Breaking News

PHK Sepihak Kemendes: Pendamping Desa Mengadu ke Ombudsman, Tuntut Keadilan

Pendamping Desa atau Tenaga Pendamping Profesional (TPP) mengadukan dugaan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal ke Ombudsman RI di Kantor Ombudsman, Jakarta, pada Rabu (5/3/2025).

D'On, Jakarta
 – Gelombang ketidakpastian menyelimuti para Pendamping Desa atau Tenaga Pendamping Profesional (TPP) setelah Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes) diduga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak. Merasa diperlakukan tidak adil, puluhan pendamping desa berbondong-bondong mendatangi Kantor Ombudsman RI di Jakarta untuk mengajukan laporan atas dugaan malaadministrasi dalam keputusan tersebut.

Langkah ini diambil sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap sewenang-wenang dan merugikan para tenaga pendamping yang selama ini telah mengabdikan diri dalam mendampingi masyarakat di pedesaan. Mereka menilai bahwa pemecatan yang dilakukan oleh Kemendes tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan berpotensi melanggar hak mereka sebagai pekerja.

Kontrak Kerja yang Mendadak Dibatalkan

Hendriyatna, perwakilan dari Perhimpunan Pendamping Desa Seluruh Indonesia, menjelaskan bahwa seharusnya kontrak kerja mereka diperpanjang hingga 2025. Evaluasi kinerja telah dilakukan, dan tidak ada indikasi bahwa mereka gagal menjalankan tugasnya. Namun, secara tiba-tiba mereka menerima keputusan PHK tanpa alasan yang jelas.

"Kami sudah melewati tahapan evaluasi kinerja, yang seharusnya menjadi dasar perpanjangan kontrak kerja. Namun, kenyataannya, kami justru diberhentikan tanpa alasan yang masuk akal. Ini yang membuat kami merasa ada ketidakadilan dalam kebijakan ini," ujar Hendriyatna saat memberikan keterangan di Kantor Ombudsman RI, Rabu (5/3/2025).

Para pendamping desa menganggap keputusan ini sebagai bentuk ketidakjelasan dalam tata kelola administrasi Kemendes. Mereka berharap Ombudsman RI bisa menindaklanjuti laporan ini dan memberikan rekomendasi yang adil bagi semua pihak.

Dugaan Pemecatan karena Pencalonan sebagai Legislatif

Salah satu alasan yang mencuat di balik keputusan PHK ini adalah status beberapa pendamping desa yang sempat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dalam Pemilu 2024. Kemendes diduga menganggap keterlibatan mereka dalam kontestasi politik sebagai pelanggaran, meskipun tidak ada aturan yang mewajibkan mereka mengundurkan diri.

"Kami sudah mendapatkan klarifikasi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) bahwa pencalonan kami sebagai anggota legislatif tidak mengharuskan kami untuk mengundurkan diri atau cuti dari pekerjaan kami sebagai pendamping desa," kata Hendriyatna.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tidak ada satu pun dari mereka yang mendapatkan teguran dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait pencalonan tersebut. Dengan demikian, mereka merasa bahwa pemecatan ini lebih merupakan bentuk represif daripada keputusan yang berdasar pada aturan hukum.

"Hanya Bawaslu yang berwenang memberikan teguran jika memang ada pelanggaran. Tapi faktanya, kami tidak pernah menerima teguran apa pun. Jadi, alasan Kemendes untuk memberhentikan kami sangat tidak berdasar," tambahnya.

Pendamping Desa: Berjuang Demi Rakyat, Malah Diberhentikan

Pendamping desa yang terdampak PHK merasa bahwa pencalonan mereka sebagai anggota legislatif justru merupakan wujud kepedulian terhadap masyarakat. Mereka mengaku mencalonkan diri bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat yang selama ini mereka dampingi.

"Kami bekerja untuk rakyat, kami ingin lebih banyak membantu masyarakat. Itulah alasan kami mencalonkan diri dalam pemilu. Tapi sekarang, niat baik kami justru dibalas dengan pemecatan," keluh salah satu pendamping desa yang turut melapor ke Ombudsman.

Mereka berharap agar Kemendes bisa mempertimbangkan kembali keputusan tersebut dan memberikan keadilan bagi para pendamping yang telah mengabdikan dirinya untuk pembangunan desa.

Ombudsman akan Selidiki Dugaan Malaadministrasi

Menyikapi laporan yang diajukan oleh para pendamping desa, Ombudsman RI menyatakan akan melakukan penyelidikan lebih lanjut. Anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng, menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti kasus ini sesuai dengan prosedur yang berlaku.

"Kami belum bisa memberikan pandangan substantif saat ini. Namun, kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah memang ada malaadministrasi dalam keputusan yang dibuat oleh Kemendes," ujar Robert.

Ombudsman akan mengumpulkan bukti dan meminta keterangan dari berbagai pihak sebelum memberikan rekomendasi akhir. Jika terbukti ada pelanggaran administrasi, Kemendes bisa diminta untuk mengoreksi kebijakannya dan mengembalikan hak-hak para pendamping desa yang terdampak.

Langkah Selanjutnya: Mengadu ke Komnas HAM

Tidak berhenti di Ombudsman, para pendamping desa juga berencana untuk membawa kasus ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Mereka menilai bahwa PHK sepihak ini bukan hanya pelanggaran administrasi, tetapi juga bisa dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak-hak pekerja.

"Besok kami akan melanjutkan audiensi dengan Komnas HAM. Kami ingin memastikan bahwa hak-hak kami sebagai pekerja tidak diabaikan," kata Hendriyatna.

Mereka berharap bahwa melalui jalur hukum dan advokasi yang mereka tempuh, keadilan bisa ditegakkan dan mereka bisa kembali bekerja seperti sedia kala.

Mencari Keadilan di Tengah Ketidakpastian

Kasus PHK sepihak terhadap para pendamping desa oleh Kemendes telah menimbulkan polemik besar. Dengan alasan yang dianggap tidak jelas dan proses yang diduga melanggar prinsip administrasi yang baik, para pendamping desa kini harus berjuang untuk mendapatkan kembali hak mereka.

Langkah mereka mengadu ke Ombudsman dan Komnas HAM menunjukkan betapa seriusnya permasalahan ini. Jika tidak ada tindakan yang adil dari pihak terkait, bukan tidak mungkin kasus ini akan semakin meluas dan menjadi preseden buruk bagi tenaga pendamping lainnya.

Kini, semua mata tertuju pada Ombudsman dan Komnas HAM. Akankah keadilan berpihak pada para pendamping desa? Ataukah mereka harus terus berjuang di tengah ketidakpastian? Waktu yang akan menjawab.

(Mond)

#OmbudsmanRI #Kemendes #PHK #Nasional