Breaking News

Menguak Realitas Kelam di Balik Jeruji: Pelanggaran HAM di Lapas yang Tak Terekspos

Ilustrasi terpidana di penjara. Foto: Getty Images

D'On, Jakarta
 – Di balik tembok tinggi dan jeruji besi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), tersimpan kisah pilu yang jarang tersingkap ke publik. Direktur Jenderal (Dirjen) Instrumen dan Penguatan Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM, Nicholay Aprilindo, mengungkap realitas mencengangkan tentang berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di dalam Lapas.

Usai melakukan serangkaian kunjungan ke berbagai Lapas di Indonesia—mulai dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Barat, hingga Jakarta—Nicholay menegaskan bahwa kondisi di balik jeruji tidak hanya menyangkut pembinaan, melainkan juga pengabaian hak-hak dasar para warga binaan.

Dari Pembinaan Menuju Penghukuman: Paradigma yang Melenceng

Menurut Nicholay, sistem pemasyarakatan seharusnya berorientasi pada rehabilitasi dan reintegrasi sosial, bukan semata-mata penghukuman. Namun, realitas yang ia temui di berbagai Lapas justru mencerminkan sebaliknya.

"Kenapa saya katakan pelanggaran HAM serius? Karena tujuan utama pemasyarakatan bukanlah penghukuman, tetapi pembinaan. Namun, di banyak Lapas, yang terjadi justru penghukuman dalam bentuk kondisi yang tidak manusiawi," ujarnya dalam sebuah diskusi di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan jelas menegaskan bahwa Lapas harus menjadi tempat pembinaan agar narapidana dapat kembali ke masyarakat sebagai individu yang lebih baik. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak Lapas masih jauh dari kata layak.

Overkapasitas: Neraka di Balik Penjara

Salah satu masalah terbesar yang ditemukan adalah overkapasitas. Dalam beberapa Lapas yang dikunjungi, jumlah penghuni bisa mencapai tiga kali lipat dari kapasitas seharusnya.

"Saya menemukan satu sel yang seharusnya hanya dihuni 11 orang, namun kenyataannya ditempati oleh 35 orang. Mereka hidup berdesakan dalam ruang sempit tanpa cukup ventilasi dan cahaya," ungkapnya.

Overkapasitas bukan hanya menciptakan lingkungan yang tidak layak, tetapi juga meningkatkan risiko kekerasan, penyebaran penyakit, serta memperburuk kondisi psikologis para narapidana.

Sel Tikus: Penghuni yang Tak Layak dan Keadaan yang Memprihatinkan

Di beberapa Lapas, Nicholay menemukan adanya sel yang disebut "sel tikus", tempat yang lebih menyerupai kurungan isolasi ketimbang ruang hunian manusia.

"Sel ini tanpa penerangan, tanpa ventilasi, tanpa kamar mandi, dan tanpa alas tidur. Ukurannya hanya 1x2 meter, idealnya dihuni oleh maksimal dua orang, tapi faktanya ada yang sampai lima orang di dalam satu sel," paparnya.

Yang lebih mencengangkan, beberapa sel tikus ditempati oleh narapidana dengan penyakit menular seperti Tuberkulosis (TBC), yang seharusnya mendapatkan perawatan medis layak, bukan dikurung dalam ruang gelap dan pengap.

"Orang dengan penyakit menular seharusnya dirawat di rumah sakit atau klinik, bukan dikurung di sel tanpa akses medis," tegasnya.

Kisah Lansia di Balik Jeruji

Tak hanya soal kondisi sel, kunjungan ke berbagai Lapas juga mengungkap fakta lain yang memilukan: banyak narapidana lanjut usia (lansia) yang masih mendekam di balik jeruji. Beberapa di antaranya bahkan berusia 80 hingga 96 tahun.

"Mereka sudah renta, tubuh mereka lemah, tapi masih harus menjalani hukuman di tempat yang kondisinya tidak manusiawi. Padahal ada regulasi yang memungkinkan pembebasan bersyarat atau perawatan khusus bagi lansia," katanya.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah sistem peradilan di Indonesia benar-benar mempertimbangkan aspek kemanusiaan dalam penegakan hukum?

Makanan yang Mengenaskan: Ketika Hidup di Lapas Seperti Bertahan di Medan Kelaparan

Untuk benar-benar memahami kondisi warga binaan, Nicholay memutuskan mencoba makanan yang disajikan di dalam Lapas. Yang ia temui jauh dari kata layak.

"Saya mencoba makanan yang mereka konsumsi. Satu potong ikan, sepotong tempe, sedikit sayur, dan nasi. Itu yang mereka makan setiap hari," ujarnya.

Meskipun menu berganti setiap minggu, porsi dan kualitasnya tetap sama: minimal, nyaris tidak bergizi, dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi para narapidana.

Minimnya Fasilitas Kesehatan: Antara Harapan dan Kenyataan

Selain masalah makanan, pelayanan kesehatan di dalam Lapas juga menjadi perhatian serius.

"Pelayanan kesehatan di Lapas sangat minim, bahkan bisa dibilang mengenaskan. Banyak narapidana yang sakit tetapi tidak mendapatkan pengobatan yang layak," kata Nicholay.

Fasilitas kesehatan yang seharusnya menjadi penyelamat justru sering kali tidak berfungsi optimal. Beberapa Lapas bahkan tidak memiliki tenaga medis yang cukup untuk menangani jumlah narapidana yang terus bertambah.

Pengakuan Petugas Lapas: Antara Kewajiban dan Keterbatasan

Nicholay juga mengungkap bahwa permasalahan ini bukan hanya disebabkan oleh kelalaian pihak Lapas, tetapi juga keterbatasan yang mereka hadapi.

"Fakta di lapangan, petugas Lapas pun kewalahan. Mereka sebenarnya ingin memenuhi hak-hak warga binaan, tetapi jumlah narapidana yang terlalu banyak serta minimnya anggaran membuat mereka kesulitan," katanya.

Meski demikian, pihaknya tetap berkoordinasi dengan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) untuk mencari solusi dari permasalahan ini.

"Kami selalu menyampaikan temuan kami kepada Dirjen PAS agar ada langkah konkret dalam perbaikan sistem pemasyarakatan," imbuhnya.

Kesimpulan: Waktunya Perubahan Nyata

Lapas di Indonesia masih jauh dari standar pemenuhan HAM yang layak. Overkapasitas, fasilitas yang tidak memadai, minimnya pelayanan kesehatan, serta perlakuan yang lebih condong ke penghukuman ketimbang pembinaan menunjukkan bahwa reformasi sistem pemasyarakatan bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.

Jika tujuan pemasyarakatan adalah membina dan merehabilitasi, maka sistem ini harus dirombak secara menyeluruh. Tanpa perubahan yang signifikan, Lapas akan tetap menjadi tempat yang tidak hanya mengurung tubuh, tetapi juga mematikan harapan dan martabat manusia.

Kini, pertanyaannya adalah: apakah pemerintah benar-benar siap untuk melakukan perubahan nyata, ataukah temuan ini hanya akan menjadi catatan lain yang kembali terlupakan?

(Mond)

#KementerianHAM #Lapas #Narapidana #Nasional