Breaking News

Mandabiah: Tradisi Sakral Jelang Idul Fitri di Minangkabau yang Sarat Makna

Ilustrasi 

Dirgantaraonline
- Di tengah semarak persiapan menyambut Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Minangkabau memiliki sebuah tradisi unik yang sudah diwariskan turun-temurun, yaitu Mandabiah. Ritual ini tidak sekadar menyembelih hewan ternak, tetapi juga mencerminkan nilai syukur, kebersamaan, dan gotong royong yang menjadi ciri khas budaya Minang.

Namun, apa sebenarnya makna di balik tradisi ini? Bagaimana proses pelaksanaannya? Dan mengapa Mandabiah masih lestari hingga sekarang? Mari kita telusuri lebih dalam tradisi sakral ini.

Asal-Usul dan Makna Filosofis Mandabiah

Mandabiah berasal dari kata "tabiah" atau "dabiah", yang dalam bahasa Minangkabau berarti menyembelih hewan. Tradisi ini biasanya dilakukan menjelang Idul Fitri sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas berkah yang diberikan Allah selama bulan Ramadan.

Namun, lebih dari sekadar penyembelihan hewan, Mandabiah memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Minangkabau:

1. Simbol Rasa Syukur dan Keberkahan

Di Minangkabau, konsep "mambasuik dari bumi, maantuang ka sarato" (mengambil dari bumi dan membagikannya kepada semua) menjadi filosofi utama dalam kehidupan sosial. Mandabiah adalah cerminan dari nilai ini—bahwa rezeki yang diperoleh seseorang hendaknya dibagikan kepada keluarga dan masyarakat.

2. Menjalin Silaturahmi dan Mempererat Persaudaraan

Tidak seperti di perkotaan, di desa-desa Minangkabau, persiapan Mandabiah dilakukan secara gotong royong. Keluarga besar, tetangga, dan bahkan perantau yang pulang kampung ikut serta dalam berbagai tahapnya, dari memilih hewan, menyembelih, hingga membagikan daging.

3. Bentuk Kepedulian Sosial

Daging hasil Mandabiah tidak hanya untuk konsumsi keluarga, tetapi juga dibagikan kepada kerabat dan warga sekitar, terutama mereka yang kurang mampu. Hal ini memperlihatkan kuatnya nilai solidaritas sosial dalam budaya Minangkabau.

4. Tradisi yang Mengakar dalam Adat Minang

Dalam adat Minangkabau, seseorang tidak hanya dihormati karena kekayaan atau status sosial, tetapi juga karena kemurahan hatinya dalam berbagi. Semakin banyak seseorang bersedekah, semakin tinggi pula derajatnya di mata masyarakat.

Proses Pelaksanaan Mandabiah

Tradisi Mandabiah tidak dilakukan secara sembarangan. Ada tahapan-tahapan yang harus dilewati, yang mencerminkan perpaduan antara ajaran Islam dan adat Minangkabau.

1. Persiapan: Memilih Hewan yang Layak

Biasanya, masyarakat Minang mempersiapkan hewan Mandabiah jauh sebelum Ramadan. Beberapa keluarga bahkan sengaja memelihara sapi atau kerbau sejak lama agar bisa digunakan untuk Mandabiah. Hewan yang disembelih harus memenuhi syarat:

  • Sehat dan cukup umur, sebagaimana syarat dalam Islam.
  • Berasal dari hasil jerih payah sendiri, bukan dari pinjaman atau hutang.
  • Dibeli dengan niat ibadah dan berbagi, bukan sekadar konsumsi pribadi.

2. Penyembelihan: Prosesi Sakral yang Sarat Nilai Religius

Penyembelihan biasanya dilakukan di halaman rumah atau di tanah lapang dekat surau (mushala). Orang yang menyembelih harus mempunyai ilmu agama dan dihormati dalam masyarakat. Sebelum penyembelihan, doa bersama dipanjatkan agar daging yang dihasilkan membawa keberkahan.

3. Pengolahan dan Pembagian Daging

Setelah disembelih, daging langsung dibagi sesuai ketentuan adat:

  • Sebagian untuk keluarga besar
  • Sebagian untuk kerabat dan tetangga
  • Sebagian untuk kaum dhuafa dan fakir miskin

Daging yang diperoleh kemudian diolah menjadi hidangan khas Minangkabau seperti:

  • Rendang – masakan ikonik yang dimasak dengan santan dan rempah-rempah hingga kering.
  • Gulai – daging dimasak dengan kuah santan yang kaya bumbu.
  • Pangek – sejenis rendang tetapi dengan kuah lebih banyak dan kental.

Hidangan ini kemudian disajikan untuk makan bersama pada malam takbiran atau di pagi Idul Fitri.

Mandabiah vs Kurban di Idul Adha: Apa Bedanya?

Sekilas, tradisi Mandabiah mirip dengan ibadah kurban pada Idul Adha, tetapi ada beberapa perbedaan mendasar:

Dari perbedaan ini, jelas bahwa Mandabiah bukanlah pengganti kurban, melainkan sebuah tradisi khas Minangkabau yang memperkuat nilai sosial dan budaya.

Mengapa Mandabiah Tetap Lestari di Minangkabau?

Meskipun zaman terus berubah dan modernisasi merambah ke berbagai aspek kehidupan, Mandabiah tetap bertahan sebagai bagian dari identitas masyarakat Minangkabau. Ada beberapa alasan mengapa tradisi ini masih dipertahankan:

  1. Merawat Tradisi Leluhur – Mandabiah adalah warisan budaya yang terus dijaga oleh generasi ke generasi.
  2. Mempererat Hubungan Keluarga – Momen ini menjadi ajang berkumpul bagi keluarga besar, terutama bagi para perantau yang pulang kampung.
  3. Menjaga Nilai Gotong Royong – Tradisi ini mengajarkan pentingnya berbagi dan bekerja sama dalam masyarakat.
  4. Tetap Relevan di Era Modern – Meski dunia semakin individualistis, masyarakat Minang masih menganggap kebersamaan sebagai nilai utama dalam kehidupan.

Mandabiah bukan sekadar tradisi, tetapi juga cerminan dari filosofi hidup masyarakat Minangkabau. Di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur seperti syukur, gotong royong, kepedulian sosial, dan pelestarian budaya yang masih relevan hingga kini.

Di tengah dunia yang terus berubah, tradisi seperti Mandabiah menjadi pengingat bahwa kebahagiaan sejati bukan hanya tentang apa yang kita miliki, tetapi juga tentang bagaimana kita berbagi dengan sesama.

Sebagai bagian dari warisan budaya Nusantara, Mandabiah adalah bukti bahwa adat dan agama bisa berjalan berdampingan, menciptakan harmoni dalam kehidupan masyarakat. Bagi orang Minangkabau, Idul Fitri bukan sekadar perayaan, tetapi juga momen untuk memperkuat ikatan keluarga dan sosial—sesuatu yang tak ternilai harganya.

(Mond)

#Mandabiah #Tradisi #Minangkabau