Menteri PPN: Makan Bergizi Gratis Lebih Mendesak daripada Lapangan Pekerjaan
Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy memberikan paparan saat mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/11/2024). ANTARA FOTO
D'On, Jakarta – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Rachmat Pambudy, menegaskan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) lebih mendesak dibandingkan dengan penciptaan lapangan pekerjaan. Pernyataan ini ia sampaikan dalam sambutannya di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Jakarta, pada Sabtu (22/3/2025).
Menurut Rachmat, masalah gizi buruk di Indonesia bukan sekadar isu kesehatan, tetapi telah menjadi krisis nasional yang berdampak luas terhadap kualitas hidup masyarakat. Menanggulangi gizi buruk, menurutnya, jauh lebih mendesak dibandingkan memberikan pekerjaan, karena tanpa kecukupan gizi, tenaga kerja yang dihasilkan tidak akan bisa optimal.
"Kalau ada orang yang bilang, ‘Kenapa harus ngasih makan? Kenapa tidak langsung dikasih pekerjaan saja?’ Saya tegaskan, itu tidak akan cukup cepat untuk mengatasi persoalan ini," ujar Rachmat.
Ia menyoroti bahwa tanpa nutrisi yang memadai, anak-anak yang tumbuh di bawah garis kemiskinan akan mengalami hambatan besar dalam perkembangan fisik dan intelektual mereka. Bahkan, di usia dewasa, mereka bisa kesulitan bersaing di dunia kerja akibat keterbatasan yang diakibatkan oleh kurangnya asupan gizi sejak dini.
Fakta Mengejutkan: 180 Juta Orang Indonesia Kekurangan Gizi
Dalam pemaparannya, Rachmat mengungkapkan statistik yang mengejutkan. Berdasarkan data yang dimiliki Bappenas, terdapat 180 juta orang Indonesia yang tidak mendapatkan kecukupan gizi. Angka ini mengindikasikan bahwa lebih dari dua pertiga populasi Indonesia menghadapi masalah serius dalam pemenuhan nutrisi.
Akibat dari kurangnya asupan gizi ini, Indonesia menghadapi berbagai konsekuensi kesehatan yang mengkhawatirkan:
- 50 ribu bayi lahir dalam kondisi cacat setiap tahun.
- 1 juta orang terpapar Tuberkulosis (TBC) setiap tahun.
- 100 ribu orang meninggal akibat TBC setiap tahun.
Dari data tersebut, terlihat bahwa kekurangan gizi bukan hanya masalah individu, tetapi sudah menjadi ancaman besar bagi kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
"Angka-angka ini tidak bisa kita anggap remeh. Kurang gizi itu bukan sekadar membuat orang lemas atau kurus, tetapi bisa berujung pada kematian. Ini adalah masalah yang harus kita atasi secepat mungkin," tegasnya.
Dampak Besar Gizi terhadap Kecerdasan dan Masa Depan Bangsa
Lebih lanjut, Rachmat menjelaskan bahwa kecukupan gizi bukan hanya berdampak pada fisik seseorang, tetapi juga berpengaruh terhadap kecerdasan dan produktivitas.
"Kita ini bisa ditebak postur tubuhnya, kecerdasannya, kemampuan fisiknya, bahkan potensi otaknya hanya dari makanan yang kita konsumsi," katanya.
Ia menekankan bahwa sebelum berbicara tentang pendidikan dan pengembangan keterampilan tenaga kerja, yang paling utama adalah memastikan bahwa setiap individu mendapatkan asupan makanan yang cukup dan bergizi. Tanpa itu, program pendidikan dan pelatihan kerja sekalipun tidak akan efektif karena anak-anak yang tumbuh dengan gizi buruk tidak akan mampu menyerap ilmu dengan optimal.
Bahkan, dengan perkembangan ilmu pengetahuan terbaru, ditemukan bahwa asupan makanan tidak hanya berpengaruh pada fisik dan kecerdasan, tetapi juga berdampak pada penampilan seseorang, termasuk struktur wajah dan kecantikan alami.
"Teknologi dan riset terbaru sudah menunjukkan bahwa makanan tidak hanya berpengaruh pada tubuh dan otak, tetapi juga memengaruhi kecantikan dan bentuk wajah seseorang," ujar Rachmat.
Makan Bergizi Gratis: Strategi Menuju Indonesia Emas 2045
Rachmat menegaskan bahwa program Makan Bergizi Gratis yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto bukan sekadar kebijakan sosial biasa, melainkan sebuah langkah strategis untuk membangun generasi unggul menuju Indonesia Emas 2045.
Menurutnya, setiap pemimpin memiliki cara tersendiri dalam mencatatkan sejarah, dan inilah cara Presiden Prabowo untuk mewujudkan transformasi besar bagi bangsa.
"Setiap Presiden punya caranya sendiri untuk menciptakan sejarah. Dan saat ini, kita sedang bersama-sama membangun fondasi baru yang akan menentukan masa depan bangsa ini," pungkasnya.
Dengan adanya program MBG, pemerintah berharap dapat memutus siklus kemiskinan yang berawal dari kurangnya gizi, menciptakan generasi yang lebih sehat, lebih cerdas, dan lebih kompetitif dalam menghadapi tantangan global di masa depan.
Jika Indonesia ingin menjadi negara maju pada tahun 2045, investasi terbesar yang harus dilakukan bukan hanya di infrastruktur atau industri, tetapi juga dalam menciptakan manusia-manusia yang sehat dan berkualitas.