KPK Berpeluang Panggil Febri Diansyah Terkait Kasus TPPU SYL: Jejak Uang dan Polemik Pembayaran Pengacara
D'On, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL). Terbaru, kantor hukum Visi Law yang pernah menangani perkara SYL, digeledah oleh tim penyidik KPK pada Rabu (19/3/2025). Penggeledahan ini membuka peluang bagi KPK untuk memanggil dua pengacara yang pernah terlibat di firma tersebut: Febri Diansyah dan Donal Fariz.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa timnya sedang mendalami apakah pemanggilan terhadap Febri dan Donal diperlukan guna mengklarifikasi kontrak hukum antara Visi Law dengan SYL.
"RA (Rasamala Aritonang) sudah diperiksa. Selanjutnya, kami akan memastikan apakah saudara DF (Donal Fariz) atau F (Febri Diansyah) juga perlu dimintai keterangannya terkait bagaimana kantor hukum Visi Law bisa di-hire oleh SYL sebagai kuasa hukumnya," ujar Asep dalam keterangannya yang dikutip pada Jumat (21/3/2025).
Febri Diansyah: "Saya Tidak Lagi di Visi Law"
Di sisi lain, Febri Diansyah, yang kini menjabat sebagai kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, menegaskan bahwa dirinya sudah tidak lagi menjadi bagian dari Visi Law sejak Desember 2024.
"Saya sejak Desember 2024 kemarin sudah tidak di Visi Law Office," ujar Febri kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Namun, meski telah keluar dari firma tersebut, namanya tetap dikaitkan dengan dugaan aliran dana hasil korupsi SYL yang diduga digunakan untuk membayar jasa hukum Visi Law.
Menanggapi hal ini, Febri dengan tegas menyatakan bahwa honorarium advokat merupakan hak yang diatur secara hukum.
"Kemarin pihak KPK menyampaikan seolah-olah honorarium advokat berasal dari hasil korupsi di Kementan. Nah, itu yang perlu dipahami bersama. UU Advokat mengatur secara jelas hak terkait honorarium, sehingga penerimaan tersebut adalah sesuatu yang sah secara hukum," jelasnya.
Febri juga menambahkan bahwa baik SYL maupun dua anak buahnya—Kasdi Sugiyono dan Muhammad Hatta—telah mengakui bahwa pembayaran jasa hukum dilakukan melalui iuran pribadi, bukan dari hasil korupsi.
Perjalanan Kasus: Jejak Korupsi dan Hukuman SYL
Kasus TPPU ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang menjerat SYL, yakni kasus gratifikasi dan pemerasan yang ia lakukan saat menjabat sebagai Menteri Pertanian. KPK menemukan bahwa SYL diduga menerima aliran dana korupsi dari berbagai proyek di Kementerian Pertanian (Kementan).
Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung menguatkan putusan sebelumnya dan menetapkan bahwa SYL tetap harus membayar uang pengganti sebesar Rp44,2 miliar dan 30.000 Dolar AS, dengan ancaman tambahan 5 tahun penjara jika tidak membayarnya.
Selain itu, hukuman pokoknya tetap 12 tahun penjara, ditambah denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. Kejahatan ini tidak dilakukan sendirian, tetapi bersama Kasdi Sugiyono dan Muhammad Hatta, dua orang kepercayaannya di Kementan.
Penyidikan Berlanjut: Benarkah Ada Aliran Uang Haram ke Visi Law?
Saat ini, KPK masih mendalami dugaan bahwa SYL menggunakan uang hasil korupsi untuk membayar firma hukum yang membelanya. Penggeledahan di kantor Visi Law menjadi indikasi kuat bahwa lembaga antirasuah ini tengah menelusuri jejak keuangan yang menghubungkan uang hasil kejahatan dengan pembayaran jasa hukum.
Meski Febri Diansyah menyatakan bahwa honorarium advokat merupakan hak hukum, KPK tampaknya ingin memastikan bahwa tidak ada dana haram yang mengalir dalam proses pembelaan hukum SYL. Jika ditemukan bukti kuat, bukan tidak mungkin langkah hukum selanjutnya akan mengarah ke pihak-pihak yang terlibat.
Apakah Febri dan Donal benar-benar akan dipanggil oleh KPK? Bagaimana nasib kasus ini ke depannya? Publik menanti babak baru dalam perjalanan hukum SYL yang semakin menarik perhatian.
(Mond)
#KPK #FebriDiansyah #VisiLaw #SyahrulYasinLimpo