Kontroversi Letkol Teddy sebagai Seskab: Antara Regulasi dan Keputusan Politik
Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin
D'On, Jakarta – Polemik mengenai pengangkatan Letkol Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) terus bergulir. Posisi Teddy yang masih berstatus sebagai prajurit aktif TNI menjadi sorotan tajam, terutama setelah Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menegaskan bahwa anggota TNI aktif yang menduduki jabatan di kementerian atau lembaga pemerintahan wajib mengundurkan diri atau pensiun dini.
Kenaikan Pangkat dan Sorotan Publik
Letkol Teddy baru saja mengalami kenaikan pangkat dari Mayor menjadi Letnan Kolonel berdasarkan keputusan Panglima TNI Nomor Kep/238/II/2025 pada 25 Februari 2025. Kenaikan ini kemudian disusul dengan pengangkatannya sebagai Seskab, sebuah jabatan strategis di pemerintahan. Namun, langkah ini langsung menuai kritik dari berbagai pihak, mengingat dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, hanya ada 10 kementerian/lembaga yang dapat dijabat oleh prajurit aktif.
Dalam revisi RUU TNI yang saat ini sedang dibahas, pemerintah berencana memperluas jumlah kementerian dan lembaga yang bisa dijabat oleh anggota TNI aktif dari 10 menjadi 15 institusi. Meski demikian, jabatan Seskab tidak termasuk dalam daftar tersebut.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah pengangkatan Letkol Teddy bertentangan dengan hukum yang berlaku?
Masukan dari Komisi I DPR: Teddy Harus Mundur
Anggota Komisi I DPR, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, mengungkapkan bahwa Istana sempat meminta pendapatnya terkait pengangkatan Teddy sebagai Seskab tanpa harus mundur dari militer.
"Saat itu saya menyarankan agar jika ingin mempertahankan status militer Mayor Teddy, maka posisinya sebaiknya ditempatkan di Sekretariat Militer," ujar TB Hasanuddin kepada wartawan, Rabu (12/3).
Ia menjelaskan bahwa di Sekretariat Militer terdapat beberapa jabatan yang bisa diisi oleh prajurit aktif, seperti Kepala Biro Umum, Kepala Biro Tanda Pangkat, serta Kepala Biro Tanda Jasa dan Kehormatan. Sebagai alternatif, Istana bisa menambahkan posisi baru, misalnya Kepala Biro Sekretariat Kabinet di bawah Sekretariat Militer, agar tetap sesuai dengan Pasal 47 UU TNI.
Namun, pendapat itu tampaknya tidak diakomodasi. Pada 21 Oktober 2024, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menegaskan bahwa Seskab berada di bawah Kementerian Sekretariat Negara, bukan di bawah Sekretariat Militer. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Wahyu Yudhayana, yang menegaskan bahwa posisi tersebut merupakan jabatan sipil di bawah kementerian, bukan institusi militer.
Dengan demikian, menurut TB Hasanuddin, Letkol Teddy seharusnya memilih antara tetap menjadi prajurit aktif atau mengundurkan diri demi menjabat sebagai Seskab.
"Maka sesuai aturan, Teddy harus mundur dari prajurit TNI. Ini jelas tidak termasuk dalam Pasal 47 UU TNI," tegas TB Hasanuddin.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pemerintah harus konsisten dalam menjalankan aturan hukum untuk menghindari polemik serta menjaga profesionalisme TNI.
Dukungan dari Menhan: Regulasi Harus Ditegakkan
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin turut menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap aturan. Ia menyatakan bahwa setelah UU TNI direvisi, ada 15 kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif. Jika suatu jabatan berada di luar daftar tersebut, maka pejabat yang berasal dari TNI harus pensiun dini.
"Masuk nggak dalam kategori itu? Kalau termasuk di luar 15 kategori itu ya terkena," kata Sjafrie di DPR, Senayan, Selasa (11/3).
Berikut daftar 15 kementerian/lembaga yang bisa dijabat TNI aktif setelah revisi UU TNI:
- Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
- Kementerian Pertahanan
- Sekretariat Militer Presiden
- Badan Intelijen Negara
- Badan Siber dan Sandi Negara
- Lembaga Ketahanan Nasional
- Dewan Pertahanan Nasional
- Badan SAR Nasional
- Badan Narkotika Nasional
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
- Badan Keamanan Laut
- Kejaksaan Agung
- Mahkamah Agung
Dari daftar tersebut, jabatan Seskab tetap tidak tercantum, yang semakin menguatkan argumen bahwa Teddy harus memilih: meninggalkan TNI atau melepas jabatan Seskab.
Dinamika Politik di Balik Kontroversi
Kasus ini tidak hanya menjadi perdebatan hukum, tetapi juga mencerminkan tarik-ulur politik antara militer dan pemerintahan sipil. Sejak reformasi, ada upaya untuk membatasi keterlibatan militer dalam ranah sipil guna menjaga netralitas TNI.
Namun, belakangan ini, muncul wacana untuk memperluas peran TNI di berbagai institusi pemerintahan. Revisi UU TNI yang memperbolehkan 15 kementerian/lembaga dijabat oleh prajurit aktif merupakan contoh nyata dari tren ini.
Di sisi lain, pengangkatan Letkol Teddy tanpa kejelasan statusnya bisa menjadi preseden berbahaya. Jika kasus ini dibiarkan, bisa saja ke depan semakin banyak prajurit aktif yang menduduki jabatan sipil tanpa mekanisme yang jelas, yang berpotensi mengaburkan batas antara militer dan sipil dalam pemerintahan.
Kesimpulan: Menanti Keputusan Akhir
Saat ini, semua mata tertuju pada keputusan yang akan diambil oleh Letkol Teddy dan Istana. Apakah Teddy akan tetap mempertahankan status militernya dan mundur dari jabatan Seskab? Atau sebaliknya, ia akan memilih jalur sipil dan pensiun dini dari TNI?
Jawaban atas pertanyaan ini tidak hanya akan menentukan nasib Teddy, tetapi juga akan menjadi tolak ukur konsistensi pemerintah dalam menegakkan aturan serta menjaga profesionalisme TNI di era reformasi.
Satu hal yang pasti: keputusan yang diambil akan mencerminkan sejauh mana aturan hukum benar-benar dihormati di negeri ini.
(Mond)
#LetkolTeddy #DPR #TNI #RUUTNI