PHK Massal di Sritex: 8.400 Pekerja Terdampak, Pemerintah Beri Jaminan Hak Buruh
Ribuan Karyawan Sritex di PHK Massal akibat Pailit
D'On, Jakarta - Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran mengguncang industri tekstil nasional. PT Sri Rejeki Isman Tbk, atau yang lebih dikenal sebagai Sritex, resmi memutus hubungan kerja dengan 8.400 karyawannya setelah keputusan dari tim Kurator Pengadilan Niaga. Keputusan ini diambil sebagai dampak dari status kepailitan perusahaan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Semarang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menanggapi langkah ini dengan menyatakan bahwa pemerintah akan meminta klarifikasi lebih lanjut dari tim kurator yang menangani kasus ini.
"Ya, nanti kita tanyakan langsung ke tim kurator. Pak Menaker juga akan mengecek," ungkap Airlangga saat ditemui di Kantor Menko Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta, Minggu (2/3/2025).
Sementara itu, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer Gerungan, menegaskan bahwa pemerintah akan mengikuti aturan hukum yang berlaku terkait proses PHK massal ini.
"Kita adalah negara hukum, maka kita harus tunduk pada hukum," ujarnya dalam pernyataan resmi, Jumat (28/2/2025).
Gerungan juga menekankan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan manajemen Sritex sejatinya telah melakukan berbagai upaya maksimal untuk menghindari PHK. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan tim Kurator yang ditunjuk Pengadilan Niaga. Kini, fokus utama pemerintah adalah memastikan bahwa hak-hak buruh tetap terlindungi, termasuk dalam hal pesangon dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
"Negara melalui Kemnaker akan berjuang bersama buruh. Oleh karena itu, kami terus berkoordinasi dengan manajemen PT Sritex Tbk," tegas Wamenaker yang akrab disapa Noel tersebut.
PHK Massal dan Penutupan Perusahaan: 8.400 Pekerja Kehilangan Pekerjaan
Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo, Sumarno, mengonfirmasi bahwa PHK terhadap 8.400 karyawan Sritex mulai berlaku efektif per 26 Februari 2025. Seluruh pekerja menjalani hari kerja terakhir mereka pada Jumat, 28 Februari 2025. Seiring dengan itu, perusahaan resmi menutup operasionalnya mulai 1 Maret 2025.
"Jumlah karyawan Sritex yang terkena PHK sebanyak 8.400 orang. Urusan pesangon menjadi tanggung jawab Kurator, sementara jaminan hari tua menjadi kewenangan BPJS Ketenagakerjaan," jelas Sumarno dalam konferensi pers di Sukoharjo, Kamis (27/2/2025).
Meski menghadapi gelombang PHK yang besar, Disperinaker Sukoharjo telah menyiapkan solusi alternatif dengan membuka sekitar 8.000 lowongan kerja baru di perusahaan-perusahaan lain yang beroperasi di Kabupaten Sukoharjo. Langkah ini diharapkan dapat membantu para mantan pekerja Sritex untuk segera mendapatkan pekerjaan baru dan mengurangi dampak ekonomi dari PHK massal ini.
Keputusan Pengadilan Niaga dan Peran Tim Kurator
Keputusan PHK massal ini berakar pada putusan Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN.Niaga Smg. Dalam putusan tersebut, pengadilan menunjuk empat orang kurator yang bertanggung jawab atas proses kepailitan Sritex dan tiga anak perusahaannya, yakni:
- PT Sinar Pantja Djaja
- PT Bitratex Industries
- PT Primayudha Mandirijaya
Para kurator yang ditunjuk, yakni Denny Ardiansyah, S.H., M.H., Nur Hidayat, S.H., Fajar Romy Gumilar, S.H., dan Nurma Candra Yani Sadikin, S.H., M.H., diberikan kewenangan penuh dalam pengelolaan aset perusahaan sesuai dengan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU-KPKPU).
Menurut Pasal 39 ayat (1) UU-KPKPU, kurator memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan terkait hubungan kerja dengan para pekerja yang masih aktif di perusahaan pailit. Mereka juga berhak memberhentikan pekerja dengan tetap memperhatikan jangka waktu pemberitahuan minimal 45 hari sebelumnya.
Dalam surat resmi tertanggal 26 Februari 2025, tim Kurator menyatakan bahwa PHK dilakukan karena status kepailitan perusahaan.
"Berdasarkan kewenangan Kurator sebagaimana disebutkan di atas, dengan ini kami memberitahukan kepada seluruh karyawan PT Sri Rejeki Isman, Tbk (sesuai daftar terlampir), bahwa sejak tanggal 26 Februari 2025 telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dikarenakan Perusahaan dalam keadaan Pailit," tulis pernyataan tim Kurator.
Dampak dan Respons Pemerintah: Upaya Melindungi Hak Buruh
Keputusan PHK massal ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan pekerja tekstil, mengingat Sritex adalah salah satu pilar utama industri tekstil nasional. Dengan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan dalam waktu singkat, dampak ekonomi dan sosial pun menjadi perhatian serius.
Pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan, memastikan bahwa para pekerja yang terdampak akan tetap mendapatkan hak-hak mereka. Termasuk di dalamnya pembayaran pesangon yang menjadi tanggung jawab tim Kurator serta pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) yang akan difasilitasi oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian dan Disperinaker Sukoharjo berupaya menekan dampak pengangguran dengan membuka ribuan lowongan kerja baru di perusahaan lain di wilayah tersebut. Langkah ini diharapkan dapat memberikan solusi bagi ribuan mantan pekerja Sritex yang kini tengah mencari pekerjaan baru.
Dengan peristiwa ini, Sritex menjadi satu dari sekian banyak perusahaan tekstil yang mengalami tekanan berat akibat kondisi ekonomi dan persaingan global. Industri tekstil nasional kini menghadapi tantangan besar, dan pemerintah harus bergerak cepat untuk mencegah gelombang PHK serupa terjadi di perusahaan lain.
Bagaimana langkah selanjutnya? Pemerintah masih terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, dan buruh yang terdampak masih menunggu kepastian terkait hak-hak mereka. Satu hal yang pasti, keputusan ini menjadi catatan kelam dalam industri tekstil nasional.
(Mond)
#PHKMassal #Sritex #SritexPailit #PHK