Menguak Kontroversi Disertasi Menteri Bahlil: Plagiasi atau Kesalahan Teknis?
Foto: CNBC INDONESIA
D'On, Jakarta – Sebuah narasi mencuat di tengah publik, menyoroti dugaan plagiasi dalam disertasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Isu ini menjadi perbincangan luas setelah muncul klaim bahwa tingkat similarity disertasi Bahlil mencapai 95%, sebuah angka yang sangat tinggi jika dikaitkan dengan standar akademik. Tak pelak, polemik ini menyeret nama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, tempat dugaan tersebut pertama kali muncul. Namun, seberapa validkah tuduhan ini?
Dugaan plagiasi ini berawal dari seorang mahasiswa doktoral yang juga berprofesi sebagai dosen di UIN Jakarta. Mahasiswa tersebut menggunakan akun Turnitin kampus untuk memeriksa keaslian disertasi Menteri Bahlil. Hasilnya? Disertasi tersebut menunjukkan tingkat similarity sebesar 13%—sebuah angka yang masih berada dalam batas wajar untuk karya ilmiah akademik.
Namun, masalah muncul ketika dokumen yang diuji tidak segera dihapus dari repository Turnitin kampus. Akibatnya, saat disertasi tersebut diuji ulang, sistem mendeteksinya sebagai dokumen yang telah terdaftar dalam database Turnitin, menghasilkan angka kesamaan 100%. Hal inilah yang kemudian menimbulkan kesalahpahaman dan memunculkan anggapan bahwa disertasi Bahlil merupakan hasil plagiasi.
Perspektif Akademisi: Apakah Ini Plagiasi?
Guru Besar UIN Jakarta, Prof. Maila Dinia Husni Rahiem, memberikan klarifikasi melalui laman resmi universitas pada 19 Oktober 2024. Ia menegaskan bahwa angka similarity yang tinggi dalam pengecekan ulang terjadi karena sistem Turnitin menyimpan dokumen yang telah diuji sebelumnya, bukan karena adanya penjiplakan dari karya orang lain.
“Kondisi ini memunculkan kesan yang salah bahwa Menteri Bahlil menjiplak karya mahasiswa UIN Jakarta. Hal ini terjadi karena disertasi Menteri Bahlil pernah diunggah ke repository Turnitin dan dianggap sebagai dokumen terdaftar,” jelas Prof. Maila dalam keterangannya pada Sabtu (8/3/2025).
Pendapat senada disampaikan oleh Prof. Dedeh Fardiah, Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba). Ia menekankan bahwa nilai similarity yang tinggi dalam sistem Turnitin tidak serta-merta dapat dijadikan bukti plagiasi.
“Misalnya, seseorang mengirim naskah ke sebuah jurnal. Jika jurnal itu tidak menerbitkannya dan naskah dikirim ke jurnal lain, maka ketika dicek kembali melalui Turnitin, sistem akan mengenali naskah tersebut karena sudah tersimpan di database jurnal sebelumnya. Ini bisa menyebabkan angka similarity yang tinggi, padahal tidak ada plagiasi,” terang Prof. Dedeh dalam wawancara pada Jumat (7/3/2025).
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa kasus serupa bisa terjadi ketika seorang mahasiswa telah menyelesaikan disertasinya dan mengirimkannya ke jurnal ilmiah tanpa melakukan parafrase ulang. Akibatnya, ketika dicek ulang di Turnitin, angka similarity bisa melonjak drastis karena sistem mengenali dokumen tersebut sebagai bagian dari arsip yang telah dipublikasikan.
“Inilah yang disebut sebagai self-plagiarism atau auto-plagiarism. Artinya, kesamaan teks yang tinggi bukan karena menjiplak karya orang lain, melainkan karena dokumen tersebut sudah terdokumentasi dalam sistem,” jelasnya.
Kesimpulan: Tidak Ada Indikasi Plagiasi
Menanggapi isu yang berkembang, Prof. Maila menegaskan bahwa setelah dilakukan uji resmi, tingkat similarity disertasi Bahlil Lahadalia hanya mencapai 13%. Nilai ini masih jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan untuk disertasi, yaitu antara 15% hingga 30%, tergantung kebijakan masing-masing perguruan tinggi.
“Dengan demikian, tidak ada indikasi plagiarisme dalam disertasi tersebut,” tegas Prof. Maila, yang tercatat sebagai salah satu ilmuwan dalam daftar Top 2% Worldwide Scientists 2024.
Ia juga memberikan rekomendasi teknis untuk menghindari kesalahpahaman serupa di masa mendatang. Salah satunya adalah dengan menggunakan pengaturan no repository saat melakukan pengecekan awal di Turnitin. Dengan cara ini, dokumen tidak akan tersimpan secara permanen di sistem, sehingga pengecekan ulang tidak akan menghasilkan angka similarity yang menyesatkan.
Pelajaran dari Kasus Ini
Kasus dugaan plagiasi yang menimpa Menteri Bahlil Lahadalia menunjukkan bahwa angka similarity tinggi dalam Turnitin tidak selalu berarti plagiarisme. Pemahaman mendalam mengenai cara kerja sistem deteksi kesamaan teks menjadi penting agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat merusak reputasi seseorang secara tidak adil.
Selain itu, transparansi dalam proses akademik juga perlu ditingkatkan, termasuk dalam cara universitas dan institusi menangani isu plagiasi. Kejadian ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi dunia akademik agar lebih berhati-hati dalam menafsirkan hasil pengecekan similarity dan tidak langsung mengaitkannya dengan tindakan plagiasi tanpa analisis lebih lanjut.
Pada akhirnya, integritas akademik tidak hanya ditentukan oleh angka di sebuah perangkat lunak, tetapi juga oleh pemahaman, kehati-hatian, dan tanggung jawab dalam menilai suatu karya ilmiah.
(Mond)
#BahlilLahadalia #Plagiat #Viral