Rumah Dinas Polisi Jadi Lokasi Perkosaan Bergilir, 7 Remaja Terlibat
ilustrasi tujuh remaja melakukan perbuatan yang sangat tercela di sebuah rumah dinas polisi di Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT).
D'On, NTT - Tujuh remaja melakukan perbuatan yang sangat tercela di sebuah rumah dinas polisi di Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Rumah dinas itu malah dijadikan tempat ketujuh remaja itu untuk melakukan rudapaksa terhadap seorang gadis remaja di bawah umur.
Korban diduga disekap di rumah dinas itu selama berhari-hari dan dirudapaksa oleh ketujuh remaja itu secara bergiliran.
Kejadian mengejutkan ini membuat Polres Belu bertindak cepat setelah mendapat laporan.
Enam dari tujuh remaja itu langsung diamankan, sementara satu diantaranya masih dalam pengejaran.
"Ada tujuh pelaku. Enam ditangkap dan satu pelaku masih buron," kata Kapolres Belu, AKBP Benny Miniani Arief, Rabu (19/3/2025) malam dikutip dari Kompas.com.
Benny belum memerinci identitas para pelaku dan korban.
Dia hanya menyebut, korban berasal dari Kota Kupang sedangkan pelaku adalah warga Atambua, ibu kota Kabupaten Belu.
Kronologi
Benny menuturkan, kejadian itu bermula ketika korban datang dari Kota Kupang untuk mencari pamannya di Atambua pada Minggu (9/3/2025).
Karena belum mengetahui jelas alamat tempat tinggal pamannya, korban bertemu dengan kenalannya yang juga adalah salah satu pelaku.
Lalu, korban dibawa ke rumah dinas polisi di dalam asrama polisi Polres Belu.
Di sana sudah ada pelaku lainnya.
Mereka memerkosa korban secara bergilir, mulai tanggal 9 Maret hingga 11 Maret.
Korban akhirnya berhasil melepaskan diri dan melaporkan kejadian itu ke Polres Belu pada Rabu, 12 Maret 2025.
Setelah menerima laporan, polisi menangkap enam pelaku sedangkan satu pelaku masih buron.
"Kasusnya saat ini sudah diproses penyidikannya," kata Benny.
AKBP Benny Miniani Arief Jadi Sorotan
Sosok AKBP Benny Miniani Arief, Kapolres Belu Polda Nusa Tenggara Timur yang anggotanya ketahuan sekap hingga [rudapaksa](https://pekanbaru.tribunnews.com/tag/rudapaksa) anak di bawah umur.
Mirisnya, tindakan tak senonoh itu dilakukan oknum polisi itu dilakukan di Asrama Polisi (aspol).
Aksi bejat pelaku diketahui setelah korban berhasil melarikan diri pada Rabu (12/3/2025) lalu.
Kini, selain para terduga pelaku, yang menjadi sorotan yakni AKBP Benny Miniani Arief yang menjadi pimpinan oknum polisi itu.
Lalu siapa sebenarnya dan seperti apa profil AKBP Benny Miniani Arief?
Berikut profil AKBP Benny Miniani Arief dilansir dari berbagai sumber.
Dia bernama lengkap AKBP Benny Miniani Arief, SIK yang menjabat sebagai Kapolres Belu, Polda Nusa Tenggara Timur menggantikan AKBP Richo Nataldo Devallas Simanjuntak, S.I.K.
Suami dari Lina Benny ini merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) pada 2004 lalu.
Sebelum menjabat sebagai Kapolres Belu, dia mengemban amanah sebagai bertugas sebagai Kapolres Sumba Barat, Polda Nusa Tenggara Timur.
Dia juga pernah menjabat sebagai Kasubdit VIP Ditpamobvit Polda NTT.
Kasus Pelecehan di NTT
Sebelumnya kasus pelecehan juga menggemparkan wilayah NTT lantaran melibatkan institusi Polri.
Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman ditangkap tim Mabes Polres di Bajawa, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (20/2/2025).
Penangkapan Fajar Widyadharma terkait kasus penyalahgunaan narkoba dan pornografi.
Diketahui, jumlah korban perbuatan bejat AKBP Fajar ada empat orang.
Tiga di antaranya anak di bawah umur, sedangkan satu lainnya wanita dewasa.
Fakta itu terkuak setelah Biro Pertanggungjawaban Profesi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri melakukan pemeriksaan kode etik.
"Dari penyelidikan pemeriksaan melalui kode etik dari wabprof, ditemukan fakta bahwa FLS telah melakukan pelecehan seksual dengan anak di bawah umur sebanyak tiga orang dan satu orang usia dewasa," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dalam konferensi pers, Kamis (13/3/2025).
Tiga anak yang menjadi korban pencabulan itu masing-masing berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun.
Sementara, SHDR orang dewasa yang dicabuli berusia 20 tahun.
Kini, AKBP Fajar telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam empat kasus.
Pertama, perkara pencabulan anak di bawah umur.
Kedua, persetubuhan atau perzinahan tanpa ikatan pernikahan yang sah.
Ketiga, ia menjadi tersangka karena positif mengonsumsi narkoba jenis sabu-sabu.
Dan yang keempat, merekam dan menyimpan, memposting, dan menyebarkan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Atas perbuatannya tersebut, kini Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman resmi dipecat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia atas tindak pidana pencabulan anak dan narkotika.
Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP) dan pemecatan AKBP AKBP Fajar Widyadharma Lukman itu dihadiri oleh sang istri ADP Senin (17/3/2025) malam.
"Ya istri dari pelanggar ini hadir sebagai saksi inisialnya ADP," ungkap Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, Senin.
Selain istrinya, dua saksi lain juga dihadirkan dalam sidang kode etik tersebut.
Keduanya yakni seorang ahli psikolog dan ahli laboratorium.
Trunoyudo menuturkan dalam sidang etik tersebut, ada lima orang saksi mengikuti secara virtual.
Mereka terkendala datang karena situasi dan kondisinya dan geografisnya yang tidak memungkinkan.
"Yang hadir zoom meeting yakni ahli kesehatan jiwa itu adalah HM, kemudian juga AKP FDK, saudari satu lagi saksi saudari SHDR dan saudari ABA dan saudara RM," jelas Trunoyudo.
Diketahui, dalam sidang yang digelar secara tertutup itu memperlihatkan AKBP Fajar yang mengenakan pakaian dinas lapangan (PDL).
AKBP Fajar dinyatakan bersalah secara etik melakukan empat tindakan tercela.
“Pelanggar pada saat menjabat sebagai Kapolres Ngada, Polda [NTT](https://pekanbaru.tribunnews.com/tag/ntt) telah melakukan perbuatan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, persetubuhan anak di bawah umur,” ungkap Trunoyudo.
AKBP Fajar juga melakukan perzinahan, menyebarkan video asusila hingga positif menggunakan narkoba.
“Perzinaan tanpa ikatan pernikahan yang sah, mengonsumsi narkoba."
"Serta, merekam, menyimpan, memposting, dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur,” sambung Trunoyudo.
Akibat perbuatannya, AKBP Fajar mendapat sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
“Diputuskan, (Fajar divonis) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri,” jelas Trunoyudo.
(*)
#Perkosaan #Kriminal #NTT