Breaking News

Menaker Terbitkan Aturan Baru JKK, JKM, JHT: Perlindungan Pekerja Diperkuat

Ilustrasi Kartu BPJS 

D'On, Jakarta
– Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli kembali menggebrak dunia ketenagakerjaan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 1 Tahun 2025. Regulasi baru ini merevisi aturan sebelumnya, yaitu Permenaker Nomor 5 Tahun 2021, dan membawa sejumlah perubahan signifikan dalam penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), serta Jaminan Hari Tua (JHT).

Langkah ini diambil dengan tujuan utama memperkuat perlindungan bagi pekerja yang terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan, sekaligus memperluas cakupan manfaat yang diterima peserta.

“Aturan ini bertujuan untuk meningkatkan kepastian perlindungan bagi peserta dalam program JKK, JKM, dan JHT,” ujar Menaker Yassierli, dikutip pada Minggu (9/3/2025).

Namun, di balik kebijakan yang digadang-gadang membawa angin segar bagi pekerja ini, muncul polemik terkait implementasi, terutama dalam kaitannya dengan aturan lain yang berlaku, seperti Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).

Perubahan Signifikan dalam Permenaker No. 1 Tahun 2025

Regulasi baru ini membawa beberapa perubahan mendasar yang dinilai akan berdampak besar terhadap perlindungan pekerja di Indonesia. Berikut beberapa poin utama dalam kebijakan ini:

  1. Kewajiban Pendaftaran Pekerja Non-ASN ke BPJS Ketenagakerjaan
    Dalam regulasi terbaru, pegawai non-Aparatur Sipil Negara (non-ASN) yang bekerja di instansi pemerintah diwajibkan untuk didaftarkan dalam program JKK dan JKM di BPJS Ketenagakerjaan. Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan jaminan perlindungan lebih baik bagi pekerja non-ASN yang selama ini berada dalam posisi rentan.

  2. Perluasan Manfaat Jaminan Kematian (JKM) untuk Pekerja dengan Lebih dari Satu Pemberi Kerja
    Jika sebelumnya manfaat JKM hanya berlaku bagi pekerja dengan satu pemberi kerja, kini aturan baru memperluas cakupannya. Pekerja yang memiliki lebih dari satu pemberi kerja tetap bisa mendapatkan manfaat JKM, sehingga jaminan perlindungan lebih merata dan tidak terbatas pada satu hubungan kerja saja.

  3. Perluasan Kriteria Kecelakaan Kerja dalam JKK
    Salah satu perubahan paling signifikan adalah penambahan kriteria kecelakaan kerja dalam JKK. Kini, insiden kekerasan fisik dan/atau pemerkosaan yang terjadi di tempat kerja secara eksplisit masuk dalam kategori kecelakaan kerja. Dengan adanya perubahan ini, korban kekerasan di lingkungan kerja dapat memperoleh jaminan perlindungan yang lebih jelas dan komprehensif.

  4. Kemudahan dalam Pemberian Beasiswa Pendidikan bagi Anak Penerima Manfaat
    Selain itu, aturan baru juga menyederhanakan mekanisme pemberian beasiswa pendidikan bagi anak pekerja yang menjadi penerima manfaat JKK dan JKM. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa anak-anak pekerja yang kehilangan orang tuanya tetap dapat melanjutkan pendidikan tanpa hambatan administratif yang berbelit.

Pujian dan Kritik: Langkah Maju atau Problem Implementasi?

Kebijakan ini menuai berbagai tanggapan, baik dari kalangan pekerja, pengusaha, maupun pengamat ketenagakerjaan.

Pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar menilai bahwa aturan baru ini merupakan langkah maju untuk meningkatkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, yang selama ini masih tergolong rendah.

Namun, di sisi lain, ia juga menyoroti adanya ketidaksinkronan antara Permenaker No. 1 Tahun 2025 dengan UU ASN.

“Permenaker ini nggak nyambung dengan UU ASN. Seharusnya ada sinkronisasi dulu,” tegas Timboel.

Ia merujuk pada ketentuan dalam UU ASN yang menyatakan bahwa tidak ada lagi tenaga honorer atau tenaga non-ASN di pemerintahan paling lambat Desember 2024. Dengan demikian, aturan yang mewajibkan pekerja non-ASN didaftarkan dalam program JKK dan JKM justru menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin tenaga non-ASN diwajibkan ikut jaminan, padahal secara regulasi status mereka tidak akan ada lagi setelah 2024?

Kritik lainnya datang dari beberapa kalangan badan usaha yang mempertanyakan dampak finansial dari perluasan cakupan manfaat ini. Meskipun manfaat yang lebih luas merupakan hal positif, beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa beban iuran BPJS Ketenagakerjaan bisa meningkat, yang pada akhirnya dapat berdampak pada sektor usaha, terutama bagi perusahaan kecil dan menengah.

Masa Depan JKK, JKM, dan JHT: Dapatkah Kebijakan Ini Efektif?

Terlepas dari polemik yang muncul, aturan baru ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan perlindungan tenaga kerja di Indonesia. Namun, tantangan terbesar adalah sinkronisasi regulasi serta pengawasan implementasi di lapangan.

Jika pemerintah tidak segera menyelesaikan ketidaksinkronan dengan UU ASN, aturan ini bisa menjadi kebijakan yang sulit diterapkan. Selain itu, masih perlu upaya sosialisasi yang lebih masif agar pekerja, pemberi kerja, dan penyelenggara negara memahami serta mematuhi aturan ini dengan benar.

Seiring waktu, efektivitas Permenaker No. 1 Tahun 2025 akan diuji dalam praktiknya. Apakah aturan ini benar-benar mampu memperkuat perlindungan tenaga kerja, atau justru menambah tumpang-tindih kebijakan di sektor ketenagakerjaan?

Yang jelas, para pekerja perlu memahami hak-hak mereka dalam skema perlindungan ini agar dapat memanfaatkan manfaatnya secara optimal.

(Mond)

#BPJS #Menaker #Nasional