Mengungkap Fakta di Balik Pembatasan Drone di Bromo: Antara Keamanan Konservasi dan Isu Ladang Ganja
Penemuan ladang ganja di Kawasan TNBTS. (FOTO/ppid.menlhk.go.id)
D'On, Lumajang – Dalam beberapa bulan terakhir, isu pembatasan penggunaan drone di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menjadi perbincangan hangat. Spekulasi liar bermunculan, mengaitkan kebijakan tersebut dengan temuan ladang ganja di kawasan konservasi tersebut. Namun, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Satyawan Pudyatmoko, menegaskan bahwa pembatasan drone sama sekali tidak berhubungan dengan kasus narkotika yang mengguncang wilayah itu.
Penemuan Ladang Ganja yang Menghebohkan
Pada September 2024, tim gabungan yang terdiri dari Balai Besar TNBTS, Kepolisian Resor Lumajang, TNI, serta perangkat Desa Argosari mengungkap adanya ladang ganja tersembunyi di kawasan Blok Pusung Duwur, Kecamatan Senduro, dan Gucialit, Kabupaten Lumajang. Operasi ini merupakan kelanjutan dari pengembangan kasus narkotika yang sebelumnya ditangani oleh aparat kepolisian.
Penemuan ini tidak hanya mengejutkan, tetapi juga menyoroti tantangan pengawasan di kawasan konservasi yang luas dan sulit dijangkau. Dengan topografi yang curam serta lebatnya vegetasi, keberadaan ladang ganja ini hampir mustahil terdeteksi tanpa teknologi modern. Drone menjadi alat kunci dalam pemetaan lokasi, membantu tim mengidentifikasi area tersembunyi yang digunakan untuk menanam tanaman terlarang tersebut.
“Tim menemukan bahwa lokasi ladang ganja sangat sulit dijangkau, berada di lereng terjal yang tertutup semak belukar tebal,” ungkap Satyawan dalam pernyataannya pada Selasa (18/3/2025).
Setelah lokasi terkonfirmasi, aparat gabungan yang terdiri dari petugas Balai Besar TNBTS, Polisi Hutan, Manggala Agni, serta masyarakat setempat segera melakukan pembersihan lahan. Ratusan batang tanaman ganja dicabut dan diamankan sebagai barang bukti. Hingga kini, Kepolisian Resor Lumajang telah menetapkan empat tersangka, yang semuanya merupakan warga Desa Argosari. Mereka saat ini menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Lumajang.
Pembatasan Drone: Kebijakan Lama yang Dipersoalkan Kembali
Di tengah berkembangnya isu ini, muncul klaim bahwa pembatasan penggunaan drone di kawasan TNBTS adalah langkah yang sengaja diambil untuk menutupi kasus ladang ganja tersebut. Namun, Satyawan dengan tegas membantah spekulasi ini, menyebutnya sebagai informasi yang tidak akurat.
“Kebijakan pembatasan penggunaan drone di kawasan konservasi sebenarnya sudah berlaku sejak lama, bahkan sebelum adanya kasus ini,” jelasnya.
Regulasi ini berlandaskan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Aturan ini merupakan kelanjutan dari standar operasional prosedur (SOP) yang sudah diterapkan sejak 2019, khususnya untuk aktivitas pendakian di Gunung Semeru.
Ada beberapa alasan utama di balik pembatasan drone di kawasan konservasi:
- Gangguan terhadap satwa liar – Suara bising dan pergerakan drone dapat mengganggu habitat alami satwa yang hidup di kawasan TNBTS.
- Keamanan penerbangan – Penggunaan drone yang tidak terkendali dapat membahayakan wisatawan maupun tim pengelola taman nasional.
- Konservasi dan perlindungan lingkungan – Penggunaan drone secara sembarangan dapat merusak ekosistem, terutama jika dilakukan tanpa izin resmi.
Satyawan menegaskan bahwa tidak ada rencana penutupan kawasan wisata Bromo Tengger Semeru terkait temuan ladang ganja ini. Sebaliknya, pihaknya akan memperketat patroli dan pengawasan guna memastikan tidak ada lagi aktivitas ilegal yang merusak kawasan konservasi.
Antara Keamanan dan Tantangan Pengawasan
Kasus ladang ganja di kawasan TNBTS menjadi bukti bahwa pengawasan terhadap kawasan konservasi tetap memiliki tantangan besar. Dengan luasnya area yang harus dijaga serta medan yang sulit, pemanfaatan teknologi seperti drone sebenarnya dapat menjadi solusi, bukan ancaman. Namun, di sisi lain, aturan ketat terkait penggunaannya tetap harus diberlakukan demi menjaga keseimbangan ekosistem dan keselamatan wisatawan.
Kebijakan pembatasan drone memang bukan hal baru, dan bukan pula langkah mendadak untuk menutup-nutupi kasus tertentu. Justru dengan aturan yang jelas, diharapkan penggunaan drone dapat diarahkan untuk kepentingan konservasi dan pengamanan kawasan, bukan sekadar untuk kepentingan wisata atau eksplorasi pribadi.
Dengan pengawasan yang semakin ketat dan kolaborasi antara berbagai pihak, harapan untuk menjaga keaslian dan keamanan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tetap terjaga, tanpa mengorbankan kemajuan teknologi yang dapat membantu perlindungan alam.
(Mond)
#Peristiwa #LadangGanja #Drone