KPK Dalami Dugaan Keterlibatan Pj Bupati dan Bupati di Suap Proyek PUPR OKU
Ketua KPK Setyo Budiyanto bersiap memberikan keterangan mengenai operasi tangkap tangan terkait dugaan suap proyek Dinas PUPR Ogan Komering Ulu di Jakarta, Minggu (16/3/2025).
D'On, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan suap proyek infrastruktur di Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) untuk tahun anggaran 2024–2025. Sejumlah nama mulai terseret, termasuk Penjabat (Pj) Bupati OKU dan Bupati definitif yang baru dilantik.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menegaskan bahwa penyelidikan tak berhenti pada enam tersangka yang telah ditetapkan. Lembaga antirasuah itu akan memperdalam keterlibatan pihak-pihak lain yang diduga turut serta dalam skema korupsi ini.
"Kami sedang melakukan investigasi lebih mendalam lagi. Enam tersangka sudah kami tetapkan, tetapi kami masih mendalami keterlibatan pihak-pihak lain yang terindikasi terlibat," ujar Setyo dalam konferensi pers, Minggu (16/3).
Sejauh ini, enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah, serta tiga anggota DPRD OKU. Dugaan kuat menyebutkan bahwa para anggota legislatif ini menerima fee sebesar 20 persen dari total proyek pokok-pokok pikiran (pokir) senilai Rp 35 miliar yang dikelola Dinas PUPR.
Jejak Dugaan Kongkalikong: Peran Pj Bupati dan Bupati OKU Dipertanyakan
Kasus ini semakin menarik perhatian publik karena diduga ada pertemuan yang turut dihadiri oleh Pj Bupati OKU, Teddy Meilwansyah. Dugaan keterlibatan kepala daerah ini menjadi fokus penyelidikan KPK, terutama terkait mekanisme pembagian proyek dan persetujuan anggaran yang berujung pada pemberian suap.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa pihaknya juga akan mengusut kemungkinan penerimaan suap oleh anggota DPRD lainnya.
"Nanti kita lihat lagi keterlibatan anggota DPRD yang lain. Termasuk pertemuan dengan Penjabat Bupati, karena ada dua pihak yang menjabat: Pj Bupati sebelum 2024 dan Bupati definitif setelah 2025. Kedua peran ini tentu harus kami dalami," ungkap Asep.
Skema suap ini diduga erat kaitannya dengan keputusan DPRD OKU dalam menetapkan besaran pokir. Dugaan adanya intervensi kepala daerah dalam penentuan proyek pun semakin menguat, terutama karena proyek-proyek ini tidak bisa berjalan tanpa persetujuan eksekutif.
Korupsi di Tengah Krisis Anggaran: Ironi yang Menyayat Hati
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyayangkan praktik korupsi ini terjadi di saat pemerintah sedang gencar melakukan efisiensi anggaran. Menurutnya, kasus di Kabupaten OKU menjadi gambaran ironis bagaimana kepentingan segelintir pejabat mengorbankan anggaran publik yang seharusnya digunakan untuk pembangunan.
"Melihat kasus ini, sungguh ironis. Di saat pemerintah berupaya melakukan efisiensi, justru ada praktik konspirasi antara eksekutif dan legislatif yang memasukkan pokir demi keuntungan pribadi," tegasnya.
Setyo berharap, tindakan tegas KPK dalam kasus ini bisa menjadi peringatan bagi pejabat lain agar tidak terjebak dalam praktik serupa.
Operasi Tangkap Tangan dan Pengungkapan Skandal
Kasus ini mencuat setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di OKU pada Sabtu (15/3). Dari penyelidikan, enam orang ditetapkan sebagai tersangka:
- Ferlan Juliansyah – Anggota Komisi III DPRD OKU
- M. Fahrudin – Ketua Komisi III DPRD OKU
- Umi Hartati – Ketua Komisi II DPRD OKU
- Nopriansyah – Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU
- M. Fauzi alias Pablo – Pihak swasta
- Ahmad Sugeng Santoso – Pihak swasta
Penyelidikan mengungkap bahwa skandal ini bermula ketika DPRD OKU membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Tahun Anggaran 2025 pada Januari 2025.
Dalam pembahasan tersebut, beberapa anggota DPRD diduga meminta jatah proyek pokir sebagai syarat untuk menyetujui anggaran. Meski awalnya ada keterbatasan dana, jatah pokir akhirnya disepakati sebesar Rp 35 miliar dengan fee 20 persen, atau sekitar Rp 7 miliar.
Demi mengakomodasi kepentingan ini, DPRD OKU akhirnya menaikkan anggaran APBD 2025 dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar.
Pasal-Pasal Jerat Tersangka
Atas perbuatannya, Kepala Dinas PUPR dan tiga anggota DPRD yang diduga sebagai penerima suap dijerat dengan pasal-pasal berikut dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor):
- Pasal 12 huruf a
- Pasal 12 huruf b
- Pasal 12 huruf f
- Pasal 12B
- Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP
Sementara itu, dua pihak swasta yang diduga sebagai pemberi suap dijerat dengan:
- Pasal 5 ayat 1 huruf a
- Pasal 5 ayat 1 huruf b
- Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP
Menanti Keberanian KPK Membongkar Lebih Dalam
Meski enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka, publik masih menanti langkah lebih jauh dari KPK. Dugaan keterlibatan kepala daerah dalam skandal ini menjadi pertanyaan besar: apakah hanya sebatas mengetahui, ataukah ada peran aktif dalam meloloskan proyek dengan skema suap?
Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen pemberantasan korupsi di daerah. Jika KPK berhasil menelusuri aliran dana hingga ke aktor utama, maka kasus ini bisa menjadi preseden penting dalam upaya membersihkan birokrasi dari praktik suap. Namun, jika berhenti hanya pada level dinas dan DPRD, maka publik akan terus bertanya: Apakah keadilan benar-benar ditegakkan?
(Mond)
#KPK #Suap #OTT