Breaking News

KPK Periksa Nicke Widyawati dalam Kasus Gas: Apa yang Sebenarnya Digali?

Mantan Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati (tengah) berjalan usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (17/3/2025).

D'On, Jakarta
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan tajinya dalam membongkar kasus dugaan korupsi yang melibatkan transaksi jual beli gas di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kali ini, sorotan tertuju pada pemeriksaan terhadap mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati.

Nicke diperiksa oleh penyidik KPK pada Senin (17/3) terkait dugaan korupsi dalam transaksi jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk dan PT Inti Alasindo Energi (IAE) yang terjadi dalam rentang waktu 2017–2021.

Pemeriksaan ini semakin menarik perhatian publik karena berkaitan dengan kebijakan Holding Minyak dan Gas (Holdingisasi Pertamina-PGN)—sebuah transformasi besar yang menyatukan perusahaan-perusahaan energi nasional di bawah satu atap untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing. Namun, di balik kebijakan strategis ini, tampaknya ada persoalan hukum yang kini menjadi sorotan KPK.

Mengapa Nicke Widyawati Diperiksa?

Menurut Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, pemeriksaan terhadap Nicke berfokus pada pemahamannya mengenai hubungan antara Pertamina dan PGN dalam konteks holdingisasi migas.

"Didalami terkait dengan Holding Minyak dan Gas (Holdingisasi Pertamina dan PGN)," ujar Tessa kepada wartawan pada Selasa (18/3).

Nicke sendiri sejatinya telah dipanggil KPK lebih awal, yaitu pada Senin (10/3), namun kala itu ia meminta penjadwalan ulang. Kehadirannya dalam pemeriksaan kali ini dilakukan dalam kapasitasnya sebagai mantan Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) Pertamina, sebuah posisi strategis yang dipegangnya sebelum menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan migas pelat merah tersebut.

Misteri Tersangka dan Potensi Kerugian Negara

Meskipun KPK telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus ini, identitas mereka hingga kini masih dirahasiakan. Selain itu, KPK juga belum secara terbuka memaparkan detail konstruksi kasus yang diduga telah merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah.

Dugaan kasus ini diduga berawal dari transaksi jual beli gas antara PGN dan IAE, yang mungkin mengandung unsur pelanggaran hukum seperti penggelembungan harga, kesepakatan kontrak yang merugikan negara, atau adanya praktik korupsi lainnya.

Dengan skala bisnis gas yang bernilai triliunan rupiah, penyimpangan dalam transaksi ini berpotensi memberikan dampak besar, baik terhadap keuangan negara maupun iklim investasi di sektor energi.

Tanggapan PGN: Hormati Proses Hukum, Jamin Operasional Berjalan Normal

Di tengah ramainya sorotan terhadap kasus ini, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk—sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut—menegaskan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung di KPK.

Sekretaris Perusahaan PGN, Rachmat Hutama, menyatakan bahwa PGN akan selalu mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK sesuai dengan peraturan yang berlaku.

"Sampai dengan saat ini, kami memantau secara saksama proses hukum yang masih berjalan di KPK atas dugaan masalah ini. Kami memastikan bahwa langkah penegakan hukum oleh KPK ini tidak akan mengganggu kegiatan operasional, layanan terhadap pelanggan serta bisnis perusahaan ke depan," ujar Rachmat.

Ia menambahkan bahwa PGN akan bersikap kooperatif dan terbuka terhadap penyelidikan KPK, dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Perusahaan juga telah memiliki mekanisme baku dalam menangani berbagai persoalan hukum.

"Fokus kami saat ini mengikuti perkembangan proses penegakan hukum yang sedang berjalan di KPK," pungkasnya.

Kasus Ini Bisa Menjadi Babak Baru dalam Penegakan Hukum di Sektor Energi

Kasus dugaan korupsi dalam transaksi jual beli gas ini bukan sekadar perkara hukum biasa. Dengan keterlibatan perusahaan-perusahaan besar di sektor energi, penyelidikan yang dilakukan KPK berpotensi mengungkap lebih banyak fakta yang selama ini mungkin tersembunyi.

Holdingisasi migas yang menjadi bagian dari kebijakan strategis pemerintah seharusnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing industri energi nasional. Namun, jika dalam implementasinya ditemukan penyimpangan, maka hal ini justru bisa menjadi celah bagi praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.

Kini, publik menanti langkah selanjutnya dari KPK. Siapa saja tersangka yang telah ditetapkan? Bagaimana konstruksi kasus ini sebenarnya? Dan yang lebih penting, sejauh mana dampak dari kasus ini terhadap kebijakan energi nasional?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini masih menjadi misteri. Namun satu hal yang pasti, penyelidikan KPK ini menandakan bahwa penegakan hukum di sektor energi masih terus berjalan—dan siap mengungkap siapa pun yang terlibat, tanpa pandang bulu.

(Mond)

#KPK #Pertamina #Korupsi