Breaking News

Mantan Kapolres Ngada Terjerat Skandal Dark Web: Penyebaran Konten Pornografi Anak Terungkap

Mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman mengenakan baju tahanan dihadirkan saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta pada Kamis (13/3/2025).

D'On, Jakarta
– Sebuah skandal besar mengguncang institusi kepolisian setelah terungkap bahwa mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, diduga terlibat dalam kasus pembuatan dan penyebaran konten pornografi anak di platform gelap dark web. Pengungkapan ini disampaikan langsung oleh Dirtipidsiber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, dalam konferensi pers di gedung Divisi Humas Polri, Jakarta, pada Kamis (13/3).

Himawan mengungkapkan bahwa Fajar tidak hanya menyimpan, tetapi juga mentransmisikan serta mendistribusikan konten video berisi eksploitasi seksual terhadap anak-anak melalui forum-forum ilegal di dark web, yang bisa diakses oleh siapa pun yang menjadi anggota jaringan tersebut.

"Tersangka memproduksi sendiri konten video pornografi anak dengan menggunakan ponselnya, lalu mentransmisikan dan menyebarluaskan di platform yang digunakan oleh para pelaku kejahatan seksual terhadap anak di dark web," jelas Himawan dalam keterangannya.

Kasus ini membuka kembali perdebatan tentang bahaya kejahatan siber, khususnya yang melibatkan eksploitasi seksual terhadap anak di dunia maya. Skandal ini menjadi tamparan keras bagi institusi kepolisian, mengingat pelaku merupakan mantan pejabat tinggi di wilayahnya.


Barang Bukti dan Pemeriksaan Digital Forensik

Untuk mengungkap lebih dalam bagaimana Fajar menjalankan aksinya, tim penyidik telah menyita tiga unit ponsel milik tersangka yang diduga menjadi alat utama dalam pembuatan dan penyebaran konten ilegal tersebut.

"Pemeriksaan terhadap barang bukti dilakukan oleh laboratorium digital forensik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri guna memenuhi standar investigasi berbasis ilmiah (scientific crime investigation),” tambah Himawan.

Analisis mendalam terhadap perangkat elektronik ini diharapkan bisa mengungkap lebih banyak informasi terkait jaringan dan pihak-pihak lain yang mungkin terlibat. Pasalnya, dalam kasus-kasus serupa, pelaku jarang beraksi sendirian. Ada kemungkinan Fajar menjadi bagian dari sindikat yang lebih besar dalam kejahatan seksual terhadap anak di ranah digital.


Dijerat dengan Undang-Undang ITE, Hukuman Berat Mengancam

Perbuatan Fajar melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), termasuk:

  • Pasal 45 Ayat 1 juncto Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 52 Ayat 1 dari UU Nomor 1 Tahun 2024, yang merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang mengandung unsur pelanggaran kesusilaan dapat dikenai hukuman berat.

"Ancaman hukuman bagi tersangka adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda hingga Rp 1 miliar. Selain itu, ada pemberatan hukuman sepertiga dari pidana pokok karena perbuatannya melibatkan eksploitasi seksual terhadap anak," tegas Himawan.

Dengan ancaman hukuman yang berat ini, Fajar terancam menghabiskan waktu lama di balik jeruji besi.


Tragis: Korban Berusia 6 hingga 16 Tahun, Juga Seorang Dewasa

Lebih mengerikan lagi, penyidik mengungkap bahwa jumlah korban mencapai empat orang, dengan rincian:

  • Anak-anak berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun
  • Seorang perempuan dewasa berusia 20 tahun, berinisial SHDR

Aksi bejat ini dilakukan di sebuah hotel di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa kejahatan tersebut dilakukan dengan perencanaan matang dan bukan insiden yang terjadi secara spontan.


Bagaimana Kasus Ini Terbongkar?

Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri kepada Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada 23 Januari 2025, Polda NTT menerima surat dari Divhubinter yang tertanggal 22 Januari 2025, yang berisi informasi awal tentang dugaan keterlibatan seorang anggota Polri dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Berdasarkan data dalam laporan tersebut, tim penyidik Polda NTT segera bergerak melakukan penyelidikan di salah satu hotel di Kupang, tempat dugaan kejadian berlangsung. Pemeriksaan mendalam dilakukan, termasuk klarifikasi dengan pihak hotel.

Dari hasil investigasi tersebut, penyidik menemukan bukti-bukti kuat yang mengarah kepada Fajar sebagai pelaku utama. Ia kemudian diperiksa intensif hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.


Skandal yang Mengguncang Institusi Polri

Kasus ini kembali memicu perbincangan luas tentang integritas aparat penegak hukum di Indonesia. Publik mempertanyakan bagaimana mungkin seorang perwira polisi, yang seharusnya bertugas menegakkan hukum dan melindungi masyarakat, justru terlibat dalam kejahatan yang sangat keji.

Apakah ini hanya kasus individu, ataukah ada jaringan yang lebih luas yang masih bersembunyi di baliknya?

Pihak kepolisian sendiri berjanji akan menindak tegas siapa pun yang terbukti terlibat, tanpa memandang pangkat atau jabatan.

"Institusi Polri berkomitmen untuk memberantas segala bentuk kejahatan, termasuk yang dilakukan oleh anggotanya sendiri. Tidak ada toleransi bagi pelaku eksploitasi seksual terhadap anak," kata Himawan menegaskan.

Meski demikian, publik tetap menuntut transparansi penuh dalam penanganan kasus ini. Pasalnya, kasus-kasus serupa sering kali mendapat perhatian besar di awal, namun seiring waktu, penanganannya melemah.

Kini, semua mata tertuju pada Polri—apakah mereka akan benar-benar menegakkan keadilan, ataukah kasus ini akan menguap begitu saja?


Kesimpulan: Kejahatan Siber yang Mengerikan

Kasus AKBP Fajar Widyadharma Lukman membuka mata banyak pihak bahwa kejahatan seksual terhadap anak semakin canggih dan bersembunyi di balik teknologi digital. Dengan semakin luasnya akses ke dark web, para predator seksual semakin mudah berbagi konten ilegal tanpa terdeteksi.

Peristiwa ini juga menjadi peringatan keras bagi orang tua dan masyarakat luas untuk lebih waspada terhadap keamanan anak-anak di dunia digital.

Kini, yang menjadi pertanyaan besar: Apakah hukuman yang dijatuhkan nantinya akan setimpal dengan perbuatannya?

Ataukah ini hanya akan menjadi satu dari sekian banyak kasus kejahatan seksual yang berlalu begitu saja?

Hanya waktu yang bisa menjawab.

(Mond)

#AKBPFajarWidyadharmaLukman #Pornografi #Darkweb #KapolresNgada