korban pemerasan ini?

Yang jelas, kasus ini telah menjadi cerminan betapa integritas harus selalu dijaga, terutama bagi mereka yang diberi amanah menegakkan hukum.

(Mond)

#Pemerasan #Polri #KompolRamli #OknumPolisiPerasKepsek