Breaking News

KPK Sita 24 Aset Terkait Skandal Kredit LPEI, Nilai Capai Rp882,5 Miliar


D'On, Jakarta
 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menguak skandal korupsi besar yang melibatkan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dalam pengembangan kasus dugaan korupsi terkait fasilitas kredit, KPK telah menyita 24 aset yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa aset-aset yang disita tersebut terafiliasi dengan perusahaan yang terkait langsung dengan para tersangka dalam kasus ini. Penyitaan aset dilakukan di berbagai lokasi strategis, dengan 22 aset berada di wilayah Jabodetabek dan dua lainnya di Surabaya.

"Terhadap ke-24 aset tersebut telah dilakukan penilaian berdasarkan ZNT (Zona Nilai Tanah) dengan total nilai mencapai Rp882.546.180.000," ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis (20/3/2025).

Tiga Tersangka Ditahan, Kerugian Negara Menggunung

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan dan menahan tiga tersangka dari pihak debitur. Dua di antaranya baru saja ditahan, yakni Jimmy Masrin (JM) dan Susy Mira Dewisugiarta (SMD).

"Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan dua tersangka dalam kasus LPEI, yaitu JM dan SMD, mulai 20 Maret hingga 8 April 2025," jelas Asep.

Sebelumnya, KPK telah lebih dulu menahan seorang tersangka lain dari kubu debitur, yakni Newin Nugroho (NN), yang resmi ditahan sejak 13 Maret 2025.

Kasus ini mengungkap praktik korupsi yang terstruktur dan melibatkan kolusi antara pihak internal LPEI dengan pihak debitur. Asep menjelaskan bahwa terjadi konflik kepentingan yang melibatkan direktur LPEI dalam pengajuan kredit kepada PT PE. Direktur LPEI diduga melakukan kesepakatan di awal dengan pihak debitur, yang mengarah pada pemberian kredit secara tidak sah.

"Direktur LPEI tidak melakukan kontrol terhadap penggunaan dana kredit sesuai dengan Manajemen Aset dan Pinjaman (MAP). Bahkan, ia memerintahkan bawahannya untuk tetap mencairkan kredit meskipun secara kelayakan seharusnya tidak diberikan," tegasnya.

Modus Kecurangan: Manipulasi Dokumen hingga Window Dressing

Lebih jauh, KPK mengungkap bahwa PT PE melakukan berbagai praktik curang guna memperoleh kucuran dana dari LPEI. Beberapa modus yang terungkap meliputi pemalsuan dokumen purchase order dan invoice, yang digunakan sebagai dasar pencairan kredit. Selain itu, PT PE juga diketahui melakukan praktik window dressing, yakni manipulasi laporan keuangan agar terlihat lebih sehat dibandingkan kondisi sebenarnya.

Tidak berhenti di situ, dana yang seharusnya digunakan sesuai dengan tujuan kredit justru dialihkan untuk kepentingan lain, yang bertentangan dengan perjanjian yang disepakati dengan LPEI. Akibat dari tindakan ini, negara mengalami kerugian yang sangat besar. Berdasarkan perhitungan awal, kerugian negara akibat pemberian kredit ilegal ini mencapai USD18 juta dan Rp549.144.535.027 (Rp549 miliar).

KPK Berkomitmen Menuntaskan Kasus

Dengan langkah penyitaan aset senilai Rp882,5 miliar, KPK menunjukkan keseriusannya dalam mengembalikan kerugian negara akibat skandal ini. Penyidik masih terus mendalami keterlibatan pihak lain, termasuk kemungkinan adanya oknum pejabat di LPEI yang turut serta dalam praktik korupsi ini.

"Kami akan terus menelusuri aliran dana dan memastikan semua pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini dibawa ke hadapan hukum," tegas Asep.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa praktik korupsi dalam lembaga keuangan negara dapat menimbulkan dampak besar, tidak hanya bagi perekonomian nasional tetapi juga bagi kepercayaan publik terhadap institusi keuangan negara. KPK berjanji akan menuntaskan perkara ini hingga ke akar-akarnya.

(Mond)

#KPK #Korupsi #KorupsiLPEI