Mengapa Gunung Marapi Tak Kunjung Berhenti Meletus? Ini Analisis Badan Geologi
Gunung Marapi
D'On, Padang – Gunung Marapi di Sumatera Barat kembali menunjukkan aktivitas vulkaniknya dengan erupsi yang terjadi pada Sabtu, 8 Maret 2025, pukul 10.41 WIB. Gunung yang terletak di perbatasan Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar ini memang dikenal sebagai salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia.
Menurut Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, Marapi memiliki sejarah panjang erupsi yang sudah tercatat sejak tahun 1807. Siklus erupsinya bervariasi, dengan masa istirahat terpendek hanya 3,5 tahun atau bahkan kurang dari satu tahun, sementara yang terlama bisa mencapai 17 tahun. Sejak tahun 1987, karakter erupsinya cenderung eksplosif dan bersumber dari Kawah Verbeek, kawah utama yang menjadi pusat aktivitas vulkanik gunung ini.
“Gunung Marapi merupakan gunung api yang aktif dengan pola erupsi yang sering terjadi. Biasanya erupsi disertai suara gemuruh atau dentuman kuat. Material letusannya pun beragam, mulai dari abu vulkanik, lapili (kerikil vulkanik), hingga lontaran material pijar dan bom vulkanik,” jelas Wafid dalam keterangan tertulisnya.
Dinamika Aktivitas Erupsi Gunung Marapi
Dalam erupsi yang terjadi pada 8 Maret 2025, sensor seismograf mencatat amplitudo maksimum mencapai 30,4 mm dengan durasi selama 55 detik. Meskipun kolom abu tidak teramati dari Pos Pengamatan, warga di sekitar daerah Kubang Putih melaporkan adanya kepulan asap yang membumbung ke udara.
Sebelum letusan ini terjadi, Gunung Marapi telah menunjukkan peningkatan aktivitas dalam satu minggu terakhir. Data pemantauan mencatat adanya hembusan asap dari Kawah Verbeek setinggi 200 meter di atas puncak, serta tiga kali erupsi yang menghasilkan kolom abu mencapai 1.200 meter di atas puncak.
Wafid menambahkan bahwa pasokan magma yang naik ke permukaan tergolong rendah, sebagaimana ditunjukkan oleh aktivitas seismik yang relatif kecil. Dalam satu pekan terakhir, tercatat lima kali gempa vulkanik dangkal dan tiga kali gempa vulkanik dalam.
“Gunung Marapi mengalami letusan meskipun tidak terjadi secara kontinu. Ini merupakan dampak dari dinamika naik-turunnya pasokan magma dari kedalaman tubuh gunung,” ungkap Wafid.
Mengapa Marapi Masih Meletus?
Badan Geologi menjelaskan bahwa fenomena erupsi berulang ini terkait dengan mekanisme buka-tutup ventilasi konduit magma di dasar Kawah Verbeek. Prosesnya melibatkan siklus akumulasi tekanan dan pelepasan energi, yang terjadi sebagai berikut:
-
Pendinginan dan Pengerasan Lava
Saat lava yang keluar dari erupsi sebelumnya mulai mendingin, materialnya mengeras dan membentuk sumbatan di dalam ventilasi konduit. Proses ini bisa dipercepat oleh infiltrasi air hujan yang masuk ke dalam celah-celah gunung, mempercepat pendinginan lava dan memperkokoh sumbatan tersebut. -
Akumulasi Tekanan di Dalam Gunung
Ketika ventilasi konduit tertutup, tekanan di dalam gunung terus meningkat akibat adanya gas vulkanik dan dorongan magma dari dalam. Akumulasi ini berlangsung hingga tekanan mencapai ambang batas yang tidak bisa lagi ditahan oleh struktur batuan. -
Erupsi dan Pembukaan Kembali Ventilasi
Ketika tekanan dalam gunung melebihi daya tahan sumbatan, erupsi pun terjadi. Material vulkanik seperti abu, batuan pijar, dan gas panas dilepaskan dengan cepat, membuka kembali ventilasi konduit. Siklus ini terus berulang selama pasokan magma dari dalam bumi masih berlangsung, meskipun dalam jumlah kecil.
Menurut Wafid, data variasi kecepatan seismik dan tingkat koherensi saat ini masih menunjukkan angka rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan di dalam tubuh gunung api masih tinggi dan kondisi struktur batuan di sekitar kawah belum stabil.
Potensi Bahaya dan Status Gunung Marapi
Melihat pola erupsi yang terjadi, Badan Geologi menegaskan bahwa potensi letusan Gunung Marapi masih tetap ada dan bisa terjadi sewaktu-waktu. Letusan ini berfungsi sebagai mekanisme alam dalam melepaskan tekanan yang terakumulasi di dalam tubuh gunung.
“Potensi bahaya yang utama berasal dari lontaran material letusan, yang diperkirakan masih akan berada dalam radius 3 kilometer dari pusat aktivitas Gunung Marapi,” ujar Wafid.
Dengan mempertimbangkan seluruh data pemantauan, status aktivitas Gunung Marapi masih berada di Level II (Waspada). Masyarakat, khususnya yang berada di sekitar lereng gunung, diimbau untuk tetap waspada dan tidak beraktivitas dalam radius yang telah ditetapkan.
Gunung Marapi, seperti halnya gunung berapi aktif lainnya, memiliki dinamika vulkanik yang tidak bisa diprediksi dengan pasti. Namun, dengan pemantauan yang cermat dan kesiapsiagaan yang tinggi, risiko bencana akibat erupsi dapat diminimalkan.
Erupsi berulang Gunung Marapi bukanlah fenomena yang tiba-tiba, melainkan hasil dari proses geologi yang kompleks. Sifatnya yang eksplosif dan sering meletus dalam siklus tertentu menjadikannya salah satu gunung berapi yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Masyarakat di sekitar Marapi diharapkan terus mengikuti perkembangan informasi dari pihak berwenang agar dapat mengantisipasi potensi bahaya yang mungkin terjadi di masa mendatang.
(Mond)
#BMKG #SumateraBarat #GunungMarapi #Peristiwa