Breaking News

Manuver Politik di Balik Penempatan Kader PSI di OMO FOLU: Transparansi atau bagi-bagi Jabatan?

Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menyampaikan keterangan kepada wartawan usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/2/2025).

D'On, Jakarta
– Keputusan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang merevisi struktur Operation Management Office (OMO) Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 menuai kontroversi. Penyempurnaan organisasi yang seharusnya berfokus pada pengelolaan lingkungan justru dikritik karena dugaan adanya kepentingan politik. Pasalnya, beberapa kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) partai tempat Raja Juli bernaung ditempatkan dalam struktur OMO FOLU yang baru.

Penetapan struktur ini tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 32 Tahun 2025, yang merevisi SK sebelumnya, Nomor 234 Tahun 2024. OMO FOLU dibentuk untuk mendukung target Indonesia FOLU Net Sink 2030, sebuah inisiatif nasional dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor kehutanan dan lahan. Namun, revisi kali ini justru memunculkan pertanyaan besar: Apakah ini langkah profesional atau sekadar strategi bagi-bagi jabatan?

OMO FOLU: Program Lingkungan atau Politik Balas Budi?

FOLU Net Sink 2030 adalah program ambisius pemerintah yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat penyerapan GRK lebih tinggi daripada emisinya pada tahun 2030. Program ini didanai oleh Pemerintah Norwegia melalui skema result-based contribution (RBC), dengan total dana 216 juta dolar AS yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).

Namun, alih-alih menjadi organisasi yang murni berbasis profesionalisme, OMO FOLU justru diisi oleh kader-kader PSI yang diduga tak memiliki latar belakang kuat di bidang kehutanan atau lingkungan. Nama-nama yang masuk dalam struktur organisasi ini antara lain:

  • Andy Budiman – Dewan Penasihat Ahli
  • Endika Fitra Wijaya – Staf Kesekretariatan Bidang Pengelolaan Hutan Lestari
  • Sigit Widodo – Anggota Bidang Peningkatan Cadangan Karbon
  • Furqan Amini Chaniago – Anggota Bidang Konservasi
  • Suci Mayang Sari – Anggota Bidang Penegakan Hukum dan Peningkatan Kapasitas

Keputusan Raja Juli menempatkan mereka dalam posisi penting langsung memantik kritik. Pasalnya, OMO FOLU seharusnya diisi oleh tenaga profesional yang memiliki pengalaman dalam pengelolaan hutan dan lingkungan. Kritik semakin tajam karena posisi-posisi tersebut mendapatkan honor besar:

  • Penanggung Jawab/Pengarah – Rp50 juta/bulan
  • Anggota Bidang – Rp20 juta/bulan
  • Staf – Rp8 juta/bulan

Raja Juli berdalih bahwa anggaran OMO FOLU tidak bersumber dari APBN, melainkan dari dana donor internasional dan negara mitra seperti Norwegia. Meski begitu, transparansi dalam proses perekrutan tetap menjadi pertanyaan besar.

Konflik Kepentingan dan Sorotan Publik

Sejumlah analis politik dan aktivis transparansi anggaran menyoroti bahwa revisi struktur OMO FOLU ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Badiul Hadi, Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), menilai bahwa kebijakan ini justru bertentangan dengan semangat efisiensi anggaran yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

“Rekrutmen atau pengisian struktur OMO FOLU seharusnya transparan agar tidak menimbulkan kegaduhan di publik. Apalagi, skema pembiayaan hijau dari negara mitra seperti Norwegia sering kali berbentuk obligasi hijau, kemitraan publik-swasta, atau blended finance, yang sebagian di antaranya berstatus utang. Artinya, kehati-hatian dalam pengelolaan dana sangat diperlukan,” ujar Badiul, Jumat (7/3/2025).

Lebih lanjut, analis politik Kunto Adi Wibowo dari Universitas Padjadjaran menilai bahwa masuknya kader PSI dalam struktur ini lebih mengarah pada bagi-bagi jabatan ketimbang kepentingan program. Ia menilai bahwa penunjukan ini tak lepas dari dinamika internal PSI yang akan segera menggelar kongres pada 2025.

“Bisa jadi ini bagian dari strategi politik Raja Juli untuk memperkuat posisinya di PSI. PSI sedang mempertimbangkan sistem ‘partai perorangan’, di mana setiap kader yang memiliki saham di partai bisa ikut memilih ketua umum. Jika Raja Juli ingin meningkatkan pengaruhnya dalam partai, maka menempatkan kader-kadernya dalam posisi strategis bisa menjadi salah satu langkah,” jelas Kunto.

Ia juga menyebut bahwa ada kemungkinan lain, yakni politik balas budi. “Seperti yang kita lihat pada pemerintahan Prabowo, ada banyak jabatan yang diberikan kepada tim pemenangan dan orang-orang terdekatnya. Ini sangat mungkin terjadi juga di PSI melalui Raja Juli,” tambahnya.

Fenomena Lazim, Tapi Kontradiktif dengan Citra PSI

Menurut Adi Prayitno, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), praktik semacam ini bukanlah hal baru di Indonesia. “Ketika seorang menteri berasal dari partai tertentu, wajar jika ada kader-kader partainya yang ikut masuk dalam struktur kementerian atau program-program di bawahnya. Ini terjadi di hampir semua partai,” katanya.

Namun, yang menjadi masalah adalah kontradiksi dengan citra PSI itu sendiri. Musfi Romdoni, analis dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), menilai bahwa keputusan Raja Juli sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang selama ini dijual PSI.

“PSI selalu mengklaim sebagai ‘partai anak muda’ yang transparan, anti-korupsi, dan tidak seperti partai-partai lama. Tapi kenyataannya, ketika kadernya mendapatkan jabatan strategis, praktiknya justru lebih vulgar daripada partai-partai yang mereka kritik,” tegas Musfi.

Kritik juga mengarah pada Kaesang Pangarep, Ketua Umum PSI. Jika PSI benar-benar konsisten dengan prinsipnya, maka seharusnya Kaesang bersikap dan menegur Raja Juli. “Kalau Kaesang hanya diam dan membiarkan ini terjadi, berarti slogan PSI selama ini hanya omong kosong,” tambahnya.

PSI Membela Diri

Di tengah kritik tajam, Juru Bicara DPP PSI, Agus Mulyono Herlambang, membela keputusan Menteri Kehutanan. Ia menyebut bahwa penempatan kader PSI di OMO FOLU adalah bagian dari kombinasi tenaga profesional dan politikus yang sudah memiliki pengalaman bekerja dengan Raja Juli.

“Bang Menteri menunjuk beberapa profesional non-partai dan juga profesional dari partai untuk memperkuat tim OMO. Ini sudah terjadi di periode sebelumnya,” ujar Agus.

Menurutnya, sebagian besar kader PSI yang masuk ke OMO FOLU hanya bertugas di kesekretariatan dan administrasi, sehingga tidak mengganggu substansi program. “Mereka sudah lama bekerja dengan Bang Menteri, jadi sudah memahami ritme kerja beliau,” pungkasnya.

Profesionalisme atau Dinasti Politik?

Perombakan OMO FOLU seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat upaya mitigasi perubahan iklim, bukan justru membuka ruang bagi praktik nepotisme politik. Meski tidak menggunakan APBN, struktur baru ini tetap harus mempertanggungjawabkan transparansi rekrutmen dan pemanfaatan dana.

Kini, bola ada di tangan publik. Apakah ini murni strategi penguatan program lingkungan, atau sekadar bagi-bagi kue kekuasaan dengan dalih keberlanjutan?

(Mond)

#BagiBagiJabatan #PSI #Nasional #RajaJuliAntoni #OMOFOLU