Ritual Nyekar: Dulu Dilarang Nabi, Sekarang Jadi Tradisi
Ilustrasi
Dirgantaraonline - Ritual nyekar, atau ziarah kubur, merupakan tradisi yang telah mengakar kuat dalam budaya masyarakat Indonesia, terutama menjelang bulan suci Ramadan dan hari-hari besar keagamaan lainnya. Namun, tahukah Anda bahwa dalam sejarah Islam, ziarah kubur awalnya sempat dilarang oleh Nabi Muhammad ﷺ? Lalu, mengapa sekarang justru menjadi bagian dari tradisi yang dianjurkan? Artikel ini akan mengupas secara mendalam tentang perjalanan historis dan nilai spiritual dari ritual nyekar.
Nyekar dalam Perspektif Sejarah Islam
Pada awal penyebaran Islam, Nabi Muhammad ﷺ melarang umatnya untuk berziarah ke makam. Hal ini disebabkan oleh kuatnya pengaruh kepercayaan jahiliyah yang seringkali menyertakan unsur-unsur kesyirikan dalam ziarah kubur, seperti meminta pertolongan kepada arwah leluhur dan berdoa di makam dengan niat tertentu yang bertentangan dengan tauhid.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur, tetapi sekarang berziarahlah, karena itu dapat mengingatkan kalian kepada akhirat." (HR. Muslim No. 977)
Dari hadis ini, kita memahami bahwa larangan awal ziarah kubur bukanlah sesuatu yang bersifat permanen, melainkan sebagai bentuk pendidikan bagi umat Islam agar tidak terjerumus dalam praktik yang bertentangan dengan tauhid. Setelah akidah umat Islam semakin kuat, Rasulullah ﷺ akhirnya membolehkan bahkan menganjurkan ziarah kubur sebagai sarana mengingat kematian dan memperkuat ketakwaan.
Makna Ritual Nyekar dalam Budaya Masyarakat Indonesia
Di Indonesia, tradisi nyekar berkembang dengan nuansa budaya lokal. Biasanya, nyekar dilakukan dengan membersihkan makam, menaburkan bunga, serta membacakan doa dan ayat-ayat suci Al-Qur'an untuk mendoakan arwah leluhur.
Namun, ada beberapa unsur tradisi yang masih menjadi perdebatan, seperti kebiasaan menabur bunga di atas kuburan. Dalam Islam, tidak ada dalil yang secara khusus menganjurkan penaburan bunga, tetapi hal ini juga tidak dilarang selama tidak diiringi dengan keyakinan yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Sebagian ulama berpendapat bahwa perbuatan ini bisa dikaitkan dengan hadis yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad ﷺ pernah meletakkan pelepah kurma basah di atas dua makam, dengan harapan dapat meringankan siksa bagi penghuninya:
وَجَدَ النَّبِيُّ ﷺ قَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ، فَأَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ، فَغَرَسَ عَلَى هَذَا نِصْفًا وَعَلَى هَذَا نِصْفًا، وَقَالَ: لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا
"Nabi ﷺ melewati dua kuburan, dan mereka sedang diazab. Lalu beliau mengambil pelepah kurma basah, membelahnya menjadi dua, dan meletakkan masing-masing di atas dua makam tersebut, lalu beliau bersabda, 'Semoga dengan ini diringankan azab mereka.'" (HR. Bukhari No. 218 dan Muslim No. 292)
Sebagian masyarakat menafsirkan bahwa penaburan bunga memiliki makna serupa dengan pelepah kurma dalam hadis ini, meskipun tidak ada anjuran khusus dari Nabi Muhammad ﷺ mengenai hal tersebut.
Hikmah dan Manfaat Nyekar
-
Mengingat Kematian
Ziarah kubur mengingatkan manusia bahwa kehidupan di dunia ini bersifat sementara dan setiap orang akan kembali kepada Allah ﷻ. Hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam Al-Qur'an:كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۖ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
"Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian, kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan." (QS. Al-Ankabut: 57)
-
Mendoakan Orang Tua dan Leluhur
Salah satu amal yang tetap mengalir setelah seseorang meninggal dunia adalah doa dari anak yang saleh, sebagaimana disebutkan dalam hadis:"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya." (HR. Muslim No. 1631)
-
Mempererat Silaturahmi
Ritual nyekar sering dilakukan bersama keluarga besar, sehingga menjadi momen yang mempererat hubungan kekeluargaan. Selain berdoa, kegiatan ini juga menjadi ajang untuk mengenang jasa para leluhur dan memperkuat nilai-nilai kebaikan yang diwariskan.
Ziarah kubur atau nyekar memang pernah dilarang di awal Islam, tetapi kemudian diperbolehkan dan bahkan dianjurkan sebagai pengingat akan kehidupan akhirat. Dalam budaya Indonesia, nyekar menjadi bagian dari tradisi yang tidak hanya memiliki dimensi spiritual, tetapi juga sosial. Selama dilakukan dengan niat yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam, ritual ini dapat menjadi sarana untuk memperkuat iman dan meningkatkan kesadaran akan kematian.
Sebagai penutup, hendaknya kita tetap menjaga keseimbangan antara ajaran agama dan kearifan budaya dalam menjalankan tradisi nyekar. Semoga Allah ﷻ senantiasa membimbing kita dalam setiap langkah kehidupan, termasuk dalam menghormati dan mendoakan para leluhur kita. Aamiin.
(*)
#RitualNyekar #Tradisi